Ketika Ali Bin Abi Thalib Ragu Untuk Menikahi Putri Nabi SAW, yaitu Fatimah

Ali Bin Abi Thalib

Hajinews.co.idAli bin Abu Thalib adalah sahabat sekaligus sepupu yang setia mendampingi Nabi Muhammad SAW. Pada bulan Dzulhijjah tanggal 2 Hijriah, ia menikah dengan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah yang ia kagumi sejak kecil.

Namun, perjalanannya menuju pernikahan tidak semulus kisah cinta di luar sana. Kondisinya yang memprihatinkan dan hanya mengenakan baju zirah membuat Ali melamar gadis yang dicintainya. Bagaimana kisahnya?

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ali Ragu Melamar Fatimah Putri Rasulullah

Mengutip buku Ali bin Abi Thalib RA karya Abdul Syukur Al-Azizi, diriwayatkan sempat terbesit keraguan di hati Ali sebelum ia meminang Fatimah. Kala itu, ia sadar dirinya hanyalah pemuda miskin yang tidak mempunyai apa pun untuk diberikan kepada gadis pujaan hatinya.

Di tengah kebimbangan hatinya itu, terdengar kabar bahwa sahabat Abu Bakar telah lebih dulu meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menikahi putrinya. Ia pun ikhlas jika cinta yang dipendamnya selama ini harus kandas.

Ali merasa tak sebanding dengan kedudukan Abu Bakar yang menjadi sahabat istimewa dan selalu menemani Nabi SAW selama hijrah dan dakwah beliau. Dari sisi finansial, Abu Bakar juga termasuk saudagar kaya sehingga ia semakin tak percaya diri.

Namun ternyata, Rasulullah SAW hanya diam saat Abu Bakar datang. Beliau menolak secara halus lamaran sahabat karibnya itu. Mendengar kabar itu, Ali bin Abi Thalib merasa senang sebab menurutnya ia masih memiliki kesempatan untuk meminang Fatimah.

Tidak sampai di situ, seorang laki-laki lain datang kembali untuk melamar putri kesayangan Rasulullah SAW. Ialah Umar bin Khattab, lelaki gagah dan pemberani yang membuat setan berlari ketakutan dan musuh-musuh bertekuk lutut.

Ali pun kembali sadar bahwa dirinya tak sebanding dengan Umar, dan ia pun hanya bisa bertawakal kepada Allah SWT agar ikhlas tegar menghadapi kenyataan. Cintanya pun kembali ia simpan rapi dalam lubuk hati terdalam. Namun tak disangka-sangka, lamaran Umar juga ditolak oleh Rasul SAW

Mengetahui itu, Ali bin Abi Thalib merasa girang. Di sisi lain, ia bingung akan menantu macam apa yang kiranya dikehendaki oleh sang utusan Allah SWT tersebut.

Di tengah kegalauannya, teman-teman Ali dari kalangan Anshar berkata kepadanya, “Mengapa kamu tak mencoba melamar Fatimah? Aku punya fırasat, kamulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.”

“Aku?” tanya Ali bin Abi Thalib tak yakin.

Ali tidak yakin sebab dirinya sadar bahwa ia hanya pemuda miskin yang tidak punya apa-apa. Ia merasa banyak dari sahabat Rasulullah SAW yang lebih pantas meminang Fatimah daripada dirinya. Di sisi lain, ia mencintai putri kesayangan Rasul SAW itu dan tidak bisa meminta Fatimah untuk menantikannya hingga siap.

Akhirnya, Ali bin Abi Thalib memberanikan diri menghadap Rasulullah SAW untuk menyampaikan keinginannya menikahi Fatimah Az-Zahra.

Ali Menjual Zirah Satu-satunya Demi Menikahi Fatimah

Sesampainya di rumah Rasulullah SAW, Ali hanya duduk di samping beliau dan tertunduk diam cukup lama. Beliau pun bertanya, “Wahai putra Abu Thalib, apa yang kamu inginkan?”

Dengan suara bergetar, ia menjawab, “Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah.”

Mendengar jawaban Ali bin Abi Thalib, Rasulullah SAW tidak terkejut karena beliau tahu bahwa Ali RA telah lama mencintai putrinya. Beliau tidak langsung menerima lamaran Ali RA, tetapi menanyakannya terlebih dahulu kepada Fatimah.

Rasulullah SAW meninggalkan Ali bin Abi Thalib dan menemui putrinya untuk bertanya. Saat ditanya tentang kesediaannya atas lamaran Ali, Fatimah hanya terdiam. Rasulullah SAW menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah sebagai isyarat kesetujuannya. Sebab beliau tahu kalau putrinya juga mencintai Ali.

Kemudian Rasulullah SAW bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, apakah ia mempunyai sesuatu yang bisa dijadikan mahar. Ali malu karena ia tidak memiliki apa pun yang bisa dijadikan mahar.

Dikisahkan dalam riwayat dari Ummu Salamah RA, wajah Rasulullah SAW kala itu tampak berseri-seri. Sambil tersenyum, beliau bertanya kepada Ali, “Wahai Ali, apakah kamu mempunyai sesuatu yang bisa dijadikan maskawin?”

“Demi Allah! Anda sendiri mengetahui keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak Anda ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang, dan seekor unta.”

Rasulullah SAW menanggapi Ali, “Tentang pedangmu itu. Kamu tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah SWT. Dan untamu itu kamu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan kamu memerlukannya dalam perjalanan jauh.”

“Oleh karena itu, aku hendak menikahkan kamu dengan maskawin sebuah baju besi saja. Aku puas dengan maskawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu,” tutur Nabi SAW.

Lebih lanjut, Rasul SAW mengatakan, “Wahai Ali, kamu wajib bergembira karena Allah SWT sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkanmu di langit sebelum aku menikahkan kamu di bumi.”

Ali bin Abi Thalib pun menjual baju besinya itu dengan harga 500 dirham kepada Utsman bin Affan dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah SAW. Beliau kemudian membagi uang tersebut menjadi tiga bagian. Satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, sebagian untuk wewangian, dan bagian lainnya dikembalikan kepada Ali untuk jamuan makan bagi tamu yang menghadiri pernikahan.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Utsman bin Affan yang membeli zirah itu, memberikannya kembali kepada Ali sebagai hadiah pernikahannya.

Pernikahan Ali dan Fatimah

Pada bulan Dzulhijjah, tahun kedua Hijriah, Nabi SAW menikahkan putri kesayangannya dengan Ali bin Abi Thalib seraya membacakan ijab, “Wahai Ali, sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan aku menikahimu dengan Fatimah. Sungguh, aku telah menikahkanmu dengannya dengan mas kawin 400 dirham.”

Lantas Ali mengucapkan qabul, “Aku ridha dan puas hati, wahai Rasulullah.”

Selesai akad, Ali bin Abi Thalib langsung sujud syukur kepada Allah SWT. Usai pemberian mahar, Rasul SAW berkhutbah dan mengumumkan pernikahan keduanya di depan para tamu yang hadir.

Setelah dinikahkan, Rasulullah SAW mendoakan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, putri kesayangannya, dengan bacaan berikut:

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي الْخَيْرِ

Arab latin: Baarakallahu laka wa baaraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fil khairi.

Artinya: “Semoga Allah memberkahimu, semoga Allah memberkahi engkau dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” (HR Sa’id bin Manshur, Abu Dawud, & At-Tirmidzi).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *