Hikmah Malam: Belajar Bersikap Dewasa dari Perselisihan Zaid dan Ibnu Abbas

banner 400x400

Hajinews.co.id — Kisah ini masyhur, tentang Zaid bin Tsabit RA dan Abdullah bin Abbas RA. Sosok yang terdahulu itu adalah sekretaris Nabi Muhammad SAW. Di antara tugas-tugasnya adalah mencatat wahyu Allah SWT.

Saat memberi kesaksian tentang Zaid bin Tsabit, Umar bin Khattab al-Faruq berkata, “Hai manusia, siapa yang ingin bertanya dengan Alquran maka datanglah kepada Zaid bin Tsabit.”

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Seperti halnya kemuliaan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas adalah seorang sahabat yang sangat fakih terhadap agama. Sepupu Nabi SAW ini pernah didekap oleh Rasulullah SAW seraya berkata, “Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah.”

Hikmah yang dimaksud, sebagian ulama menafsirkannya sebagai ilmu Alquran. Ibnu Abbas RA tumbuh dan besar menjadi ahli Alquran. Namun, meski sebagai sahabat terdekat Rasulullah SAW, keduanya tak selalu seiring sepemahaman.

Syahdan, suatu ketika Zaid dan Ibnu Abbas berselisih paham tentang sebuah persoalan waris. Sang sekretaris Nabi SAW berpendapat, seorang kakek tidak menghalangi waris saudara orang yang meninggal.

Sebaliknya, Ibnu Abbas berpendapat bahwa kakek menghalangi saudara orang yang meninggal untuk mendapatkan waris. Ia bahkan pernah berkata dengan nada tinggi, “Apakah Zaid bin Tsabit dan orang-orang yang mengikutinya tidak takut kepada Allah? Zaid menjadikan cucu penghalang waris, tapi tidak dengan kakek.”

Kerasnya perbedaan keduanya tak lantas melunturkan ukhuwah. Lihatlah bagaimana Ibnu Abbas RA memperlakukan Zaid bin Tsabit dalam sebuah kesempatan. Mengetahui ia menaiki bughal (keledai), Ibnu Abbas langsung memegang tali kekang lalu menuntun hewan tunggangan sang sekretaris Nabi.

Terkejut, Zaid lantas mengungkapkan ketidakenakannya, “Apa yang engkau lakukan, wahai anak paman Rasulullah SAW?”

“Beginilah kami,” jawab Ibnu Abbas, “diajarkan oleh Rasulullah untuk memuliakan ulama kami.”

Tak lama berselang sebelum hendak turun, Zaid meminta Ibnu Abbas mengulurkan tangan, “Ulurkan tanganmu, wahai anak paman Rasulullah SAW.”

Saat Ibnu Abbas mengulurkan tangan, Zaid langsung meraihnya dan menciumi tangannya. “Apa yang kau lakukan, wahai Zaid?” tanya Ibnu Abbas terkaget.

“Beginilah kami,” ujar Zaid, “diajarkan untuk memuliakan keluarga Rasulullah SAW.”

Lihatlah fragmen kecil dalam kehidupan generasi terbaik umat ini. Perselisihan paham di antara mereka tak lantas membuat mereka saling membenci. Justru keduanya mencontohkan cara memberikan penghormatan tertinggi kepada yang lain.

Zaid dan Ibnu Abbas RA paham caranya mendudukkan sebuah persoalan. Dalam hal pendapat fikih, dibuka lebar semangat untuk ijtihad sehingga memungkinkan sebuah perbedaan. Namun, keduanya paham soal memuliakan sosok ahli ilmu dan keluarga Rasulullah SAW.

Sumber: Republika

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *