Kader Muhammadiyah Solid Menolak, Eks Kadis ESDM Bongkar Risiko Besar Tambang, Harus Jauh-jauh!

Hajinews.co.id — Jebolan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Muhammad Hakku Wahab yang juga kader persyarikatan Muhammadiyah, meminta Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk tidak ikut mengelola tambang.

Hal ini sebagai respons dari Wahab terkait Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang disebut akan memutuskan sikap soal izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Informasi yang beredar, ormas yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu bakal menerima konsesi tambang.

Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Sulawesi Tenggara (Sultra) ini mengakui maksud dari pemerintah sebetulnya baik.

“Begini, itu kan kebijakan pemerintah, tentu tanda kutip tujuannya bagus untuk kepentingan masyarakat, pembangunan, pemerataan seperti yang disampaikan pak Bahlil,” ujar Wahab dikutip dari fajar.co.id, Ahad (28/7/2024) malam.

Dibeberkan Wahab, dengan adanya kebijakan atau tawaran dari pemerintah itu, maka ekonomi Organisasi Masyarakat (Ormas) bisa lebih mandiri.

“Cuma masalahnya kita yang mau menerima ini apa mau atau tidak. Kalau mau tentu punya alasan. Kalau tidak, juga punya alasan,” lanjutnya.

Diungkapkan Wahab, apa yang ditawarkan pemerintah merupakan barang yang telah diolah pihak lain.

“Namanya sudah pernah diolah itu kan penuh dengan tanda tanya. Apakah di situ secara ekonomi menguntungkan atau bagaimana,” ucapnya.

“Tentu perlu dilakukan eksplorasi ulang, dengan mengambil data referensi. Setelah itu kita lihat dulu aspek hukumnya kenapa diputus,” sambung dia.

Tidak kalah penting, Wahab mengarahkan agar lebih memperhatikan aspek ekonomi, lingkungan, teknis, dan sosial budayanya.

“Aspek sosial budaya, yang terkait dengan hak-hak orang yang ada di dalamnya, hak budaya harus juga dilihat semua itu. Karena itu menjadi rintangan,” tukasnya.

Usaha pertambangan yang baik, lanjut Wahab, usaha tambang yang memberi manfaat sebesar-besarnya selain kepada pengusahanya, juga kepada masyarakat sekitar. Juga berkontribusi bagi daerah dan pembangunan negara.

“Secara garis besar, saya bilang hati-hati karena ini barang sudah pernah diolah orang kemudian dicabut. Dihentikan. Kenapa sampai orang itu gagal mengelola, makanya kita perlu studi dulu di situ,” imbuhnya.

Alasan lain Wahab meminta agar Muhammadiyah tidak menerima konsesi tambang, karena mantan Kepala Dinas (Kadis) Pertambangan Sultra ini menganggap bahwa tambang itu mahal.

“Dan pernah saya bekerja di Kementerian Lingkungan hidup. Terakhir di situ jadi sedikit tahulah di lapangan. Tambang itu mahal, karena teknologi yang digunakan jadi yang yang penting bisa dieksploitasi,” sebutnya.

Tambahnya, pada umumnya tambang dipastikan merusak lingkungan. Karena itu telah menjadi sebuah keharusan.

“Sama ceritanya membawa kain ke tukang jahit. Jam disobek-sobek dulu kain yang kita punya. Dan tidak semua tukang jahit itu sama hasilnya. Setelah itu harus diketahui bagaimana lingkungannya, pengelolaan, reklamasinya harus bicara lingkungan,” terangnya.

“Gambarannya begini, bahwa itu mahal, Sulawesi Selatan dan Tenggara, yang namanya nikel tanda kutip punya kadar tinggi menurut ukuran sekarang. Itu semua pernah dimiliki PT Vale. Sekarang, kenapa setelah pemerintah mendesak INCO untuk melepaskan lahannya? Karena menurut kaidah hukum pertambangan, itu barang yah untung-untung tipislah,” Wahab menuturkan.

Setelah INCO melepas lahannya, kata Wahab, pihak yang dianggap ramah lingkungan dipanggil masuk untuk menambang.

“Dari Jepang, beberapa lokasinya Vale yang bagus ternyata Jepang ini mundur. Karena Jepang dan Vale itu sangat hati-hati dalam mengelola tambang. Ada namanya tidak boleh kecelakaan kerja,” bebernya.

Dijelaskan Wahab, dalam sebuah perusahaan tambang, Alat Pelindung Diri (APD) harus lengkap dan bagus.

Ia kemudian mengarahkan pandangan pada PT Vale, tidak ada karyawannya yang naik motor berangkat kerja. Seluruhnya menggunakan bus yang telah disediakan.

“Adakah yang semrawut di Vale? Tidak ada. Dimanusiakan, tinggal di rumah, disekolahkan. Betapa mahalnya itu tambang,” kata Wahab.

Tidak lama, datang penambang dari China yang dianggap lebih mudah mengolah. Sebab, mereka diyakini tidak terlalu menjadikan sebuah masalah jika terdapat korban pada proses penambangan.

Tambang yang tidak menggelontorkan fasilitas lengkap untuk karyawan, kata Wahab, mereka mendapatkan keuntungan yang besar.

“Ketika kita ini waktu menjadi pejabat di pertambangan, memberikan izin antara izin satu dan yang lain, ada namanya koridor. Karena menghindari alat yang kurang tepat, terjadinya tumpang tindih, bisa melahirkan persoalan hukum,” tambahnya.

Saat para penambang itu keluar, maka diambil kembali oleh pemerintah. Ia mengibaratkan sebuah nasi di pinggir piring.

“Sudahlah, tidak usah disisa, yang kecil diambil juga. Nah pemerintah juga diam ajalah. Itu namanya koridor yang istilah saya subhat kalau kita bicara agama,” Wahab menerangkan.

Lebih jauh, terdapat lokasi tambang yang sesungguhnya secara lingkungan dan teknis tidak bisa diolah. Karena lokasinya berada pada kultur yang ekstrem.

Karenanya, dibutuhkan keterampilan khusus. Hal itu dipicu kemiringan tanah yang bisa menimbulkan longsoran. Wahab menyebut, pada lokasi ini tidak dibolehkan untuk menambang.

“Akhirnya tidak ada izin di situ, tetapi ternyata itu ditambang. Dan itu dikasih nama sekarang ada pelakor, ada namanya dokter (dokumen terbang). Pelakor ini penambang lahan koridor. Tapi ini bukan lahan koridor. Karena memang tidak ada izinnya. Di mana ambil? Dengan caranya masing-masing, mungkin digali kalau malam atau lagi sepi baru dibawa ke lahan yang kosong. Yang punya izin, nanti di situ diblanding siapa dan sebagainya baru dijual,” Wahab menjelaskan.

Mantan Pj Bupati Bombana ini menambahkan, saat pengurusan dokumen, ada yang memasukkan lokasi yang berbeda. Mengupayakan segala cara agar mendapatkan izin.

“Lalu ambil dokumen di situ, yang bukan tempatnya ditambang. Itu namanya dokter, dokumen terbang. Akhirnya ada izin terbit juga ala-ala. Pak cobalah kasih saya izin di sana, pokoknya kita kasih ma saja izin deh, ujung-ujungnya setelah dikasih izin dia mau jadikan lengkap dokumennya padahal ngambilnya bukan di situ,” tandasnya.

“Saya tidak bisa menjelaskan lebih jauh kenapa itu bisa aman, tapi ada namanya koordinasi istilahnya lagi orang. Harus koordinasi ini, ini, ini, sekian belas jumlahnya. Aman ini barang keluar,” lanjutnya.

Menyinggung kembali sikap Muhammadiyah, ia memberikan pertanyaan sederhana, apakah Ormas terbesar di Indonesia itu ingin menerimanya atau tidak.

“Orang yang banyak bicara tambang, yang melihat, wah tambang ini luar biasa. Tapi dia tidak tahu ada banyak orang tertipu di dalamnya. Sekarang harus hati-hati, Sumber Daya Manusia (SDM) Muhammadiyah, sudah mumpuni Ndak untuk mengelola tambang, peralatan yang dia miliki lengkap tidak?,” dituturkan Wahab.

Meskipun melihat Muhammadiyah memiliki dana besar, namun ia memperingatkan agar berpikir lebih jernih lagi jika ingin menerima konsesi tambang.

“Kemudian, kalau Muhammadiyah meninggalkan tambang tanpa reklamasi, bagaimana penilaian orang-orang. Penambang lain kalau diributi tak melakukan reklamasi kan tidak masalah, kalau Muhammadiyah punya brand,” jelasnya.

Mantan Kadis Lingkungan Hidup Sultra ini bilang, Muhammadiyah seyogyanya fokus pada tujuannya. Mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

“Makanya saya bilang, sudahlah, kalau di sebelah mau, kasih saja di sebelah. Supaya kita aman toh. Sama-sama aman dan nyaman,” tandasnya.

Sumber: Fajar

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

0 Komentar

  1. Tolak Tambang untuk ormas, Semangat dan pantang menyerah, bangga Muhammadoyah punya kader yang pintar dan kritis.

  2. Tolak Tambang untuk ormas, Semangat dan pantang menyerah, bangga Muhammadiyah punya kader yang pintar dan kritis.