Kultum 511: Maksud Mampu Menikah Menurut Hadits

Mampu Menikah Menurut Hadits
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Sebagian kaum muda Muslim masih mempertanyakan, apa yang dimaksud dengan frasa “manistatha’ minkum ul-baa’ata” yang merupakan bagian dari hadits yang artinya “barang siapa yang mampu menikah” dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentu saja hadits ini berisi “menganjurkan laki-laki muda untuk menikah” bagi mereka yang sudah mampu untuk melakukannya. Namun sebagian kaum muda masih ragu atau belum memahami sepenuhnya apa yang dimaksud dengan frasa tersebut.

Diriwayatkan bahwa Ibn Mas’ud berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ

الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ

وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ

فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Artinya:

Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan), Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya (HR Bukhari 5065, Muslim 1400, Tirmidzi, dan lainnya).

Para ulama hampir semua sepakat mentafsirkan bahwa perisai atau benteng berarti perlindungan dari perbuatan asusila. Namun di sisi lain, para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian kemampuan di sini. Dalam mentafsirkan kata ‘mampu’ atau ‘kemampuan’ mereka memiliki dua pendapat.

Beberapa dari mereka mengatakan bahwa hal itu berarti “kemampuan untuk membayar biaya pernikahan dan atau pengeluaran untuk istri”, sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa hal itu berarti “kemampuan untuk melakukan hubungan intim”. Tidak ada pertentangan antara kedua pengertian tersebut. Artinya, tafsiran yang dimaksud adalah barang siapa yang mampu melakukan keduanya (biaya dan hubungan sumi-istri), maka hendaklah ia menikah.

An-Nawawi mengatakan, para ulama ini berbeda pendapat mengenai pengertian kemampuan dalam hal ini. Namun dua pandangan tersebut bermuara pada pengertian yang sama. Yang lebih tepat dari kedua pandangan ini adalah bahwa yang dimaksud adalah apa yang dimaksud dengan kata (al-baa’at) dalam yang bahasa Arab yaitu kesanggupan untuk melakukan hubungan suami-istri.

Jadi maksudnya, barang siapa yang mampu melakukan hubungan suami-istri karena mampu membiayai pernikahan, maka hendaklah dia menikah. Barang siapa yang tidak mampu melakukan hubungan suami-istri karena tidak mampu membiayai pernikahan, maka ia harus berpuasa untuk mengendalikan hawa nafsunya (Sharh Muslim, 17/9).

Semenetara itu, Ibnul Qayyim berkata, berkenaan dengan bagian kalimat “barang siapa di antara kamu yang mampu, hendaklah dia menikah”, kata “al-baa’at” dimaknai dengan makna “hubungan suami-istri”, dan makna “biaya pernikahan”. Dua hal itu tidak saling bertentangan satu sama lain (Rawdat al-Muhibbin, hlm. 219).

Pria Menikah Tanpa Restu Orang Tua
muslim wedding

Adapun Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah berkata, kemampuan untuk menikah adalah kemampuan untuk membayar biaya pernikahan, bukan kemampuan untuk melakukan hubungan sumai-istri, karena hadits ditujukan kepada mereka yang mampu untuk melakukan hubungan suami-istri. Oleh karena itu bagi yang tidak mampu diperintahkan untuk berpuasa, karena puasa adalah perisai (Al-Fatawa al-Kubra, 3/134).

Pernikahan merupakan hal yang banyak diimpikan oleh semua manusia. Dalam ajaran Islam sendiri, menikah adalah ibadah yang sangat dianjurkan. Dengan menikah, seseorang akan membina rumah tangga, memiliki keturunan, dan menghindari perbuatan zina. Rasulullah jika mendoakan seseorang yang menikah, dia berdoa agar pasangan selalu diberi keberkahan dan kebaikan.

Dalam hal ini diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bila mendoakan seseorang yang nikah, beliau bersabda,

بَارَكَ اَللَّهُ لَكَ , وَبَارَكَ عَلَيْكَ ,

وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

Artinya:

Semoga Allah memberkahimu dan menetapkan berkah atasmu, serta mengumpulkan engkau berdua dalam kebaikan (HR. Ahmad dan Imam Empat, dan shahih menurut Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban).

Bahkan di dalam riwayat lain, dikatakan bahwa menikah merupakan cara untuk menyempurnakan separuh agama. Driwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasllam bersabda,

من رزقه الله امرأة صالحة فقد أعانه على

شطر دينه فليتق الله في الشطر الباقي

Artinya:

Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang shalihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah setengah sisanya (HR. Baihaqi no. 1916). Sementara dari Anas bin Malik, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya, “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh lainnya” (HR. Baihaqi). Allahu ya’lam.

Semoga yang kita baca ini menjadi pengingat dan menambah iman kita, dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                             —ooOoo—

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *