Hikmah Pagi: Rela Menerima Takdir-Nya

Rela Menerima Takdir-Nya
Rela Menerima Takdir-Nya

Hajinews.co.idTakdir merupakan salah satu rukun iman yang wajib percaya bagi hamba-Nya. Sikap rela menerima merupakan bentuk keimanan seseorang. Saat engkau dekat dengan-Nya melalui pertolongan-Nya dan dengan mengosongkan hati dari makhluk, nafsu, dan segala sesuatu selain-Nya sehingga hatimu dipenuhi Allah SWT dan perbuatan-Nya. Maka engkau akan bergerak hanya karena kehendak-Nya, dan kau bergerak jika Allah SWT menggerakanmu. Keadaan ini menjadikan kau mencapai tahapan luruh. Kau telah bersatu bersama Tuhanmu tentu berbeda dari bersatu bersama selain-Nya.

Ingatlah janganlah senang hati bergantung dan bersatu dengan sesama, karena kau dan sesama itu sama-sama fakir dan tidak mempunyai kekuasaan untuk menjadi sandaran. Ditegaskan dengan firman-Nya dalam surah asy-Syura ayat 11 yang artinya, “(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.”

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Adapun makna ayat di atas adalah Allah SWT, tiada yang bisa menandingi oleh semua ciptaan-Nya. Oleh sebab itu, jika kau memperoleh kekuasaan yang sangat besar janganlah berlagak ikut mengatur atas pengaturan-Nya. Dia Maha Mendengar ucapan-ucapan hamba-hamba-Nya dan Maha Melihat segala perbuatan mereka. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari-Nya dan Dia akan membalas segala amal mereka; jika baik maka akan mendapat ganjaran baik, bila buruk maka akan mendapat ganjaran buruk.

Bagaimana kita bisa mencapai sikap rela? Awal kerelaan adalah sesuatu yang dapat dicapai seorang hamba dan itu merupakan makam, meskipun pada akhirnya kerelaan merupakan hal dan bukan sesuatu yang diperoleh dengan upaya. Ketahuilah bahwa bagi seorang hamba untuk bersikap rela terhadap takdir, karena hal ini bagian dari keimanannya.

Abdul Wahid bin Zayd menuturkan, “Kerelaan adalah gerbang Allah SWT yang terbesar dan surganya dunia ini.” Ketahuilah hamba tidak akan mendekati derajat kerelaan terhadap Tuhan-Nya sampai Allah SWT rida terhadapnya. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al Bayyinah ayat 8 yang berbunyi, “Allah rida kepada mereka, dan mereka pun rela kepada-Nya.”

Syekh Abu ‘Ali ad-Daqqaq menuturkan, “Seorang murid bertanya kepada syekhnya, ‘Apakah si hamba mengetahui kalau Allah rida kepadanya?’ Sang syekh menjawab, ‘Tidak. Bagaimana dia bisa tahu hal itu sedangkan keridhaan-Nya adalah sesuatu yang tersembunyi?’ Kemudian murid memprotes, ‘Tidak, dia bisa mengetahuinya!’ Syekhnya bertanya, ‘Bagaimana si hamba bisa tahu?’ Murid langsung menjawab, ‘Jika saya mendapati hati saya rela kepada Allah SWT, maka saya tahu bahwa Dia rida kepada saya.’ Maka sang syekh berkata, ‘Sungguh baik sekali ucapanmu itu, anak muda’.”

Dikisahkan ketika Nabi Musa AS berdoa, “Ya Allah, bimbinglah aku kepada amal yang akan mendatangkan keridhaan-Mu.” Allah SWT menjawab, “Engkau tidak akan mampu melakukannya.” Lalu Musa bersujud dan terus memohon. Maka Allah SWT. lalu mewahyukan kepadanya, “Wahai putra Imran, keridaan-Ku ada pada kerelaanmu menerima ketetapan-Ku.”

Kedua kisah diallog syekh dengan muridnya dan doa Musa AS menunjukkan kekuasaan-Nya hingga para hamba akan memperoleh rida-Nya dengan: 1. Kerelaan hati kepada-Nya dan 2. Kerelaan menerima ketetapan-Nya. Kerelaan hati kepada-Nya merupakan bentuk keikhlasan hanya satu-satunya bersandar kepada-Nya. Adapun seorang hamba yang menerima ketetapan-Nya merupakan bentuk keimanan pada salah satu rukun iman.

Penulis akan mendendangkan syair tentang cinta dan benci.

Ketika cinta menjadi menu.

Semua terlihat indah nan menawan.

Sang kekasih tiada cela, seakan sempurna adanya.

Mata tidak bisa menelisik keburukan, menjadi tumpul.

Puja-puji selalu datang bagai banjir bandang.

Kau lupa telah menoleh dan tiada memandang pada-Nya.

Ketika kebencian menjadi selimutmu.

Semua yang kau lihat hanyalah cacatnya.

Cacian dan makian bagai senapan lepaskan peluru dari mulut.

Itu beda cinta dan benci.

Cinta hakikat hanya pada-Nya, bencilah pada maksiat.

Idola biasanya dipuji setinggi langit dan sebaliknya yang dibenci akan dimaki habis-habisan. Dalam pelaksanaan pesta demokrasi telah berlalu, maka janganlah mempertentangkan perbedaan pilihan khususnya pada calon presiden. Ingatlah bahwa perbedaan itu rahmat-Nya. Setiap insan yang beriman wajib menghindarkan pembelahan (polarisasi) di masyarakat. Sang idola yang dicintai dan lawan politiknya yang dibenci, maka ingatlah bahwa cintamu sejatinya hanya pada-Nya dan kebencianmu hanya pada perbuatan maksiat. Rukunlah bahwa kita semua bersaudara dalam bingkai NKRI, saling hormat, saling membantu dan saling menasehati.

Ya Allah, berikanlah kami semua keteguhan iman sehingga pelaksanaan pesta demokrasi dengan jujur dan adil. Yakinkan kami semua agar rela menerima ketetapan-Mu dan tetap hidup bersama secara rukun dan harmonis.

***

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *