Hikmah Pagi: Bahaya Lisan dan Jari-jari

Bahaya Lisan dan Jari-jari
Bahaya Lisan dan Jari-jari

Hajinews.co.idDalam perkembangan sekarang, komunikasi tidak hanya bersifat verbal, namun dengan kemampuan mengetik di jari, Anda dapat berkomunikasi secara leluasa melalui jejaring sosial. Ada beberapa hal yang akan penulis bahas seperti:

  1. Berbicara tentang sesuatu yang tidak bermanfaat. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Tirmizi. Rasulullah SAW. bersabda, “Salah satu tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah meninggalkan yang tidak bermanfaat baginya.” Ini jelas bahwa Rasulullah SAW. mengajarkan umat muslim untuk lebih banyak diam ketika tidak diminta untuk berbicara. Jadi usahakan untuk menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat.

Umar bin Khattab RA berkata, “Barangsiapa yang banyak bicaranya, banyak kesalahannya. Barangsiapa yang banyak kesalahannya, akan banyak dosanya. Dan barangsiapa yang banyak dosanya,maka neraka adalah tempat yang pantas baginya.” Maka, hati-hatilah jika berbicara maupun memberi komentar yang belum jelas sumbernya. Terkait adab berbicara, Allah SWT juga melarang hamba-Nya untuk saling mengutuk, berbicara kotor dan sumpah serapah. Rasulullah SAW selalu berkata-kata sopan, penuh tata krama, lemah lembut sehingga tidak akan menimbulkan permusuhan sekalipun dengan musuhnya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Oleh sebab itu, jika ingin selamat dan tidak menanggung beban dosa maka ikutilah ajaran untuk menjaga lisan. Allah SWT. memperingatkan bahwa terdapat malaikat yang mencatat setiap ucapan manusia, yang baik maupun yang buruk. Allah SWT berfirman dalam surah Qaaf ayat 18 yang artinya, “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” Jadi jelas sekali agar setiap ucapan manusia selalu diawasi dan itu akan menentukan timbangan dosa/ pahalanya.

  1. Meremehkan. Merasa lebih daripada orang lain bisa berakibat sikap meremehkan. Kemampuan finansial maupun kemampuan ilmu, jika kita tidak hati-hati, keduanya bisa menjadi penyebab sikap meremehkan. Mengejek atau meremehkan orang lain dalam Islam adalah merupakan sifat yang tercela dan dibenci Allah SWT.

Sehingga, Dia memerintahkan hamba-Nya untuk meninggalkan perkara penyebab perpecahan tersebut dan bertaubat. Jika tidak, mereka termasuk orang-orang yang zalim. Di dalam surah Al Hujurat ayat 11, Allah SWT memerintahkan kita untuk tidak merendahkan orang lain. Mengapa? Karena bisa jadi orang yang direndahkan kondisinya lebih baik dan mulia di mata-Nya.

Dari ayat ini kita belajar untuk berkaca diri dan memperbanyak muhasabah. Arti ayat di atas, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.”

Merendahkan orang lain karena menganggap dirinya lebih tinggi derajatnya karena status sosial tidaklah perlu, karena hanya ketakwaan kepada Allah SWT yang menentukan kemuliaannya. Kedudukan, harta kekayaan, kehebatan keluarga semua itu karunia-Nya dan tidak perlu dibanggakan apalagi menjadi sombong. Ingatlah bahwa yang menentukan makammu bukanlah upaya maupun sandaran selain-Nya, namun Dialah yang Mahakuasa, Maha berkehendak. Jadi, menjadi sombong dan merasa diri terhormat adalah perbuatan sia-sia. Kesombongan itu bukanlah milik manusia.

  1. Menyebarkan rahasia orang lain. Menjaga rahasia adalah suatu kewajiban, maka sesungguhnya menyebarkan rahasia adalah perbuatan yang haram. Apalagi kalau itu menghantarkan kepada sesuatu yang membahayakan. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Tirmizi, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang berkata kepada orang lain dengan satu pembicaraan, kemudian dia menoleh, ingatlah itu adalah amanah (jangan sampai engkau berkhianat)”.

Orang-orang munafik adalah orang-orang yang suka menyebarkan rahasia orang lain. Mereka orang-orang yang tidak menjaga amanah, tidak menepati janji, dan kalau berkata berdusta. Adapun orang mukmin, dia menjaga amanah.

Oleh sebab itu menjaga rahasia seseorang adalah keharusan. Menurut Imam Ghazali, hukum membuka rahasia itu haram dan sangat dilarang. Adapun hikmah di balik pelarangan itu yaitu terdapat unsur menyakiti dan me remehkan hak-hak teman, apalagi hingga dapat membahayakan pemilik rahasia. Bila tidak terdapat unsur membahayakan, maka termasuk kategori tercela.

Dalam pandangan pakar ushul fikih dari kalangan salaf, Izz bin Abd As Salam, secara garis besar menutup aib manusia adalah tabiat manusia yang menjadi kekasih Allah SWT. Namun, dalam beberapa kondisi, adakalanya rahasia ataupun aib itu boleh dibeberkan. Terutama, jika ada maslahat atau menghilangkan bahaya. Argumentasi dalilnya merujuk pada kisah Nabi Yusuf saat menceritakan ajakan istri Aziz untuk berbuat mesum dan melanggar larangan-Nya.

Tiga perkara di atas yaitu berbicara tentang sesuatu yang tidak bermanfaat, meremehkan/menghina orang lain, dan menyebarkan rahasia orang lain. Ketiganya hendaknya dijauhi dan dihindari karena zaman sekarang sebagian orang senang berbicara meski kosong makna dan tidak perlu.

Sebagian orang juga berlomba-lomba menggapai harta kekayaan maupun jabatan dan kadangkala setelah ia raih semua itu, ia lupa diri dan berubah sikap menjadi orang yang sombong, suka merendahkan orang lain. Kondisi saat ini rahasia (kelemahan seseorang) bisa dijadikan strategi nilai tawar. Sering kita ketahui, antar pihak saling pegang rahasia kelemahan masing-masing khususnya di kalangan politisi. Hal ini menyebabkan saling kunci dan sejatinya hal ini menjadikan kurang produktif.

Ya Allah, bimbinglah dan jauhkan kami dari tiga perkara di atas, jadikanlah kami orang taat pada-Mu dan menunaikan hak-hak-Mu. Engkau Mahabesar dan Mahaberkehendavk.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *