PPHKI soal Kemenkes Hentikan PPDS Anestesi UNDIP, Ombudsman Diminta Investigasi Prakarsa Sendiri

PPHKI soal Kemenkes Hentikan PPDS Anestesi UNDIP, Ombudsman Diminta Investigasi Prakarsa Sendiri

Hajinews.co.id — Ketua Perhimpunan Profesional Hukum dan Kesehatan Indonesia yang juga Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) bagian Hukum, Muhammad Joni mempertanyakan mengapa Program PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (UNDIP) dihentikan oleh Kemenkes atas duga adanya perundungan. Menurutnya PPDS tidak bersalah dan bukan pelaku.

“Tidak berdasar Kemenkes menghentikan PPDS Anestesi UNDIP (vide Surat Kemenkes Nomor TK.02.02/D/44137/2024, Hal: Pemberhentian Program Anestesi Universitas Diponegoro di RSUP Dr. Kariadi, 14 Agustus 2024). Layanan medis anestesi itu kepentingan publik. ORI diminta investigasi dengan prakarsa sendiri. Mengapa?” ungkapnya dalam keterangan terulis yang diterima redaksi Hajinews.co.id, Kamis (12/9/2024).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pertama, kata Joni, tidak ada wewenang Kemenkes hentikan program PPDS Anestesi UNDIP di RS Dr. Kariadi –yang terikat perjanjian kerjasama. Apalagi tanpa alasan yang sah, tindakan sepihak, dan menihilkan evaluasi bersama.

“Kedua, program PPDS Anestesi itu adalah program kerjasama antara dua instansi pemerintah, Program adalah program, bukan pelaku. PPDS Anestesi UNDIP tidak dapat dipersalahkan. Layanan publik tindakan medis itu penting, terkait langsung hak kesehatan dan keselamatan pasien, maka tidak bijak dihentikan walau berdalih hanya sementara,” lanjutnya.

Yang ketiga, ia menyebut, Kemenkes tergesa-gesa dan keliru mendalilkan dugaan perundungan sebagai penyebab (kausalitas) bunuh diri salah satu peserta didik. Padahal menurutnya dugaan perundungan saja belum terbukti. Wajib diuji dengan prinsip kausalitas langsung; direct causal assesment. Terlebih lagi klaim bunuh diri dr. ARL itu tuduhan yang jauh dari kebenaran hukum. Klaim itu bahkan disebutkan kemudian dibantah orangtua korban yang diwartakan meluas melalui media.

“Tidak ada dasar sah Kemenkes menghentikan PPDS Anestesi tersebut. Penghentian itu sewenang-wenang. Tindakan pejabat publik merugikan kepentingan publik. Apalagi program PPDS FK UNDIP dan RS Dr. Kariadi itu kerjasama dua kementerian yang dibutuhkan masyarakat, pasien, dan seluruh mahasiswa/ residen peserta PPDS Anestesi,” ucapnya.

Joni juga menyebut, Surat Kemenkes itu tidak sesuai prosedur kerjasama program. Dekan FK UNDIP itu jabatan, bukan pemegang Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP). “Jabatan Dekan Fakultas Kedokteran tidak identik profesi dokter. Jangan gebyah uyah. Lagi pula belum ada yang dijatuhi.”

Menurut Joni, dugaan perundungan itu masih dalam penyelidikan, klaim terjadi bunuh diri pun belum terbukti. Maka dari itu, ia menyebut surat Kemenkes cacat formil, prematur, dan kuat dugaan maladministrasi; sehingga beralasan dicabut.

“Keberlanjutan PPDS Anestesi UNDIP dan layanan klinis anestesi pada RS Pendidikan itu kepentingan publik, dibutuhkan masyarakat luas, terlebih pasien yang antri jadwal operasi, dan residen/ peserta PPDS. Bijaksana jika segera pulihkan PPDS Anestesi UNDIP di RS Kariadi. Mendesak, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) segera melakukan investigasi atas prakarsa sendiri, walaupun belum/ tidak menerima pengaduan langsung masyarakat,” pungkas Joni.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *