Mewaspadai Eskalasi Perseteruan Dua Jenderal

Mewaspadai Eskalasi Perseteruan Dua Jenderal
SBY dan Moeldoko

Oleh Andy Syam, Peduli Kepemimpinan Bangsa

Ada udang apa dibalik batu perseteruan dua Jenderal

Hajinews – Ketika Moeldoko diangkat jadi Kepala Staf Presiden, banyak yang tahu bahwa kekuatan SBY menyelinap masuk Istanah Presiden. Sungguh canggih permainan SBY yang mesra atas keterpilihan Jokowi jadi Presiden. Dengan begitu, segala gerak Istanah akan diketahui oleh SBY. Artinya Pemerintahan Jokowi secara tidak langsung tetap dalam kontrol SBY atau militer. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bagi mitra politik SBY baik nasional maupun internasional.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Tapi kini seperti panas setahun dihapus hujan sehari. Kasus baru pengambil alihan Kepemimpinan PD oleh Moeldoko Dampaknya, kedekatan Moeldoko dengan SBY berbalik arah 180 derajad. Murid kini menjadi lawan gurunya. Bahkan bukan sekadar lawan tapi sudah jadi musuh karena murid berhasil mempermalukan gurunya dan menghancurkan kebesaran gurunya.

Kalau di Miyanmar terjadi perseteruan sipil dan militer. Baru baru ini, setelah menuai protes, akhirnya militer mulai buka kartu latar belakang kudeta bahwa mereka tidak mau negara. Miyanmar tunduk pada China karena Pemerintahan Sipil sangat dekat dengan China. Artinya terkuak sudah bahwa dibalik kudeta di Miyanmar ada bayang- bayang seteru dua negara Superpower ( China dan Amerika).

Dalam konteks regional, konflik Laut China Selatan (LCS) itulah dua negara Super power berusaha membangun proxi regional. Itulah pentingnya pemerintahan suatu negara untuk ditundukkan.

Di Indonesia, pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (PD) oleh Moeldoko walaupun lewat Kongres dagelan Luar Biasa masih juga dianggap oleh banyak pihak sebagai kudeta terang terangan. Artinya tindakan yang melabrak tertib hukum dan tatanan sosial maupun tradisi demokrasi yang bernilai tinggi. Kenapa mesti Partai Demokrat (PD) yang dikudeta..?

Mungkinlah karena PD yang dikomandoi oleh sang senior, Jenderal SBY tidak mau sehaluan dengan Pemerintah yang pro China atau punya jalur Jakarta- Peking yang merupakan warisan Bungkarno. Mungkinkah peristiwa sejarah kembali terulang?

PD memang sekalipun terkesan secara nasional sebagai Partai Tengah, tapi lebih condong dekat ke Barat (Amerika). Ketika SBY jadi Presiden dua periode, sekalipun partai Demokrat berkoalisi dengan partai partai Islam, tetapi oleh sekutu Barat disebut Pemerintahan Islam yang moderat dan negara negara Barat merasa nyaman. Ketokohan SBY sangat mendunia karena dihargai oleh negara negara Barat. Dan memang SBY punya kapasitas intelektual jadi tokoh dunia.

Ketika PD tidak lagi berkuasa dan yang muncul berkuasa adalah PDIP yang ternyata mendorong kebijakan pro China, mengulang sejarah masa lalu sebelum G30 S PKI. Membuat negara negara Barat, terutama Amerika berubah pikiran. Negara negara Barat semula mendukung munculnya Jokowi jadi Presiden alternatif untuk menggantikan SBY.
Kemudian ke kebijakan pro China warisan Bungkarno membuat negara negara Barat berubah pemikiran dan strategi.

Sedangkan Penguasa merasa ada semacam ancaman dari luar sehingga kebijakan pro China ini mesti diselamatkan, karena itu kekuatan kekuatan yang pro Amerika yang menghambat mesti dilemahkan atau mungkin dihancurkan.

Tetapi permainan menjadi menarik, karena pengambil alihan Kepemimpinan PD justeru membangun perseteruan dua Jenderal bintang empat yang tadinya adalah kawan dekat serta merta berubah lawan dan permusuhan. Politik memang bisa merubah dan membalikkan segalanya.

Mungkinkah itu suatu kebetulan atau ada siasat untuk memecah belah pengaruh kekuatan senior dalam tubuh ABRI..? Apa ada agenda tertentu sehubungan munculnya perseteruan dua Jenderal..?. Siapakah dalang yang memainkan catur perseteruan ini?

ABRI memiliki tradisi semangat korps menghormati para senior (purnawirawan). Begitu pun para senior walaupun sudah purnawirawan tetap masing masing punya link pengaruh pada mantan bawahan yang menjadi Pemimpin formal ABRI. Jadi tidak putus hubungan antara Pemimpin formal dengan para senior purnawirawan.

Karena itu, perseteruan dua Jenderal bukan masalah politik kepartaian semata, tapi lebih jauh dan luas lagi. Karena bisa menimbulkan pengaruh perpecahan pada struktural Kepemimpinan ABRI secara keseluruhan. Tak terhindari adanya simpatik dan dukung mendukung, yang bisa menimbulkan kubu kubuan dalam Kepemimpinan struktural ABRI.

Perpecahan itu tentu akan menguntungkan musuh musuh ABRI dalam pentas nasional. Perpecahan ABRI akan sangat melemahkan ketahanan national menghadapi ancaman dari luar. Tentu ABRI lebih tahu mengidentifikasi musuh ABRI yang mungkin bisa memancing di air yang keruh.

Mungkinkah ada tokoh tengah yang bisa meredam suhu perseteruan itu.
Tentu rakyat Indonesia bersedih, bila ABRI juga dilanda ketidak harmonisan yang dalam dan mungkin struktural.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *