Kultum 576: Meminjam Buku Segera Kembalikan

Meminjam Buku Segera Kembalikan
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.co.id – Suatu hari ada seorang memperhatikan sebuah buku dan berkata, “Wow! Buku ini terlihat sangat menarik! Bolehkah saya meminjam ini?” dia dijawab, “Tentu, tentu saja, silahkan”. Saya punya banyak buku, dan saya selalu membayangkan bahwa jika seseorang ingin membaca buku, saya senang meminjamkannya.

Tetapi kemudian saya lupa siapa yang meminjamnya. Bahkan tidak banyak orang yang datang ke rumah saya. Seharusnya tidak terlalu sulit. Saya bertanya kepada beberapa orang, “Apakah saya meminjamkan buku kepada Anda?” Mereka menjawab, “Tidak”.

Lalu siapa yang meminjamnya? Saya tidak pernah tahu. Dan tentu saja saya tidak khawatir tentang itu. Siapa pun yang memilikinya, itu milik mereka sekarang, dan saya harap mereka mendapat manfaat darinya. Namun saya juga mengerti mengapa seseorang berkata, “Jangan meminjamkan buku kecuali Anda berniat untuk memberikannya kepada orang lain”.

Jika Anda meminjamkan buku tetapi tidak ingin memberikannya, Anda harus membuat catatan di kalender atau agenda Anda. Tanyakan kepada peminjam, “Berapa lama Anda menginginkannya?” Kemudian buat catatan pada tanggal jatuh tempo dengan nama orang tersebut dan info kontak. Anda juga dapat mengatur pengingat di ponsel atau Android Anda. Perpustakaan melakukan hal ini, dan itu bukan masalah besar.

Namun bagi saya hal itu sulit dan berliku. Dan suatu kali, satu dari buku saya yang penting dan menarik dipinjam orang. Jadi buku itu telah berpindah ke tangan orang lain dengan persetujuan tak tertulis. Segera setelah itu, buku itu kehilangan jejak, dan peminjam pun tidak pernah datang ke saya. Usaha dengan satu atau lain hal, saya tidak berhasil mendapatkan buku itu kembali. Dan, singkat cerita, saya dan dia putus kontak dan tak pernah saling berhubungan.

Dalam hal demikian, ternyata ada dua hal yang terlupakan. Pertama, saya dan dia lupa firman Allah Subhanahu wata’ala,

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا تَدَايَنۡتُمۡ بِدَيۡنٍ

اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكۡتُبُوۡهُ‌ؕ

وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبٌۢ بِالۡعَدۡلِ‌ ۚ

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan adil / benar (QS. Al-Baqarah, ayat 282).

Meski ayat tersebut berbicara tentang utang piutang, tapi utang piutang adalah pinjam meminjam. Jadi, saya telah lupa dan luput dari prinsip catat mencatat tentang siapa peminjam dan kapan dikembalikan. Saya juga luput karena tidak mencatat alamat dan nomor android sipeminjam.

Satu hal lain yang juga luput adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hutang piutang. Diriwayatkan dari Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أيما رجلٍ تديَّنَ دَيْنًا ، و هو مجمِعٌ

أن لا يُوفِّيَه إياه لقي اللهَ سارقًا

Artinya:

Siapa saja yang berhutang dan ia ‘tidak’ bersungguh-sungguh untuk melunasinya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri (HR. Al-Baihaqi, dalam Syu’abul Iman, no.5561, disahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 2720).

Ash Shan’ani Rahimahullah menjelaskan, “Maksudnya, dia (si penghutang) akan dibangkitkan dalam rombongan para pencuri dan akan diberi ganjaran sebagaimana yang didapatkan para pencuri. Karena dia berniat untuk tidak melunasi hutangnya, sehingga dia menjadi seperti pencuri, bahkan lebih parah lagi. Karena dia telah menipu si pemilik harta” (lihat: At Tanwir Syarhu Al Jami’ Ash Shaghir, 4: 427).

Nah, dalam hal pinjam meminjam buku, kita juga bisa berqiyas atau beranalogi bahwa meminjam buku sama dengan meminjam uang atau benda lain. Artinya, peminjam bertanggung jawab untuk mengembalikan apa yang dipinjamnya.

Bahkan dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda bahwa menunda membayar saja sudah merupakan kedzaliman. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﻣَﻄْﻞُ ﺍﻟْﻐَﻨِﻰِّ ﻇُﻠْﻢٌ ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺃُﺗْﺒِﻊَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻠِﻰٍّ ﻓَﻠْﻴَﺘْﺒَﻊْ ‏

Artinya:

Penundaan pelunasan hutang oleh orang yang mampu adalah sebuah kezaliman, maka jika hutang kalian ditanggung oleh orang lain yang mampu maka setujuilah (HR. Bukhari no. 2287).

Jadi, orang yang mampu wajib untuk bersegera menunaikan hak orang lain yang wajib atasnya. Tanpa harus membuat si pemilik hak tersebut untuk meminta, mengemis atau mengeluh. Orang yang menunda penunaikan hak padahal ia mampu, maka ia orang yang dhalim. Allahu ya’lam.

Semoga yang kita baca ini menjadi pengingat dan penambah iman, dan kalau sekiranya bermanfaat bagi yang lain, mari kita share kultum ini kepada sanak saudara dan handai taulan serta sahabat semuanya, semoga menjadi jariyah kita semua, aamiin.

اَلْحَمْدُ للَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Sumber : Ahmad Idris Adh.                                  —ooOoo—

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *