Hikmati Malam: Dari Sudut Pandang Islam, Kematian Bukanlah Hal Yang Buruk, Begini Penjelasannya

Kematian Bukanlah Hal Yang Buruk
Kematian Bukanlah Hal Yang Buruk

Hajinews.co.idProf. Dr M  Quraish Shihab mengatakan, meskipun kematian terkesan seperti kepunahan, namun sebenarnya itu adalah kelahiran kedua. Kematian seseorang bisa diibaratkan seperti habisnya sebutir telur. Anak ayam yang terkurung di dalam telur tidak dapat mencapai kematangan penuh sampai menetas.

“Demikian juga manusia, mereka tidak akan mencapai kesempurnaannya kecuali apabila meninggalkan dunia ini (mati),” tulis Quraish Shihab dalam bukunya berjudul “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat” (Mizan, 2007).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Menurut Quraish, ada beberapa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada kematian, antara lain al-wafat (wafat), imsak (menahan).

Dalam surat Al-Zumar (39) : 42 dinyatakan bahwasanya, “Allah mewafatkan jiwa pada saat kematiannya, dan jiwa orang yang belum mati dalam tidurnya, maka Allah yumsik (menahan) jiwa yang ditetapkan baginya kematian, dan melepaskan yang lain (orang yang tidur) sampai pada batas waktu tertentu.”

Ar-Raghib menjadikan istilah-istilah tersebut sebagai salah satu isyarat betapa Al-Quran menilai kematian sebagai jalan menuju perpindahan ke sebuah tempat, dan keadaan yang lebih mulia dan baik dibanding dengan kehidupan dunia. Bukankah kematian adalah wafat yang berarti kesempurnaan serta imsak yang berarti menahan (di sisi-Nya)?

Memang, Al-Quran juga menyifati kematian sebagai musibah malapetaka (baca surat Al-Maidah [5] : 106), tetapi agaknya istilah ini lebih banyak ditujukan kepada manusia yang durhaka, atau terhadap mereka yang ditinggal mati. Dalam arti bahwa kematian dapat merupakan musibah bagi orang-orang yang ditinggalkan sekaligus musibah bagi mereka yang mati tanpa membawa bekal yang cukup untuk hidup di negeri seberang.

Kematian juga dikemukakan oleh Al-Quran dalam konteks menguraikan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia. Dalam surat Al-Baqarah (2) : 28 Allah mempertanyakan kepada orang-orang kafir.

“Bagaimana kamu mengingkari (Allah) sedang kamu tadinya mati, kemudian dihidupkan (oleh-Nya), kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya.”

Nikmat yang diakibatkan oleh kematian, bukan saja dalam kehidupan ukhrawi nanti, tetapi juga dalam kehidupan duniawi, karena tidak dapat dibayangkan bagaimana keadaan dunia kita yang terbatas arealnya ini, jika seandainya semua manusia hidup terus-menerus tanpa mengalami kematian.

Muhammad Iqbal menegaskan bahwa mustahil sama sekali bagi makhluk manusia yang mengalami perkembangan jutaan tahun, untuk dilemparkan begitu saja bagai barang yang tidak berharga. Tetapi itu baru dapat terlaksana apabila ia mampu menyucikan dirinya secara terus menerus. Penyucian jiwa itu dengan jalan menjauhkan diri dari kekejian dan dosa, dengan jalan amal saleh. Bukankah Al-Quran menegaskan bahwa,

Mahasuci Allah Yang di dalam genggaman kekuasaan-Nya seluruh kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya, dan sesungguhnya Dia Mahamulia lagi Maha Pengampun” ( QS Al-Mulk [67] : 1-2).

Demikian terlihat bahwa kematian dalam pandangan Islam bukanlah sesuatu yang buruk, karena di samping mendorong manusia untuk meningkatkan pengabdiannya dalam kehidupan dunia ini, ia juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi, serta mendapatkan keadilan sejati.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *