Kisah Haru Cintya Masuk Islam Setelah Lihat Keluarga dan Teman Meninggal

Tangkapan layar YouTube Rukun Indonesia
banner 400x400

BANDUNG, Hajinews.co.id — Kehilangan orang-orang terdekat sering kali menjadi momen paling berat dalam hidup seseorang. Bagi Cintya, pengalaman itu justru menjadi titik balik yang membawanya pada pencarian spiritual yang mendalam. Gadis asal Bandung ini akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam setelah kehilangan beberapa orang terkasih pasca-pandemi COVID-19.

Lahir di tengah keluarga dengan latar belakang agama yang beragam, Cintya tumbuh tanpa keyakinan yang pasti. Ayahnya berasal dari keluarga Tionghoa, sementara ibunya adalah seorang Muslim. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan berbagai tradisi dan perayaan agama yang berbeda.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Saya ikut merayakan Lebaran, Natal, dan Imlek. Semua saya jalani karena keluarga kami memang campuran,” tutur Cintya dalam wawancaranya dikutip dari kanal YouTube Rukun Indonesia, Jumat (27/9/2024).

Namun, di balik semua perayaan tersebut, Cintya merasa ada kekosongan. Kehidupannya seperti berada di zona abu-abu, mengikuti berbagai ajaran tanpa benar-benar menemukan jati diri spiritualnya.

Perubahan besar terjadi saat ia kehilangan beberapa orang yang sangat dekat dengannya. Wafatnya nenek tercinta menjadi awal dari serangkaian duka yang harus ia hadapi. Tak lama kemudian, saudara iparnya juga meninggal dunia. Dan yang paling mengguncang adalah ketika salah satu teman dekatnya berpulang akibat COVID-19.

“Momen-momen itu membuat saya banyak berpikir. Saya merasa harus menemukan arah yang jelas dalam hidup,” ujar Cintya.

Di tengah perenungannya, ia menyadari bahwa hatinya selama ini selalu merasa nyaman dengan Islam. Pertanyaan-pertanyaan yang selama ini menghantuinya, akhirnya mendapat jawaban.

“Pada akhirnya, saya bertanya pada diri sendiri, sampai kapan saya akan terus berada di zona abu-abu? Padahal, hati saya sudah menemukan ketenangan dalam Islam,” ungkapnya.

Keputusan Cintya untuk menjadi mualaf pun akhirnya diambil. Kini, ia menjalani hidup dengan keyakinan baru yang memberikan ketenangan dan arah yang lebih jelas.

Meskipun belum sepenuhnya mendalami agama Islam, Cintya pribadi merasa nyaman dengan ajarannya. Tanpa mengerti bahasa Arab, dia rajin mendengarkan kajian-kajian secara daring via Youtube.

Bahkan saat sedang merasa patah hati, Cintya memutuskan menyimak kajian Islam secara online. Hatinya pun terasa damai lagi.

Cintya merasa makin kehilangan arah di tengah tiga ajaran agama yang dianut. Rasa takut untuk berhijrah pun muncul.

Di satu sisi dia memang merasa sangat nyaman di Islam. Namun di sisi lain, Cintya takut salah mengambil langkah dalam proses hijrahnya karena tidak ada teman yang menemani.

“Aku bilang kan keluarga aku ada yang Muslim, tapi kan mereka ya tetap masing-masing gitu,” ucap Cintya.

Hingga pada suatu hari, dia memutuskan untuk menghubungi salah satu teman kerjanya, mencari tempat untuk bersyahadat. Cintya merasa sudah yakin untuk mengucap dua kalimat syahadat.

Pada hari Ahad, Cintya bertemu temannya di Masjid Lautze Bandung. Saat ditanya kapan mau mengucap syahadat, ia kaget dan menjawab mau belajar dulu karena berpikir prosesnya akan ditunda. Namun, Cintya diyakinkan kembali untuk segera mengucapkan kalimat syahadat.

“Ada baiknya niat baikmu ini disegerakan. Tidak ada yang tahu sampai kapan umur kita akan bertahan, seberapa lama. Bisa saja setelah kamu keluar dari sini, kamu tidak kembali kepada Tuhan sebagai seorang Muslimah,” turut Cintya menirukan perkataan sang teman.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *