Kultum 530: Maksud Menghidup-Hidupkan Sunnah

Menghidup-Hidupkan Sunnah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Sebagian ulama berpendapat, bahwa istilah yang tepat untuk menyebut tradisi atau budaya pelaksanaan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan sebutan “as-sunnah al-hayyah”. Arti per kata frasa ini adalah sunnah yang hidup, bukan “ihya as-sunnah” yang arti per katanya adalah menghidupkan sunnah. Hal ini bisa dirujuk ke contoh yang diberikan Nabi dan para sahabat.

Di dalam buku Ilmu Living Quran Hadits, Ustadz Ahmad Ubaydi Hasbillah telah menjelaskan bahwa semua sunnah telah hidup pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sebab Nabi sendirilah yang menghidupkannya. Dengan demikian, semua yang terjadi pada diri Nabi dapat dengan segera ditiru dan dihidupkan sahabat-sahabatnya. Sedangkan upaya dalam proses pelaksanaannya disebut sebagai ihya as-sunnah.

Satu contoh dalam hal ini tercermin ketika Nabi melakukan qiyamu lail Ramadhan. Para sahabat tanpa bertanya-tanya sama sekali, langsung saja mereka mengikutinya. Bahkan bukan hanya itu. Mereka pun langsung beramai-ramai menghidupkan qiyamul lail di masjid padahal Nabi sama sekali tidak memerintahkannya. Nah, pada malam-malam berikutnya, Nabi sengaja tidak pergi ke masjid sedangkan mereka masih tetap menghidupkan malam-malam mereka di masjid. Setelah diklarifikasikan kepada Nabi alasan ketidakhadirannya di masjid pada malam-malam saat mereka semakin ramai ber-qiyamul lail, Nabi menjawab, “Aku hanya takut hal itu akan menjadi wajib untuk kalian”.

Sikap Nabi seperti itu merupakan bentuk cinta kasih kepada umatnya, sebab Nabi tidak ingin membebani umatnya. Maka dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa ketika Nabi menghidupkan sunnahnya, para sahabat tentu sangat bersemangat menghidupkannya.

Itulah sebabnya pada masa Nabi, praktik living Qur’an-hadits lebih tepat disebut sebagai sunnah yang hidup daripada menghidupkan sunnah.

Namun, pada zaman modern seperti sekarang, tidak banyak umat Muslim yang menghidup-hidupkan (mempraktikkan) sunah Nabi. Padahal sebagaimana diriwaytakan ‘Amr bin ‘Auf bin Zaid al-Muzani Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِى فَعَمِلَ بِهَا

النَّاسُ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ

بِهَا لاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

Artinya:

Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun (HR. Ibnu Majah, no. 209, lihat juga Shahh Ibnu Majah 173).

Hadits di atas sejalan dengan firman Allah Subhanahu wata’ala yang telah menjanjikan keberkahan dunia akhirat bagi mereka yang menjalankan perintahNya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى

وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ

وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ

مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Artinya:

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. An-Nahl, ayat 97).

Menjalankan perintah Allah Subhanahu wata’ala dan sunnah Nabi juga termasuk perwujudan rasa syukur kita terhadap segala nikmat yang telah Allah berikan, baik nikmat kehidupan, kesehatan, dan lain lainnya. Rasa syukur harus pula dibuktikan dengan amal atau perbuatan. Caranya, dengan mengikuti sunah sesuai bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Pasalnya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah memberikan bimbingan yang lengkap dan rinci, karena beliau adalah “Uswatun Hasanah” bagi kita.

Cara hidup berdasarkan sunah itu dimulai dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Misalnya, seorang Muslim harus membiasakan bangun pagi. Maksimal, saat terdengar kumandang adzan Subuh. Bahkan, jika memungkinkan, para Muslimah sebaiknya bangun sebelum adzan Subuh atau di sepertiga malam. Sepertiga malam merupakan waktu-waktu yang sangat istimewa, ujarnya.

Tidur di awal malam lebih baik dibandingkan tidur di akhir malam. Sebaliknya, kebiasaan terjaga di akhir malam sangat baik bila digunakan untuk beribadah, berzikir, serta bermunajat kepada Allah Azza wa Jalla. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: Orang yang berdoa kepada-Ku akan Kukabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni”.

Kita tidak perlu lagi memikirkan bagaimana Allah Subhanahu wata’ala turun, karena otak kita tidak akan sanggup memikirkan itu. Mari kita pikirkan saja otak kita tidak akan sanggup. Jadi imani saja, sebab hanya Allah Subhanahuwata’ala saja yang tahu bagaimana turun ke langit dunia. Allahu ya’lam.

Semoga yang kita baca ini menjadi pengingat dan penambah iman kita; kalau sekiranya bisa bermanfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                             —ooOoo—

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *