Hikmah Pagi: Negara

Negara

Hajinews.co.idNegara tidak akan pernah berdiri kokoh jika tidak bisa menetapkan tujuan ideal yang menjamin kehidupan masyarakat yang lebih baik. Penulis yakin semua orang sepakat bahwa masa depan harus lebih baik, meski ada permasalahan yang dihadapi di masa lalu. Peran kaum intelektual seharusnya dalam memikirkan masa depan bangsa dan negara.

Negara berjalan menuju tujuannya tentu digerakkan oleh penguasa yang memperoleh amanah masyarakat. Menurut Ibnu Khaldun, kekuasaan itu terbentuk melalui kemenangan. Kekuasaan itu merupakan kedudukan menenangkan, meliputi berbagai kesenangan materi maupun maknawi, material maupun spiritual, visible maupun invisible sehingga untuk mendapatkannya seringkali melalui kompetisi yang menggemparkan dan sedikit orang yang mau menyerahkannya. Partai yang menjadi pilar demokrasi, maka partai acapkali menjadi proteksi, pembela, bahkan klaim untuk semua persoalan.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Kekuasaan dan politik menurut Ibnu Khaldun adalah, memiliki tujuan yang substansial dan seharusnya diformulasikan untuk kemanusiaan, karena keduanya secara naluri berkait dengan fitrah manusia dan pola pikirnya yang condong kepada maslahat. Dalam hal ini meliputi kebutuhan manusia terhadap perlindungan, keamanan, kesejahteraan dan lainnya. Ini termasuk tanggung jawab politik dan kekuasaan.

Dalam pandangan Islam, kekuasaan adalah bagian dari perintah syariat yang sangat penting dan menjadi potensi ladang amal kebaikan yang berbuah pahala yang sangat besar. Tapi sebaliknya, jika disalahgunakan akan mendapatkan murka Allah SWT dan siksa neraka. Oleh sebab itu, bagi seorang mukmin, kekuasaan itu seharusnya direbut untuk dijadikan wasilah menuju negeri yang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Negeri yang dipimpin seorang mukmin akan bercirikan, penguasanya tidaklah tamak pada materi, tidak cinta dunia dan kedudukan, tidak lemah di hadapan popularitas, tidak takut kehilangan dunia dan tidak bersikap busuk untuk menggerus tugas intelektual dan spiritual.

Sebuah hadis diriwayatkan oleh Bukhari, Nabi bersabda: Sesungguhnya pemimpin itu adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya, dan merasa kuat dengannya. Jika pemimpin itu memerintahkan untuk bertakwa kepada Allah SWT dan ia berlaku adil, maka bagi mereka pahala. Tetapi jika mereka memerintahkan selainnya (bukan hal yang baik), maka mereka mendapatkan dosa dari perintah itu. Salah satu kewajiban pemimpin, khususnya pemerintah, dalam dunia Islam ialah memberikan perlindungan dan rasa aman terhadap segenap rakyatnya agar mereka merasa aman dari berbagai macam gangguan, baik dari ancaman dari dalam maupun dari luar.

Sedangkan untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya, telah diberikan contoh oleh Amirul Mukminin Umar bin Khattab, yang berhasil memperluas wilayah Islam dengan menaklukkan wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh dua kerajaan besar yaitu Persia dan Romawi, yaitu wilayah Syam, Mesir, hingga Irak. Kemudian sistem administrasi ditata dengan baik yang membuat pemerintahannya berjalan stabil dan rakyatnya sejahtera. Tentu sikap adil dan amanah merupakan ciri kepemimpinannya.

Prestasi Umar bin Abdul Aziz pada masanya memiliki orientasi dalam kepemimpinanya. Ia berhasil memperluas wilayah dengan metode dakwah serta penekanan amar ma’ruf nahi mungkar. Bahkan dalam perluasan wilayah, ia tidak menggunakan kekuatan militer. Akhir dari pemerintahannya, tidak ditemukan rakyatnya yang menjadi orang meminta-minta (fakir) dan mereka menjadi orang yang sejahtera.

Menurut Ibnu Khaldun ada tahapan dalam perkembangan suatu negara:

  1. Tahap Pendirian Negara. Tahapan ini untuk mencapai tujuannya dengan menaklukkan atau merebut kekuasaan.
  2. Tahap Pemusatan Kekuasaan. Pemusatan kekuasaan adalah kecenderungan yang alamiah pada manusia. Ketika penguasa merasa kekuasaan telah mapan, maka ia akan memonopoli kekuasaan dan menjatuhkan elemen-elemen yang sebelumnya menopang kekuasaannya.
  3. Tahap Kekosongan. Tahap ini merupakan penikmatan kekuasaan yang didapat. Mereka akan mengumpulkan harta kekayaan, mengabadikan peninggalan-peninggalan dan meraih kemegahan. Negara dalam posisi puncak perkembangannya.
  4. Tahap Ketundukan dan Kemalasan. Negara dalam keadaan statis, tidak ada perubahan apapun, negara seakan menunggu permulaan akhir kisahnya.
  5. Tahap Foya-foya dan Penghamburan Kekayaan. Tahap ini negara mengalami masa ketuaan dan dirinya telah diliputi penyakit kronis yang menuju keruntuhan.

Negara tercinta ini sudah masuk pada tahapan yang mana? Tentu para pembaca maupun penulis akan berbeda-beda persepsinya, namun benang merahnya akan kelihatan. Oleh karena itu, bagi penguasa yang pegang amanah hendaknya bisa menjaga momentum agar negara tidak mengalami perkembangan menurun atau tidak menuju keruntuhannya.

Semoga Allah SWT. menjaga dan menguatkan iman penguasa agar menjalankan negara sesuai tujuannya. Hindarkan dengan tidak mementingkan diri dan kelompoknya.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *