Mengukur Kesehatan Suatu Organisasi

Mengukur Kesehatan Suatu Organisasi
Masrifan Djamil

Oleh: Masrifan Djamil*

Organisasi yang Efektif

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Hajinews.co.id – Orde Baru di Indonesia menjadi fajar yang cerah bagi berdirinya organisasi dan perkumpulan. Tumbuh subur organisasi dengan basis anggota yang sangat bervariasi. Ada yang sekedar LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau Organisasi Massa (Ormas), baik yang berbasis agama atau sosial dan budaya. Selanjutnya ke dalampun organisasi berkembang dengan cabang-cabangnya, ada unsur pemuda, pemudi, perempuan/wanita, lembaga fungsionalnya, misal petani, nelayan dll. Organisasi Partai Politik sudah demikian sebelumnya, misalnya PKI (Partai Komunis Indonesia), Golongan Karya dikenal lengkap mempunyai anak organisasi yang disebut onderbow (bahasa Belanda untuk sub organisasi yang dibentuk untuk mengembangkan induknya) yang loyal sepenuhnya kepada pimpinan/pengurus dan AD ART. Dalam organisasi militer dikenal organisasi sayap. Demikian juga di Ormas keagamaan, misalnya NU dan Muhammadiyah.

Organisasi ada yang berjalan dengan baik, atau efektif dan memberi manfaat, mereka dapat mencapai tujuannya. Namun tak jarang yang didirikan untuk deklarasi dan selanjutnya “tidak bermutu tetapi banyak makan biaya”. Organisasi seperti itu disamakan dengan penggalan ayat, “Laa yamuutu walaa yahya”, alias “tidak hidup, mati pun tidak”. Dalam kosa kata yang umum disebut Organisasi Papan Nama. Ada kantor, entah rumah siapa, ada pengurus, tetapi tak ada anggota, dan kegiatannya. Maka kita harus punya alat ukur dan ukuran, bagaimana organisasi yang sehat dan efektif (hidup dan bermanfaat)?

Kalau diukur dengan semua indikator kesehatan organisasi, maka organisasi militer dan kepolisian adalah organisasi yang terbaik, dalam arti efisien dan semua perintah organisasi atau komando dijalankan dengan baik. Mengapa demikian? Karena organisasi tersebut memang berjalan sesuai komando, maka garisnya garis lurus dan semua anggota dibina taat sepenuhnya kepada atasan langsungnya. Demikian secara berjenjang hingga pimpinan puncak. Di organisasi ini, insubordinasi adalah pelanggaran berat, dan pelakunya dihukum sesuai berat ringannya insubordinasi, peraturan yang berlaku internal dan hirarki yang ada.

Penyimpangan dalam Organisasi

Masa Orde Reformasi adalah masa subur bagi organisasi baik yang lama maupun yang baru berdiri. Semakin banyak basis untuk membentuk organisasi di masa ini. Di suatu kota bisa ratusan organisasi, dari yang berbasis hobi, misalnya jogging, bersepeda (disebut gowes), penggemar kucing, berbasis olahraga lingkup RW atau kelurahan sampai nasional dll. Bahkan sampai-sampai alumni sekolah atau imam masjid dan khotibnya atau muballighnya mempunyai organisasi. Jadi organisasi yang berfungsi, mempunyai anggota, pengurus, ketentuan organisasi

Ada kewajiban yang harus dilakukan di negeri kita, yakni suatu organisasi harus mendaftarkan diri ke Kantor Kesbangpol di Kota masing-masing. Salah satu manfaatnya bisa mendapat dana hibah dari Pemerintah untuk pembinaan organisasi, dan fasilitas lain yang diijinkan.

Pemberian dana hibah justru banyak menjebak pengurus dari suatu organisasi untuk ikut-ikutan korupsi, sehingga kemudian pelakunya masuk penjara. Organisasi juga ada yang tergoda untuk terpecah belah. Catatan yang ada menunjukkan kedua organisasi yang terpecah masing-masing mendapat pengesahan dari Ditjen AHU Menhukham. Kabarnya jumlah organisasi sejenis dalam satu profesi kabarnya adalah advokat, ada 7 organisasinya. Maka konsolidasi organisasi menjadi amat strategis untuk dilakukan terus menerus, agar organisasi tetap solid, bersatu dan kompak dalam mengatasi ancaman perpecahan.

Apa Hakekat Organisasi

Sudah banyak pemahaman organisasi, terutama para pengurus pasti paling jago memahami organisasi. Namun banyak juga yang tidak paham, bagaimana menjalankan organisasi dengan baik dan efektif, padahal sudah menjadi pemimpin nasionalnya. Juga sudah banyak buku berbahasa Indonesia membahas organisasi, maka mari kita iseng memakai literatur berbahasa Inggris untuk membahas pengertian organisasi.

Salah satu website hasil telusuran Google search saya, menyampaikan pengertian organisasi secara simpel sebagai berikut:

“An organization is a body built for a collection of individuals who join together to achieve some common goals and objectives bounded by legal entities. Organizations are often referred to as a company, institution, association, government body, etc.” (keka.com).

Dalam organisasi modern siapa yang menjalankan organisasi dan mempunyai otoritas, ditata dengan baik misalnya dengan Kongres, Muktamar, Musyawarah Nasional dll nama pertemuanm puncak sejenis, lalu dirumuskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) dan ketentuan-ketentuan organisasi lain yang berlaku. Lembaga atau siapa orang yang bisa membuat keputusan yang berlaku bagi organisasi dan anggotanya, atau siapa yang mempunyai otoritas, semuanya telah disusun secara proporsional, rasional dan hirarkikal hasil dari musyawarah organisasi tersebut.

Menurut M Weber otoritas dalam suatu organisasi itu bersumber dari 3 hal sbb:

Rational grounds – resting on a belief in the “legality” of patterns of normative rules and the right of those elevated to authority under such rules to issue command (legal authority)

Traditional grounds – resting of eshtablished belief in the sancity of immemorial traditions and the legitimacy of the status of those exercising authority under them (traditional authority), or finally,

Charismatic grounds – resting on devotion to the specific and exeptional sancity, heroism or exemplary character of an individual person, and of the normative patterns or order revealed or ordained to him (charismatic authority)

(Legitimate Authority and Bureucracy, M Weber dalam Organization Theory, Selected Readings oleh D. S. Pugh, 1984)

Organisasi juga bisa terjebak mengalami penyakit organisasi, yakni suatu misleading paradigm, bahwa yang berhak mengatur adalah mereka yang pernah berjasa dalam organisasi dan banyak kontribusi misalnya pendiri, penyumbang dana, bukan nilai dan tata aturan sebagaimana yang dibangun organisasi. Bahkan bisa jadi kontributor sudah berada di luar organisasi masih “cawe-cawe” mengatur atau mengintervensi organisasinya. Bisa dikatakan, peran untuk mengatur model begini mengabaikan mekanisme organisasi. Jika tidak diatur secara baik, semua yang diluar AD ART dan ketentuan organisasi adalah illegal, tidak punya legitimasi, maka tidak sah.

Indikator untuk Mengukur Kesehatan Organisasi

Mengukur kesehatan organisasi sampai titik artikel ini, dengan indikator sebagai berikut:

  • Ada anggota
  • Ada pengurus yang dipilih oleh anggota
  • Ada sekretariat (ini relatif, karena di jaman digital ini, kantor amat fleksibel, instruksi dan penggerakan bisa melalui medsos)
  • Ada tujuan organisasi yang ditetapkan bersama dan akan dicapai
  • Ada mekanisme pengambil keputusan (rapat dll dirumuskan dengan AD ART dan ketentuan organisasi yang sah)
  • Ada susunan pengurus yang menunjukkan hirarki
  • Perintah organisasi berdasar komando atau musyawarah (demokrasi)
  • Apakah efektif perjalanan organisasi dalam mencapai tujuan
  • Ada sumber daya (dana dll) untuk menjalankan roda organisasi
  • Ada hasil musyawarah tertinggi (Munas dan nama sejenisnya), berapa tahun berlakunya periode, apa yang telah dicapai selama ini.

Organisasi yang tidak sehat, bahkan banyak kegiatannya tidak sah, ada hal-hal sebagai berikut:

Pengertian yang keliru tentang siapa yang berhak sehingga organisasi mudah diintervensi atau dimanipulasi dari yang tidak berhak dan berwenang

Membiarkan cawe-cawe pihak lain yang tidak ada ketentuan dalam AD ART dan ketentuan organisasi yang sah

Instruksi tidak efektif dilaksanakan, maka program tidak berjalan

Pengambilan keputusan macet.

*) Masrifan Djamil adalah dokter, doktor ilmu kedokteran, pakar public health dan manajemen RS, aktivis organisasi profesi dokter, organisasi sosial dan ormas keagamaan, muballigh, tinggal di Semarang.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *