Menurut beliau, ada orang memaknai hidup dengan menarik dan menghembuskan nafas. Ada juga yang memaknai bergerak, denyut nadi, dan jantung berdetak. Menurut beliau itu bukan hidup, tapi tanda-tanda kehidupan.
Hidup, kata beliau, adalah nilai-nilai luhur yang harus diperjuangkan untuk menghiasi diri dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut yang merupakan hakikat hidup.
Beliau pun menyebut, dalam Al-Qur’an dinyatakan, tidak semua orang yang masih menarik dan menghembuskan nafas dikatakan sebagai orang hidup. Tidak pula semua orang yang telah menghembuskan nafas terakhir dianggap telah mati.
Ada orang yang walaupun sudah mati tetapi sesungguhnya dia tidak mati. Ia masih tetap hidup dan selalu Allah berikan rezekinya. Akan tetapi manusia tidak mengetahui dan banyak salah paham.
Menurut beliau, ada sementara orang yang meyakini paham eksistensialisme. Memahami bahwa hidup harus selalu bahagia, menikmati yang ada tanpa peduli dengan syariat.
Menurut beliau tidak demikian di dalam Islam. Dalam Islam disebut, orang-orang yang menjalankan syariat dengan baik mereka akan hidup hingga ketiga kalinya setelah mati dari dunia.
Sebaliknya, mereka yang enggan menjalankan syariat Allah mereka tidak hidup lagi untuk menikmati nikmat Ruhani dan tidak mati pula untuk menerima siksaan yang telah disiapkan oleh Allah SWT.
Quraish juga ingin agar kita semua hidup dengan optimis. Optimis dengan tetap berpegang teguh pada syariat-syariat Allah. Sehingga kehidupan kita diberkahi oleh Allah SWT.
Sumber: Akurat