Mengagumkan! Dengan Alat Sederhana, Insinyur Gaza Ubah Air Laut Layak Minum

Di Gaza yang porak-poranda akibat perang, setiap tetes air sangat berharga. Foto/Reuters

Hajinews.co.id — Kepiawaian Inas al-Ghul menyelamatkan banyak nyawa di Gaza. Dengan alat sederhana yang dibuatnya air laut yang asin berhasil diubah menjadi air minum.

Menggunakan kayu dan kaca jendela dari bangunan yang sebagian besar telah ditinggalkan selama 10 bulan perang, insinyur pertanian berusia 50 tahun ini membuat saluran tertutup kaca.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dia membiarkan air laut menguap dari saluran tersebut, yang dipanaskan oleh efek rumah kaca yang diciptakan oleh kaca, sehingga air dapat terdistilasi dan meninggalkan garam. Dari sana, selang hitam panjang membawa air yang menguap ke wadah lain yang diisi dengan arang aktif untuk menyaring kotoran lebih lanjut.

“Ini adalah perangkat yang sangat sederhana, sangat mudah digunakan dan dibangun,” kata al-Ghul kepada AFP setelah meneguk air yang sudah difilter di rumahnya di Khan Younis, di Jalur Gaza selatan.

Di Gaza yang porak-poranda akibat perang, setiap tetes air sangat berharga. Filter air tenaga matahari buatan Inas al-Ghul menjadi aset vital bagi rakyat Palestina yang kehausan di bawah serangan tanpa henti dan di bawah terik panas wilayah tersebut.

Perangkat yang dibuat al-Ghul nyaris tidak memerlukan listrik. Filter dan panel surya beroperasi hanya dengan energi matahari yang melimpah di Gaza, dengan 14 jam sinar matahari per hari di musim panas, dan delapan jam di musim dingin.

Ini terbukti sangat berguna pada saat pembangkit listrik satu-satunya di Gaza tidak beroperasi dan pasokan listrik dari Israel telah terputus selama berbulan-bulan.

Dengan bahan bakar terbatas, pabrik desalinasi Gaza yang tidak rusak akibat pertempuran beroperasi dengan kapasitas yang sangat berkurang.

Mohammad Abu Daoud, pengungsi Gaza yang berkeringat di bawah sinar matahari siang, mengatakan penemuan al-Ghul datang pada waktu yang tepat. “Selama sekitar dua bulan, kami sepenuhnya bergantung padanya,” katanya.

Di sekolah yang diubah menjadi tempat perlindungan tempat Abu Daoud tinggal, dekat rumah al-Ghul, keluarga-keluarga pengungsi lainnya telah bergantung pada sistem penyaringan air untuk mengisi botol mereka. Tangki berkapasitas 250 liter yang menyimpan air bersih cepat habis.

Inovasi ini membawa bantuan penting karena air yang tersedia untuk warga Gaza saat ini rata-rata 4,74 liter per hari. Di bawah sepertiga dari minimum yang direkomendasikan dalam keadaan darurat. Diperkirakan air yang tersedia per orang per hari di Jalur Gaza merosot sebesar 94 persen sejak awal perang.

Air sudah langka sebelum konflik meletus dan sebagian besar tidak dapat diminum. Populasi yang berjumlah 2,4 juta bergantung terutama pada akuifer yang semakin tercemar dan menipis.

Air sebagai Senjata Perang

Perang meletus sejak serangan badai Al-Aqsha Hamas pada 7 Oktober lalu, yang mengakibatkan kematian 1.199 orang. Sementara serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan setidaknya 40.173 orang.

Oxfam menuduh Israel menggunakan “air sebagai senjata perang,” dan memperingatkan tentang bencana kesehatan mematikan bagi warga Gaza. Kelompok bantuan menghitung bahwa serangan militer Israel telah merusak atau menghancurkan lima situs infrastruktur air dan sanitasi setiap tiga hari sejak awal perang.

Kekurangan air bersih telah berdampak drastis pada populasi, dengan 26 persen dari populasi Gaza jatuh sakit parah akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.

Sumber: Sindonews

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *