كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ “
Artinya: Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari).
Dalam tayangan Narasi yang diunggah kanal Youtube Najwa Shihab pada 15 Mei 2018 Quraish Shihab menjelaskan tentang makna hadits qudsi tersebut di atas. Setidaknya ada dua makna. Pertama, melatih keikhlasan. Orang yang berpuasa, menurut beliau, akan ditantang untuk berbuat ikhlas hanya untuk Allah, sebab orang yang berpuasa dengan tidak pun sama, sama-sama terlihat tidak makan dan minum.
Kedua, makna bahwa puasa adalah untuk Allah maksudnya bahwa orang yang berpuasa hendaknya meniru sifat-sifat Tuhan, seperti tidak butuh makan, tidak butuh hubungan sex pada siang hari, sifat ilmu yang artinya harus selalu belajar, dan sifat-sifat Allah selainnya.
Itulah maksud hadits qudsi bahwa “puasa adalah untuk-Ku” sebagaimana disebutkan di dalam hadits di atas. Semoga penjelasan tersebut di atas bermanfaat bagi kita sehingga puasa kita menjadi puas ayang berkualitas. Amin.
Sumber: akurat