Pancasila Diusulkan Jadi ‘’Kitab Suci Kebangsaan’’, Ini Alasannya

Suasana sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan di Sekretariat PHDI Bali, Jumat (21/5)PHDI (Istimewa)

Hajinews — Pancasila sebagai ideologi bangsa, yang digali oleh Bung Karno dari nilai-nilai kepribadian bangsa sejak jaman Kerajaan Sriwijaya sampai Kerajaan Majapahit, diusulkan sebagai ‘’Kitab Suci Kebangsaan’’.

Karena proses perumusan dan kristalisasi ideologi bangsa tersebut sedemikian komprehensif dan masih hidup dalam kepribadian bangsa Indonesia sampai sekarang.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Nilai-nilai itu ada dalam jejak sejarah bangsa di luar kerajaan besar tersebut, seperti Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, lahirnya hari kebangkitan nasional, hari pendidikan nasional, dan lain-lain.

Usulan itu muncul dari mahasiswa dan peserta Sosialialisasi 4 Konsensus Kebangsaan oleh Anggota MPR RI, Wayan Sudirta, SH, di hadapan guru, mahasiswa, siswa SMK, pada Jumat (21/5), dengan sistem hibrid; offline dan virtual, sebagaimana dilansir Jawapos.

Sebab, sebagai dasar negara yang didirikan oleh para ‘’founding father’’ dan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Pancasila telah diterima dengan pengorbanan penuh raja-raja yang sebelumnya telah mewarisi wilayah kerajaannya, lalu melepaskannya untuk ‘’melebur’’ mendukung proklamasi kemerdekaan dengan bentuk Negara Kesatuan.

Namun, dalam beberapa tahun belakangan, muncul kelompok radikal sampai terorisme, yang diduga berada di belakang kelompok yang ingin mengganti Pancasila, serta mengganti bentuk negara. Organisasi radikal tersebut bahkan sudah dibubarkan oleh pemerintah.

‘’Tapi, kalau Pancasila tidak disosialisasikan ke masyarakat, dan tidak dilaksanakan secara benar dengan membenahi peraturan perundangan yang tidak adil dan bertentangan dengan Pancasila, sewaktu-waktu NKRI bisa terancam,’’ kata Wayan Sudirta dengan gambling di sekretariat PHDI Bali, Denpasar.

Undang-Undang tidak sesuai

Sudirta memaparkan, memang masih ada undang-undang yang tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan diterbitkan semasa Orde Baru.

Misalnya, undang-undang tentang penanaman modal asing, undang-undang pertambangan, undang-undang kehutanan, dan sebagainya.

‘’Bagaimana bisa disebut adil, kalau rakyat yang menanam sayur di sela pohon dalam hutan diproses hukum, sementara pengusaha diberi ijin untuk hutan produksi,’’ katanya memberi contoh.

Namun, revisi undang-undang yang bertentangan dengan Pancasila dan tidak adil bagi rakyat itu merupakan kerja besar dan harus dikerjakan oleh berbagai elemen bangsa. Baik untuk politisi dan partainya, juga untuk rakyat yang punya hak pilih dalam pemilu, imbuh Sudirta.

Mendengar paparan Sudirta, para mahasiswa, guru dan siswa SMK yang hadir dalam sosialisasi, sepakat, ke depan rakyat perlu lebih cerdas memilih pemimpin.

Baik mereka itu calon anggota DPR dan DPD, calon-calon Kepala Daerah, dan calon pejabat lainnya.(dbs)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *