Fenomena Calon Tunggal di Pilkada 2024 Menguat, Pengamat Politik Unpad: Demokrasi Memburuk

Hajinews.co.id — Fenomena calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 mulai bermunculan. Para calon kepala daerah memborong tiket dukungan dari partai-partai pengusung untuk maju dalam pilkada melawan kotak kosong.

Di Jakarta, gerakan melawan kotak kosong juga mengemuka setelah partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus partai politik di luar koalisi tersebut mengusung Ridwan Kamil. Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Caroline Paskarina menyebut bermunculannya wacana calon tunggal dalam kontestasi pilkada dapat mengancam demokrasi.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Ini tidak bagus untuk demokrasi karena mengindikasikan lemahnya kinerja parpol untuk kandidasi, minimnya kontestasi gagasan, dan dominasi elit politik. Fenomena kotak kosong itu sebenarnya bentuk ketidakpercayaan publik,” kata Caroline kepada Tempo pada Rabu, 7 Agustus 2024.

Menurut Caroline, biang keladi utama dari fenomena tersebut adalah sistem politik yang kurang berfungsi. Dalam demokrasi, kata Caroline, transisi kekuasaan dilakukan melalui mekanisme elektoral yang melibatkan partai politik sebagai instrumen utama yg berfungsi melakukan rekrutmen dan seleksi kepemimpinan, termasuk kandidasi dalam pilkada.

“Ketika fungsi ini tidak berjalan, publik tidak punya pilihan. Jadi dalam konteks ini yang merugi lebih banyak sebenarnya adalah publik. Karena itu, publik perlu mendorong agar parpol bekerja dengan lebih baik. Dengan fasilitasi civil society, publik bisa memunculkan figur-figur alternatif yang berpeluang diusung oleh parpol,” jelas Caroline.

Selain itu, regulasi threshold yang tinggi juga disebut Caroline memiliki pengaruh. Sebagaimana diketahui, setiap partai politik atau gabungan harus memperoleh 20 persen kursi di DPRD untuk bisa mengusung kandidat.

“Iya, regulasi juga ada pengaruhnya. Apalagi dengan pola koalisi yg tidak permanen seperti yang terjadi di Indonesia di mana pengajuan pasangan calon di daerah bisa dilakukan oleh komposisi parpol berbeda dengan yang berkoalisi di tingkat nasional.” papar Caroline.

Fenomena calon tunggal meningkat sejak 2015

Mengutip Koran Tempo edisi Selasa, 6 Agustus 2024, pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan kehadiran calon tunggal meningkat sejak pilkada 2015. Peningkatan itu terjadi karena partai sejak awal ingin menjamin kemenangannya.

Pada 2015, ada 3 dari 269 daerah dengan calon tunggal. Potensi kemenangan mereka hampir 100 persen. Lalu terdapat 9 dari 101 daerah dengan calon tunggal dalam pilkada serentak 2017.

Dalam pilkada 2018, ada 16 dari 170 daerah dengan calon tunggal. Dari jumlah itu, hanya satu daerah di Kota Makassar yang calon tunggalnya kalah oleh kotak kosong. Sedangkan dalam pilkada 2020, ada 25 calon tunggal dari total 270 daerah. Mereka meraih kemenangan mencapai 100 persen.

“Dari 2015 sampai 2020, hanya ada 1 calon tunggal yang kalah. Sebanyak 52 calon tunggal lain menang. Jadi luar biasa kemenangannya,” kata Titi dalam suatu webinar, Ahad, 4 Agustus 2024.

Sumber: Tempo

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *