Kultum 560: Mengedarkan Kotak Saat Khatib Berkhutbah

Mengedarkan Kotak Saat Khatib Berkhutbah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Adalah sudah tidak aneh lagi bahwa takmir atau petugas atau jamaah yang sedang mendengarkan khutbah, mengedarkan kotak infak atau kotak sodaqah ketika khatib sedang berkhutbah. Mereka semua memiliki pikiran yang sama yaitu mengumpulkan uang sumbangan, yang disebut infak atau sodaqah, untuk kemakmuran masjid. Sebagian untuk kebersihan dan perawatan masjid, sebagaian untuk transport khatib, dan sebagian lagi untuk kebutuhan masjid lainnya yang memang banyak.

Kendati demikan, ada satu hal yang mungkin luput dari pengamatan kita secara jeli. Beredar atau berkelilingnya kota infak itu kadang kala bisa mengganggu kekhusukan para jamaah dalam menyimak khutbah Jumat. Jika hal itu terjadi, maka beredarnya kotak infak itu berpotensi  merusak pahala shalat Jum’ah seluruh jamaah.

Memang sebagian takmir masjid begitu bersemangat untuk menggalang dana dari jamaah masjid guna membiayai kepentingan masjid, sehingga mereka mengedarkan kotak infak pada saat khatib Jum’at berkhutbah. Dengan harapan mendapatkan dana sebanyak mungkin demi memudahkan jamaah masjid dalam menyalurkan donasinya.

Atas dasar itu, kita bisa berpikir bahwa seharusnya perputaran itu dilakukan sebelum khatib berkhutbah atau setelah shalat atau cukup dengan meletakkan kotak infak di pintu masjid. Dengan demikian setiap jamaah bisa menyalurkan donasinya pada saat masuk atau keluar dari masjid tanpa mengganggu kekhusukan menyimak khutbah dan shalat Jum’at.

Untuk itu, mari kita simak sabda Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam,

منْ توضَّأ فأحَسَنَ الْوُضُوءَ ،

ثُمَّ أتَى الْجُمعةَ ، فَاستمع وأنْصتَ ،

غُفِر لَهُ ما بيْنَهُ وبيْنَ الْجُمعةِ

وزِيادةُ ثَلاثَةِ أيَّامٍ ، ومَنْ مسَّ

الْحصا فَقد لَغَا

Artinya:

Barang siapa berwudhu dan memperbagus wudhunya, kemudian mendatangi shalat Jum’at, mendengarkan khutbah dan diam, maka akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at ini sampai Jum’at berikutnya ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang menyentuh (bermain main) kerikil [saat khutbah berlangsung] maka dia telah sia sia [kehilangan pahala tersebut] (HR. Muslim, no. 857).

Mari kita baca lagi dengan jeli hadits tersebut. kalau menyentuh kerikil saja tercela apalagi sampai memasukkan uang, lalu menggeser kotak kepada jamaah di sebelahnya, lalu apa yang terjadi pada kekhusukan menyimak khutbah? Lalau, apa pahal kita masih utuh atau juga ikut rusak karena itu?

Sementara itu, Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i Rahimahullah berkata,

فِيهِ النَّهْيُ عَنْ مَسِّ الْحَصَى وَغَيْرِهِ

مِنْ أَنْوَاعِ الْعَبَثِ فِي حَالِ الْخُطْبَةِ

وَفِيهِ إِشَارَةٌ إِلَى إِقْبَالِ الْقَلْبِ

وَالْجَوَارِحِ عَلَى الْخُطْبَةِ والمراد

باللغو ها هنا الْبَاطِلُ الْمَذْمُومُ

الْمَرْدُودُ

Artinya:

Pada hadits di atas terdapat larangan memainkan kerikil dan selainnya yang merupakan perbuatan sia-sia ketika berlangsungnya khutbah. Pada hadits ini juga terdapat isyarat untuk menerima (mendengarkan) khutbah dengan hati dan anggota badan, dan yang dimaksud dengan perbuatan sia-sia dalam hadits ini ialah perbuatan batil yang tercela dan tertolak (lihat Tuhfatul Ahwazii, 3/8).

Kita juga menyaksikan dan atau mendengar bahwa ketika menggeser juga kadang ada yang mengatakan “ini tolong digeser ke sebelah terus”, atau “mas tolong dijalankan”, dan sejenisnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ

أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

Artinya:

Apabila engkau berkata pada hari Jumat kepada temanmu, “Diamlah”, sedangkan Imam sedang berkhutbah, maka engkau telah melakukan perbuatan sia-sia (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dan kita semua paham bahwa ucapan dan teguran kita kepada teman kita “diamlah” ketika si teman itu sedang berbicara, adalah merupakan upaya nahi munkar (mencegah dari kemungkaran).

Meski demikian, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tetap melarang yang demikian, dan menjelaskan bahwa orang yang melakukan demikian akan diharamkan mendapatkan keutamaan shalat Jum’at. Artinya, orang yang melakukan perbuatan sia-sia, maka dia tidak mendapatkan keutamaan shalat Jum’at.

Semoga sedikit keterangan dengan hadits ini bisa menjadi bahan reungan bagi kita semua, khususnya takmir masjid, marbot, dan para jamaah. Allahu ya’lam.

Semoga yang kita baca ini menjadi pengingat dan penambah iman kita, dan kalau sekiranya bisa bermanfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                     —ooOoo—

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *