Kultum 534: Mimpi Berhaji ke Tanah Suci

Mimpi Berhaji ke Tanah Suci
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

سْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Pak Abdullah merasa tidak pernah pergi sampai ke Tanah Suci. Namun kawan-kawannya mengatakan lain. Siapapun orang yang sudah pernah berhaji,tentunya sudah pasti pernah pergi ke Tanah Suci, yaitu Makkah mungkin juga Madinah. Namun tidak demikian dengan ulama yang bernama Abdullah ini.

Dia tak pernah sampai di Tanah Suci, tetapi semua orang menyebut dia telah pernah berhaji. Dengan demikian, ulama yang satu ini lebih dikenal dengan nama Haji Abdullah bin Mubarak. Adapun kisah semua itu adalah sebagai berikut.

Kisah tersebut dituliskan dalam Kitab An-Nawadir, karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi. Dalam kitab itu dikisahkan perjalanan Abdullah bin Mubarak bepergian ke Tanah Suci, dan terhenti di Kota Kuffah. Dia melihat seorang perempuan sedang mencabuti bulu bangkai itik atau bebek.

Melihat kejadian tersebut, Abdullah bertanya, “Ini bangkai atau hasil sembelihan yang halal?” Dan perempuan itu menjawab, “Bangkai, dan aku akan memakannya bersama keluargaku”.

Mendengar jawaban demikian, Abdullah jadi semakin penasaran. Dia pikir ternyata bangkai menjadi santapan keluarga di negeri Kuffah itu. Abdullah kemudian mengingatkan perempuan itu bahwa memakan bangkai itu adalah haram hukumnya.

Tetapi ketika diperingatkan, wanita itu malah mengusirnya. Abdullah pun pergi, tetapi dia selalu datang lagi dengan nasihat yang sama. Hal itu dia lakukan setiap hari dia menjumpai perempuan tersebut. Suatu hari perempuan itu menjelaskan perihal keadaannya.

Perempuan itu mngatakan, “Aku memiliki beberapa anak. Selama tiga hari ini aku tak mendapatkan makanan untuk menghidupi mereka”. Sampai di sini, hati Abdullah bergetar dan terharu. Maka ia segera pergi dan kembali lagi dengan keledainya dan membawa makanan, pakaian, dan sejumlah bekal. Abdullah mengatakan, “Ambilah keledai ini beserta barang-barang bawaannya. Semua untukmu”.

Tidak terasa, musim haji berlalu dan Abdullah masih berada di kota Kuffah. Artinya, dia gagal menunaikan ibadah haji tahun itu. Dia memutuskan bermukim sementara di sana, sampai para jemaah haji pulang ke negeri asal dan Abdullah ikut rombongan jamaah yang pulang dari melaksanakan haji.

Begitu Abdullah tiba kembali di kampung halaman, Abdullah pun disambut oleh masyarakat. Mereka beramai-ramai memberi ucapan selamat atas ibadah hajinya. Abdullah merasa malu karena keadaannya tidak seperti yang disangka orang-orang kampungnya.

Demi mengatakan yang sebenarnya, Abdullah pun mengatakan, “Sungguh aku tidak menunaikan haji tahun ini”. Demikian ia berusaha meyakinkan para penyambutnya. Namun, kawan-kawannya di kampung berkata lain. Cerita teman-temannya itu bahkan sangat mengejutkan Abdullah.

Kawan-kawannya yang berhaji mengatakan cerita lain. Salah satunya mengatakan, “Subhanallah, bukankah kami menitipkan bekal kepadamu saat kami pergi kemudian mengambilnya lagi saat kau di Arafah?” dan yang lain juga ikut menanggapi, “Bukankah kamu saat itu yang memberi minum kami di suatu tempat sana?”

Bahkan yang lain lagi juga ikut menimpali, “Bukankah kamu yang membelikan sejumlah barang untukku”, kata yang satunya lagi. Sampai di sini Abdullah bin Mubarak menjadi semakin bingung. Saking bingungnya, Abdullah mengatakan, “Aku tak paham dengan apa yang kalian katakan. Aku tidak melaksanakan haji tahun ini”.

Rasa bingung Abdullah ini tentu saja dirasakan sampai siang dan sore hari. Dan pada malam harinya, di dalam mimpi Abdullah mendengar suara, “Hai Abdullah, Allah telah menerima amal sedekahmu dan telah mengutus malaikat menyerupai sosokmu, untuk menggantikanmu menunaikan ibadah haji”.

Demikian kisah yang diceritakan dalam kitab An-Nawadir, karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi. Bayangkan, jika Allah tidak segera memberitahukan kepada Abdullah melalui mimpi malam itu. Bisa jadi Abdullah akan menjadi orang yang selalu bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, “Mengapa semua orang memanggil saya sebagai Pak Haji, padahal saya benar-benar belum berhaji?”.

Pembaca yang dirahmati Allah. Mimpi adalah sesuatu yang menghiasi tidur kita, baik itu mimpi baik maupun mimpi buruk. Namun ada satu hikmah yang bisa kita petik dari mimpi Pak Abdullah ini.

Hikmah itu adalah, kalau toh apa yang dialami Pak Abdullah itu hanya mimpi, dan memang hanya mimpi, setidaknya mimpi itu menjadi hiburan yang tidak saja menghibur, tapi juga menyejukkan jiwa. Tampaknya, sedekah yang ikhlas (entah berupa apa) dari Pak Abdullah kepada teman-temannya yang berangkat menunaikan haji menjadi kunci terjadinya mimpi Pak Abdullah ini. Wallahu a’lam.

Semoga yang kita baca ini menjadi pengingat menambah iman kita, dan kalau sekiranya bisa memberi manfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                               —ooOoo—

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *