Gus Baha Penjaga Khazanah Intelektual Islam, Aset Nahdlatul Ulama di Masa Depan: Manusia Al Quran

Gus Baha Penjaga Khazanah Intelektual Islam, Aset Nahdlatul Ulama di Masa Depan: Manusia Al Quran
Gus Baha
banner 400x400
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha merupakan penjaga khazanah intelektual Islam, yang jadi aset Nahdlatul Ulama masa depan yang disebut juga sebagai manusia Al Quran .

Oleh: KH Imam Jazuli, Lc, MA*

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Hajinews – Warga Nahdiyyin Indonesia sudah tidak asing dengan Gus Baha’, yang bernama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim, putra KH Nur Salim, pengasuh Pondok Pesantren Al Quran, Kragan, Narukan, Rembang, Jawa Tengah.

KH Nur Salim sendiri adalah teman akrab Gus Miek atau KH Hamim Jazuli, Ploso, Kediri, Jawa Timur.

Mereka berdua pendiri Jantiko-Mantab atau Dzikrul Ghafilin.

Kedekatan Kiai Nur Salim dan Gus Miek karena nasab ayahanda Gus Baha itu memang jalur ulama besar tanah Jawa.

Dari garis ibunya, Gus Baha adalah bagian dari keluarga besar ulama Lasem, Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu.

Sedangkan menurut penuturan Kiai Said Aqiel Siradj (Ketua Umum PBNU), garis nasab Gus Baha bersambung pada Raja Tanah Jawa, Brawijaya V Raja terakhir Majapahit.

Selain keturunan raja dan ulama Jawa, Gus Baha juga terkenal sangat alim di bidang fikih, hadits, dan tafsir Al Quran.

Pria kelahiran 1970 ini sejak kecil sudah menghafal Al Quran di bawah bimbingan langsung ayahandanya, yang memiliki sanad kepada Kiai Arwani Kudus dan Kiai Abdullah Salam Pati.

Kefasihan dan makhorijul huruf membaca Al Quran menjadi titik tekan jalan sanad ini.

Baru setelah menginjak remaja, Kiai Nur Salim menitipkan Gus Baha kepada KH Maimoen Zubair alias Mbah Moen, pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang Rembang, Jawa Tengah.

Tahun 2003 atau ketika usia mencapai 33 tahun, Gus Baha mengembara ke Yogyakarta.

Beberapa musala di Bantul memiliki jamaah yang setia menyelenggarakan pengajian.

Kota pelajar itu mengagumi Gus Baha‘ karena keluasan ilmunya yang dibawa dari Pondok Pesantren Al Anwar.

Kealiman Gus Baha di bidang Al Quran mendapatkan apresiasi dari ulama-ulama besar di bidang Al Quran seperti Profesor Quraish Shihab, Profesor Zaini Dahlan, dan Profesor Shohib.

Bahkan, Profesor Quraish Shihab menyebutkan, “di Tim Dewan Tafsir Nasional, Gus Baha’ tidak saja dikenal sebagai mufassir tetapi juga mufassir-faqih, yang paham detail aspek hukum dalam setiap ayat Al Quran”.

Pujian tidak saja datang dari ilmuan senior melainkan juga dari ustadz-ustadz muda milenial.

Ustaz Abdul Somad ( UAS ), misalnya, mengatakan bahwa Gus Baha sebagai Hafizul Quran, ahli tafsir, dan diberikan ilham oleh Allah, banyak gagasan-gagasan baru dari beliau.

Selain UAS, Ustadz Adi Hidayat juga mengapresiasi kedalaman ilmu Gus Baha’ dengan menyebutnya sebagai “ manusia Al Quran ”.

Penulis sendiri lebih cenderung melihat Gus Baha sebagai aset Nahdlatul Ulama ( NU ) di masa depan. Beliau adalah penjaga turats Islam.

Terminologi turats mengacu kepada seluruh khazanah intelektual Islam sejak awal abad Hijriyah hingga perkembangan mutakhir yang sudah berusia 14 abad lebih ini. Tidak banyak ulama muda NU yang berjuang di wilayah turats klasik ini.

Wacana kembali pada turats sempat dikumandangkan oleh Prof. Dr. Ahmad Thayeb, Universitas al-Azhar, Mesir, sebagai kekuatan tunggal umat muslim.

Karena mayoritas umat muslim sudah mengabaikan urgensi menjaga turats Islam ini, menurut Grand Syeikh Al-Azhar itu, banyak negara Islam dan kampus-kampus Islam di seluruh dunia tertinggal di belakang dibanding Barat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *