Mengapa Beberapa Makanan Diharamkan? Ini Kata Quraish Shihab

Mengapa Beberapa Makanan Diharamkan
Quraish Shihab
banner 400x400

Hajinews.co.id Para ahli banyak memberikan analisis mengenai alasan diharamkan hewan atau makanan tertentu. Misalnya, babi menderita berbagai jenis mikroba dan cacing yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

Tenasolium adalah salah satu nama cacing yang berkembang biak di sistem pencernaan dan panjangnya mencapai delapan meter. Pada tahun 1968, ditemukan sejenis mikroba yang menyebabkan kematian banyak pasien di Belanda dan Denmark.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pada tahun 1918, flu babi melanda banyak wilayah di dunia dan membunuh jutaan orang. Flu tersebut muncul kembali pada tahun 1977, dan pada saat itu vaksinasi di Amerika Serikat menelan biaya $135 juta.

Demikian sekelumit dari bahaya babi, sebagaimana dikemukakan oleh Faruq Musahil dalam bukunya Tahrim Al-Khinzir fi Al-Islam.

Lemak babi mengandung complicated fats antara lain triglycerides, dan dagingnya mengandung kolestrol yang sangat tinggi, mencapai lima belas kali lipat lebih banyak dari daging sapi.

Dalam Encydopedia Americana dijelaskan perbandingan antara kadar lemak yang terdapat pada babi, domba, dan kerbau. Dalam kadar berat yang sama, babi mengandung 50% lemak, domba 17%, dan kerbau tidak lebih dari 5%. Demikian keterangan Ahmad Syauqi Al-Fanjari dalam bukunya Ath-Thib Al-Wiqaiy fi Al-Islam.

“Banyak lagi analisis dan jawaban yang diberikan menyangkut sebab-sebab diharamkannya sekian banyak makanan,” tulis Quraish Shihab, dalam bukunya berjudul “Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat” (Penerbit Mizan, 1996).

Menurut Quraish, memang kita boleh saja bertanya, dan atau mencari jawaban tentang mengapa Allah SWT mengharamkan makanan tertentu. Boleh jadi kita puas atau tidak puas dengan jawaban yang diberikan, tetapi adalah amat bijaksana jika jawaban yang ditemukan itu –walau sangat memuaskan– tidak dijadikan sebagai satu-satunya jawaban.

Imam Al-Ghazali memberikan ilustrasi menyangkut ‘illat (katakanlah “sebab” atau “hikmah”) dari larangan-larangan Ilahi.

“Seorang ayah memiliki anak yang tinggal bersama di satu rumah. Sebelum kematian menjemputnya, sang ayah mewasiatkan kepada anaknya: ‘Jika engkau ingin memugar rumah ini silakan, tetapi tumbuhan yang terdapat di serambi rumah jangan ditebang.’

Beberapa tahun kemudian sang ayah meninggal, dan anak pun memperoleh rezeki yang memadai. Rumah dipugarnya dan ketika sampai di tumbuhan terlarang, ia berpikir, ‘Apakah gerangan sebabnya ayah melarang menebangnya?’

Pikirannya, kemudian sampai kepada kesimpulan bahwa aroma pohon itu harum.

Dan di sisi lain, ia mengetahui bahwa telah ditemukan tumbuhan lain yang memiliki aroma lebih harum. Maka ia pun memutuskan menebang tumbuhan itu dan menggantikannya dengan tumbuhan yang lebih sedap. Tetapi apa yang terjadi? Tidak lama kemudian muncul seekor ular, yang hampir saja menerkamnya, dan ketika itu ia sadar bahwa rupanya aroma tumbuhan itu, merupakan penangkal kehadiran ular. Ia hanya mengetahui sebagian dari ‘illat larangan ayahnya’ bukan semuanya, bahkan bukan yang terpenting darinya.” Demikian lebih kurang ilustrasi Imam Al-Ghazali.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *