Gus Nadir: Isu Radikalisme Alat Elite untuk Hancurkan KPK.

Tokoh Nahdlatul Ulama, Nadirsyah Hosen, atau akrab disapa Gus Nadir, tak menyangka para elit malah jualan isu radikalisme dalam peralihan status Pegawai KPK menjadi penyaringan aparatur sipil negara (ASN). Padahal, selama ini masyarakat sudah lelah ribut lawan radikalisme.

Melalui Test Wawasan Kebangsatan , Amnesty International Indonesia: Persekongkolan Jahat Lemahkan KPK

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Yang menjengkelkan itu kita capek-capek ribut melawan kaum radikal demi menjaga NKRI, eh kaum elite malah jualan isu radikalisme untuk melemahkan pemberantasan korupsi. Kan gak nyambung jadinya. Angel we angelll,” tulis Gus Nadir dikutip dari Twitter pada Kamis, 6 Mei 2021.

Jokowi Resmi “MEMBUNUH” KPK DI UJUNG RAMADAN?

Di samping itu, Gus Nadie mengingatkan masyarakat bahwa para kiai Nahdlatul Ulama tidak pernah bilang mereka yang tak membaca doa Qunut itu radikal. Hal ini menanggapi terkait qunut sebagai bahan tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk pegawai KPK yang akan beralih status menjadi ASN.

Sebabnya, pertanyaan yang muncul dalam tes wawasan kebangsaan yaitu doa qunut atau sikap terkait LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender).

“Para kiai NU tidak pernah bilang mereka yang gak membaca qunut itu radikal. Justru para kiai menghormati keragaman pendapat sebagai modal kita bersama merawat bangsa. Jangan dipelintir atau dibenturkan, apalagi dijadikan tes wawasan kebangsaan. Beda mazhab OK. Yang jadi masalah itu takfiri,” ujarnya.

Melalui Test Wawasan Kebangsatan , Amnesty International Indonesia: Persekongkolan Jahat Lemahkan KPK

Hajinews – DIREKTUR Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengkritisi tes wawasan kebangsaan (TWK) peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi PNS. TWK yang menghambat 75 pegawai lembaga itu disinyalir melanggar hak asasi manusia (HAM).

Butuh 32 Tahun KPK Berdiri, Dihancurkan Jokowi Hanya 5 Tahun Berkuasa, Sosiolog UI: “Kapan giliran MK, KPU, Komnas HAM dan Dewan Pers?,”

“Kita kini tengah menghadapi masalah kebangsaan yang serius. Ada persekongkolan jahat untuk melemahkan KPK melalui yang disebut sebagai TWK yaitu wawancara tentang hal-hal yang diklaim sebagai wawasan kebangsaan tetapi ternyata hanyalah berisi pandangan-pandangan kerdil yang sangat penuh kecurigaan,” ujarnya dalam webinar bertajuk Menilik Pemberantasan Korupsi Pasca Tes Wawasan Kebangsaan dan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait KPK, Jumat (7/5).

Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas : Mesin Korupsi Rezim Makin Canggih , Dibantu Imperium Buzzer Rp Politik Istana

Ia mengatakan TWK berisi suatu wawasan sempit ditanyakan kepada 75 sosok berintegritas di KPK dan jelas merupakan upaya pelemahan institusi. Sayangnya hasil TWK akan dijadikan landasan untuk memberhentikan sebanyak 75 pegawai KPK.

“Pertama dalam perspektif demokrasi, rencana memberhentikan 75 pegawai KPK hanya karena TWK adalah pelemahan KPK yang sekaligus merupakan bagian dari skandal terbaru melemahkan pemberantasan korupsi, mengkhianati reformasi, dan menyebabkan terjadinya kemunduran demokrasi,” jelasnya.

Ironisnya, kata Usman, ini semua terjadi di bawah kepemimpinan presiden yang pernah menerima Bung Hatta Anti Corruption Awards, yang pernah mematuhi permintaan KPK untuk mengembalikan alat musik Metallica, dan mengangkat aktivis antikorupsi seperti Teten Masduki dan juru bicara Johan Budi menjadi juru bicara antikorupsi.

TWK dengan pertanyaan-pertanyaan sempit mencerminkan kembalinya paradigma kekuasaan negara orde baru. Ini merupakan screening ideologis yang merupakan langkah mundur dalam penghormatan HAM di negara ini sekaligus mengingatkan kita kembali kepada represi orde baru, saat ada penelitian khusus (litsus) untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia.

Kedua, lanjut Usman, dalam perspektif HAM rencana memberhentikan 75 pegawai KPK hanya karena TWK merupakan pelanggaran terhadap hak yang dijamin dalam dua Kovenan Hak-hak Asasi Manusia. Itu seperti kovenan hak-hak sipil dan politik dan kovenan Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR).

Selain itu, hak individu untuk memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan telah dijamin dalam Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang isinya setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan, dan beragama. “Dalam hukum nasional sekalipun, hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama, dan berkeyakinan telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, khususnya Pasal 29 (2) tentang kebebasan beragama dan beribadah dan Pasal 28E (2) tentang kebebasan berkeyakinan di mana setiap orang berhak menyatakan pikiran dan sikap mereka sesuai dengan hati nuraninya,” paparnya.

Tampaknya kita tengah menghadapi keterbelahan atau polarisasi akibat Pemilu 2019 antara sebagian masyarakat yang menganggap dirinya paling mewakili Islam dan sebagian di dalamnya dianggap Islamis dengan kubu lain yang merasa mewakili kubu nasionalis dan merasa paling pluralis. Sayangnya, kedua kubu ini mewakili wawasan sempit yang mementingkan kepentingan golongannya sendiri.

Ironinya, keterbelahan itu digunakan untuk memengaruhi cara pandang sebagian masyarakat dalam mengabaikan nilai-nilai yang utama dalam menyikapi dinamika kehidupan sosial politik. “Nasionalisme berlebihan atas nama melawan radikalisme yang justru hendak digunakan untuk melemahkan KPK dan sekaligus mengkhianati perjuangan kaum prodemokrasi dan reformasi,” pungkasnya.

Beginikah Wawasan Kebangsatan !!! Ditanya ‘Bersedia Lepas Jilbab?’ Pegawai KPK: Jika Tidak, Dianggap Egois

Jakarta, Hajinews – Ada lagi pertanyaan janggal dalam tes alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang mencuat ke publik. Apa lagi?

Butuh 32 Tahun KPK Berdiri, Dihancurkan Jokowi Hanya 5 Tahun Berkuasa, Sosiolog UI: “Kapan giliran MK, KPU, Komnas HAM dan Dewan Pers?,”

Salah seorang sumber detikcom di KPK yang merupakan pegawai perempuan mengaku ditanya perihal jilbab. Bila pegawai perempuan itu enggan melepas jilbab, dianggap lebih mementingkan diri sendiri.

Mantan Jubir KPK : Jika Yang Bersih Diusir Dari KPK, Ini Pembusukan Pemberantasan Korupsi , RIP KPK ???

“Aku ditanya bersedia enggak lepas jilbab. Pas jawab nggak bersedia, dibilang berarti lebih mementingkan pribadi daripada bangsa negara,” ucap pegawai KPK itu, dilansir Detikcom, Jumat (7/5/2021).

Pegawai perempuan KPK lainnya mengaku ditanya urusan pribadi. Dia pun heran dengan ragam pertanyaan itu.

“Ditanya kenapa belum punya anak,” ucap pegawai KPK perempuan itu.

“Ditanya kenapa cerai,” imbuh pegawai lainnya.

Selain itu, ada pewawancara yang disebut meminta pegawai KPK lain membaca ulang syahadat sebagai seorang muslim. Ada pula permintaan untuk membaca doa makan.

Perihal anehnya pertanyaan-pertanyaan untuk pegawai KPK itu sempat dimunculkan oleh mantan juru bicara KPK Febri Diansyah. Dia tak habis pikir hal ini ditanyakan dalam tes alih status pegawai KPK.

“Apakah pertanyaan ini pantas dan tepat diajukan pada pegawai KPK untuk mengukur wawasan kebangsaan?” kata Febri dalam cuitannya di Twitter. Febri mengizinkan detikcom mengutip cuitannya.

“Kalaulah benar pertanyaan itu diajukan pewawancara pada Pegawai KPK saat tes wawasan kebangsaan, sungguh saya kehabisan kata-kata dan bingung apa sebenarnya yang dituju dan apa makna wawasan kebangsaan. Semoga ada penjelasan yang lengkap dari KPK, BKN atau KemenPAN RB tentang hal ini,” imbuh Febri.

Berkaitan dengan tes wawasan kebangsaan ini sudah disampaikan KPK dalam konferensi pers pada Rabu, 5 Mei 2021. Ketua KPK Firli Bahuri menyebut aturan tes wawasan kebangsaan itu berdasar pada Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai Menjadi ASN.

Ketua KPK Firli Bahuri mengaku tidak tahu materi pertanyaan dalam tes itu. “Mohon maaf, itu bukan materi KPK, karena tadi sudah disampaikan yang menyiapkan materi siapa, penanggung jawabnya siapa, kan jelas tadi,” ucap Firli.

Berikut penjelasan lengkap KPK seperti dibacakan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers itu.

1. KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menggelar Tes Wawasan Kebangsaan (selanjutnya disingkat TWK) yang dilaksanakan pada 18 Maret 2021 hingga 9 April 2021 terhadap 1.351 pegawai tapi 2 orang di antaranya tidak hadir saat tahap wawancara.

2. Rangkaian TWK dibagi sebagai berikut:

– Tes Tertulis Indeks Moderasi Bernegara (IMB) dan Integritas pada 9-10 Maret 2021

– Profiling pada 9-17 Maret 2021

– Wawancara pada 18 Maret-9 April 2021

3. KPK dan BKN melibatkan 5 instansi dalam TWK yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

4. Kelima instansi itu memiliki peran sebagai berikut:

– Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat dan BAIS TNI berperan dalam pelaksanaan Tes Indeks Moderasi Bernegara-(68) dan Integritas;

– BIN dan BNPT berperan dalam pelaksanaan Profiling;

– BAIS TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, dan BNPT berperan dalam pelaksanaan wawancara pegawai KPK;

– BKN bersama BIN, BNPT, , Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat; dan

– Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat menjadi tim observer hasil asesmen TWK pegawai KPK.

5. Total dari 1.351 pegawai KPK yang menjalani tes, terdapat 75 orang yang disebut tidak memenuhi syarat termasuk penyidik senior KPK Novel Baswedan. Berikut rinciannya:

Pegawai yang memenuhi syarat: 1.274 orang

Pegawai yang tidak memenuhi syarat: 75 orang

Pegawai yang tidak mengikuti tes: 2 orang.

Tes Wawasan Kebangsaan Berbau SARA berujung Pemecatan 75 Pegawai Bikin Heboh , KPK Mulai ‘Buang Badan’

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengelak dan menyatakan tidak ikut menyusun soal dan materi dalam tes wawancara kebangsaan terhadap pegawai institusi itu.

SARA !!! Pegawai KPK Ngaku Ditanyai Soal Kesediaan Lepas Jilbab: Saya Jawab Gak Dibilangin Egois

Seperti diketahui, beredar kabar bahwa poin-poin pertanyaan dalam tes tersebut diduga janggal dan cenderung ‘nyeleneh’.

Butuh 32 Tahun KPK Berdiri, Dihancurkan Jokowi Hanya 5 Tahun Berkuasa, Sosiolog UI: “Kapan giliran MK, KPU, Komnas HAM dan Dewan Pers?,”

Tes wawasan kebangsaan dilakukan KPK dalam proses peralihan pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Menurut Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, seluruh materi dalam tes wawancara itu disusun oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan beberapa institusi lain.

“Semua alat tes berupa soal dan materi wawancara disusun oleh BKN bersama lembaga-lembaga tersebut. Sebelum melaksanakan wawancara telah dilakukan penyamaan persepsi dengan pewawancara dari beberapa lembaga tersebut,” kata Ali dilansir ANTARA, Jumat (7/5/2021).

Ali kembali membantah bahwa KPK merupakan penyelenggara tes tersebut.

“Seperti dijelaskan sebelumnya, asesmen tes wawasan kebangsaan ini diselenggarakan oleh BKN,” ucap Ali.

Dalam pelaksanaan wawancara, kata Ali, ada pertanyaan yang dikembangkan dari tes tertulis sebelumnya.

“Dari informasi yang kami terima dari pegawai KPK, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab oleh pegawai beberapa di antaranya, misalnya berkaitan dengan tata cara beribadah dan pilihan hidup berkeluarga,” ungkap Ali.

Ali mengatakan, KPK juga menerima masukan dari publik yang mempertanyakan relevansi beberapa materi dalam wawancara yang tidak berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi KPK.

“Ini menurut kami bisa menjadi masukan bagi penyelenggara asesmen,” ujar Ali.

Tes wawasan kebangsaan diikuti oleh 1.351 pegawai KPK. Hasilnya telah diumumkan pada Rabu (5/5/2021).

Adapun yang memenuhi syarat sebanyak 1.274 orang. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 75 orang, dan pegawai yang tidak hadir wawancara sebanyak dua orang.

Pada tes ini, BKN melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat (Pusintel TNI AD), Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat (Dispsiad), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Mantan Ketua KPK: Mesin Korupsi Rezim Makin Canggih, Dibantu Imperium Buzzer Politik

Jakarta 7 Mei 2021 : Tes wawasan kebangsaan sebagai salah satu syarat alih status sebagai ASN membuat 75 pegawai KPK tidak lulus. Tes tersebut diduga sebagai alat menyingkirkan pihak-pihak tertentu di KPK lantaran deretan pertanyaan saat tes dirasa janggal.

Butuh 32 Tahun KPK Berdiri, Dihancurkan Jokowi Hanya 5 Tahun Berkuasa, Sosiolog UI: “Kapan giliran MK, KPU, Komnas HAM dan Dewan Pers?,”

Mantan Pimpinan KPK, Busyro Muqoddas, menilai upaya penyingkiran pegawai yang berintegritas merupakan bagian episode pembunuhan KPK. Melihat kondisi KPK saat ini, Busyro menilai serangan koruptor yang berkolaborasi dengan buzzer politik semakin canggih.

Sejak RUU KPK Ditandatangani Jokowi , KPK Sekarang Jadi Lembaga Di Bawah Ketiak Eksekutif Yang Tebang Pilih dan Tidak Punya Nyali

“Nilai kebangsaan bukan saja terancam, tapi terus digerus mesin korupsi yang semakin canggih dengan menggunakan kekuatan imperium buzzer politik,” ujar Busyro dalam diskusi virtual pada Jumat (7/5).

Busyro menyebut, kekuatan imperium buzzer politik tersebut sudah terlihat ketika KPK diserang isu taliban. Ia menduga isu itu sengaja dimunculkan para buzzer yang bekerja sama dengan para koruptor.

Padahal selama menjadi pimpinan KPK, Busyro bersaksi tidak ada fanatisme agama yang khusus di kalangan para pegawai.

“Kalau tadi saya katakan ada militan taliban, kuat dugaan itu program imperium buzzer. Dan saya bersaksi di KPK tidak pernah ada yang namanya fanatisme kelompok agama mana pun,” ucap Busyro yang juga Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.

Busyro menambahkan, dengan adanya upaya menyingkirkan para pegawai berintegritas melalui tes ASN, ditambah revisi UU yang berlaku sejak 2019, merupakan bukti KPK telah dibunuh secara terstruktur, sistematis, dan masif.

“Revisi UU yang sukses besar bagi DPR dan pemeritah merupakan bukti yang nyata terjadinya dari kuasa negara untuk melumpuhkan lembaga pemberantasan korupsi,” tutupnya.

Demokrasi Indonesia di Bawah Kendali Oligarki

Berita Duka, BEM UI: KPK, Lembaga Antirasuah Kebanggaan Bangsa Telah Meninggal Dunia!!! RIP : Rest In Peace KPK ?????

Hajinews — Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI menyampaikan berita duka untuk KPK melalui keterangan tertulis.

Butuh 32 Tahun KPK Berdiri, Dihancurkan Jokowi Hanya 5 Tahun Berkuasa, Sosiolog UI: “Kapan giliran MK, KPU, Komnas HAM dan Dewan Pers?,”

Disampaikan melalui satu utas di akun Twitter resmi @BEMUI_Official, BEM UI menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Polling: Mayoritas Netizen Sepakat Jokowi Aktor Intelektual Pembunuhan KPK

“BERITA DUKA: KPK TELAH MENINGGAL DUNIA!” ujar BEM UI, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari cuitan di akun Twitter resminya.

Cuitan BEM UI. Tangkap layar Twitter @BEMUI_Official

Bersamaan dengan cuitan tersebut, BEM UI juga mengunggah gambar yang bertuliskan “TURUT BERDUKA CITA ATAS BERPULANGNYA KPK, Lembaga Antirasuah Berintegritas dan Berkredibilitas Kebanggaan Bangsa”.

Dalam cuitan selanjutnya, BEM UI memaparkan saat DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi, pada 17 September 2019 lalu.

Menurutnya, sejumlah masyarakat saat itu telah mengajukan judicial review atau uji formal terhadap UU KPK tersebut.

“Menanggapi hal tersebut, beberapa masyarakat mengajukan “judicial review” uji formal UU KPK. Tiga orang diantaranya adalah komisioner KPK periode 2015–2019, yaitu Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, dan Saut Situmorang,” kata BEM UI.

Namun, lanjut akun lembaga eksekutif di tingkat pendidikan tinggi itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan penolakannya terhadap judicial review UU KPK secara keseluruhan pada 4 Mei 2021 lalu.

“Namun, Mahkamah Konstitusi baru saja menolak secara keseluruhan “judicial review” uji formal UU KPK pada Selasa, 4 Mei 2021,” ujarnya.

Untuk diketahui, lembaga antirasuah KPK saat ini memang tengah menjadi sorotan publik.

Terlebih, KPK bersama Badan Kepegawaian Negara atau BKN baru saja menggelar tes wawasan kebangsaan atau TWK untuk peralihan status para pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tes wawasan kebangsaan atau TWK ini merupakan salah satu hasil dari UU KPK yang telah disahkan.

Namun, masyarakat kemudian dikagetkan dengan adanya puluhan pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, pun membenarkan soal adanya 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan untuk menjadi ASN tersebut.

“Untuk pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebanyak 75 orang,” ujar Nurul Ghufron.

Menurut kabar yang beredar, salah satu dari pegawai KPK yang tidak lolos itu adalah penyidik senior Novel Baswedan.

Namun, hingga saat ini pihak KPK belum memberikan komentar tentang kabar yang menyebutkan bahwa Novel Baswedan tidak lolos TWK.(dbs)

Menuju Wawasan Kebangsatan Ala Rezim Jokowi

Medan, FNN – Apakah ada typo di judul tulisan ini? Tidak, sama sekali. Kita memang sedang membahas diksi baru, yaitu Wawasan Kebangsatan (Wangsat) sebagai lawan dari Wawasan Kebangsaan (Wangsa).

75 Pegawai teramsuk Penyidik Senior Novel Baswedan yang sedang Tangani Kasus Kasus Besar Dipecat hanya karena tidak Lulus Test Wawasan Kebangsatan ???

Wawasan Kebangsaan lebih-kurang maksudnya adalah konsepsi tentang kehidupan kebangsaan yang diisi dengan nilai-nilai mulia. Bisa juga disebut cara pandang yang berintikan pemahaman tentang kebangsaan.

Sejak RUU KPK Ditandatangani Jokowi , KPK Sekarang Jadi Lembaga Di Bawah Ketiak Eksekutif Yang Tebang Pilih dan Tidak Punya Nyali

Fokus dari Wangsa adalah pengamalan Pancasila yang diharapkan akan menghasilkan manusia-manusia yang pro-tauhid (ketuhanan yang maha esa). Manusia yang pro-keadilan, pro-kerakyatan, pro-pemberatasan korupsi, pro-lingkungan hidup, dlsb.

Selanjutnya, apa itu Wawasan Kebangsatan? Tidak lain adalah konsepsi tentang penegakan nilai-nilai kebangsatan. Intinya adalah pengamalan cara-cara bangsat dalam proses kehidupan. Terutama kehidupan publik dan pengelolaan negara.

Artinya, Wawasan Kebangsatan adalah dasar filosofis untuk menciptakan manusia-manusia bangsat. Semakin bangsat seseorang, semakin tinggi nilainya di mata elit bangsat.

Wawasan Kebangsatan diproyeksikan akan menggeser Wawasan Kebangsaan yang selama ini mendominasi percakapan nasional Indonesia.

Para pengelola negara yang ada saat ini kelihatannya ingin agar Wawasan Kebangsatan bisa secepatnya menggantikan Wawasan Kebangsaan. Nah, bagaimana cara agar Wangsat bisa menyingkirkan Wangsa?

Akselerasi penerapan nilai-nilai kebangsatan sedang dipromosikan melalui semua mesin transformasi yang tersedia. Elit bangsat telah memikirkan itu. Dan sudah pula menyiapkan thesis yang akan menjadi panduan untuk menciptakan seorang yang sempurna dalam kebangsatan.

Salah satu instrument yang paling efektif untuk mensosialisasikan Wangsat adalah tes untuk mengetahui seluas dan sedalam apa Wawasan Kebangsatan seseorang. Salah satu lembaga penting musuh korupsi baru-baru ini melaksanakan tes kebangsatan terhadap para pegawainya.

Dari 1,300-an lebih staf yang dites, 75 orang dinyatakan gugur. Mereka tidak memiliki pemikiran bangsat. Mereka terlalu keras dalam berpancasila. Terlalu teguh dalam berkeadilan. Terlalu ‘radikal’ melawan korupsi. Sedangkan yang lainnya, di luar 75 orang itu, dianggap bisa dibina dalam koridor kebangsatan.

Karena tidak lulus tes, 75 orang yang tidak bisa diarahkan menjadi para bangsat itu akan dikeluarkan alias dipecat dari lembaga penting dimaksud. Lembaga ini sedang ditransformasikan oleh para elit bangsat untuk menjadi proyek percontohan (pilot project) menuju Wawasan Kebangsatan

Novel Baswedan & 75 Pegawai Yang Sedang Tangani Kasus Besar Dipecat dari KPK , ICW Sebut Ada Peran Jokowi dan DPR

Nama Novel Baswedan menjadi satu dari total 75 pegawai KPK masuk daftar tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Mantan Jubir KPK : Jika Yang Bersih Diusir Dari KPK, Ini Pembusukan Pemberantasan Korupsi , RIP KPK ???

Atas dasar itu, Penyidik senior dan 75 Pegawai lembaga antirusuah itub dipecat dari KPK.

Sejak RUU KPK Ditandatangani Jokowi , KPK Sekarang Jadi Lembaga Di Bawah Ketiak Eksekutif Yang Tebang Pilih dan Tidak Punya Nyali

Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan. Foto dok JawaPos.com

Indonesia Corporotion Watch (IPW) menyebut itu tidak lepas dari peran tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI.

“Kondisi ini tidak bisa begitu saja dilepaskan dari peran Presiden Jokowi dan segenap anggota DPR RI,” ujar peneliti Kurnia Ramdhana dalam keterangannya kepada Wartawan di Jakarta, Selasa (4/5/2021).

Kurnia juga menyebut ancaman pemecatan terhadap pegawai berintegritas menambah satu masalah usai dilakukannya revisi UU KPK.

“Praktik buruk ini sebenarnya kian melengkapi wajah suram KPK di bawah komando Firli Bahuri,” ungkapnya.

“Mulai dari ketidakmauan memboyong Harun Masiku ke proses hukum,” lanjutnya.

Kemudian, tambah Kurnia menghilangkan nama-nama politisi dalam dakwaan korupsi bansos Covid-19.

“Pelindungi saksi perkara suap benih lobster, membocorkan informasi penggeledahan, sampai pada akhirnya melucuti satu per satu penggawa KPK,” berbernya.

Sebelumnya, penyidik senior KPK Novel Baswedan mendengar kabar tidak lolosnya sejumlah pegawai KPK melalui tes alih status sebagai ASN.
Novel sendiri juga sebagai bagian dari pegawai yang tidak lolos dalam tes kebangsaan itu.

“Cuma itulah aku paham, tapi nanti begitu disampaikan itu benar baru bisa dikonfirmasi kan, tapi rasanya kayak begitu sih,” kata Novel, Selasa (4/5/2021).

“Mereka maunya begitu tapi itu kan sudah lama, upaya-upaya cuma yang berbeda yang diduga berbuat pimpinan KPK sendiri, kan lucu,” imbuhnya.

Novel pun mempersilakan publik nantinya mengkroscek nama-nama pegawai yang tidak lolos itu.

Menurut Novel, profil orang-orang itu sangat tidak layak bila disebut tidak lolos tes ASN.

“Mau dikaitkan dengan kemampuan akademis, mereka hebat-hebat,” ujarnya.

“Mau dikaitkan dengan nasionalisme, mereka orang-orang selama ini bela negaranya kuat, antikorupsinya kuat, integritasnya bagus-bagus, radikalisme nggak nyambung karena heterogen,” sambung Novel.

Mantan Jubir KPK : Jika Yang Bersih Diusir Dari KPK, Ini Pembusukan Pemberantasan Korupsi , RIP KPK ???

Mantan Jurubicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KP) Febri Diyansyah angkat bicara terkait kabar tidak lolosnya pegawai KPK setelah menjaani tes wawasan kebangsaan.

Sejak RUU KPK Ditandatangani Jokowi , KPK Sekarang Jadi Lembaga Di Bawah Ketiak Eksekutif Yang Tebang Pilih dan Tidak Punya Nyali

Melalui cuitan laman Twitter pribadinya Febri mengutarakan bahwa apa yang menjadi hasil dari revisi UU KPK mulai nampak.

Penyidik Senior Novel Baswedan dan 75 Pegawai Senior Dipecat KPK , Tikus-tikus Istana Gembira Nyanyikan Lagu Genjer-Genjer

Mantan pegiat ICW ini, mengajak pubik melihat bagaimana kinerja KPK yang ia sebut dipilih dengan proses yang kontroversial. Termasuk pada para penyidik KPK yang tak lolos karena alasan terpapar radikalisme.

“Lebih konyol lagi, mereka distempel Taliban dan Radikal. Narasi yang juga dgunakan untuk menyerang lawan-lawan politik dan melegitimasi proses Revisi UU KPK. Oleh orang-orang dan robot yang sama,” demikian kata Febri, Rabu (5/5).

Febri menuding bahwa di bawah kepemimpinan KPK sekarang minim prestasi. Bahkan Febri mengaku heran dengan informasi bahwa mantan penyidik KPK yang menangkap Setya Novanto juga disebut tak lolos.

“Jika mereka yang bersih dan berjuang membongkar skandal korupsi justru ingin diusir dari lembaga antikorupsi, inilah yang sesungguhnya pantas disebut pembusukan upaya pemberantasan korupsi,” demikian kata Febri Diansyah.

Febri kemudian menegaskan bahwa mereka yang tidak berwawasan kebangsaan adalah para koruptor, bukan para pemburu pelaku rasuah.

“Negeri ini dieksploitasi. Dihisap. Hak rakyat dicuri. Wawasan kebangsaan seperti apa yang dimiliki koruptor? tapi mereka yang teguh melawan korupsi justru disingkirkan dengan alasan tidak lulus tes wawasan kebangsaan?” demikian cuitan akhir terkait 75 penyidik KPK yang dikabarkan tak lolos tes wawasan kebangsaan.

Ketua KPK Firli Bahuri menekankan bahwa materi tes wawasan kebangsaan untuk pegawai KPK yang akan dialihkan statusnya menjadi ASN sesuai dengan UU 19/2019 tentang KPK bukan ranahnya KPK.

Menurut Firli berkaitan dengan yang ramai diperbincangan hari ini, ditentukan oleh Badan Kepegawaian Negara

Sejak RUU KPK Ditandatangani Jokowi , KPK Sekarang Jadi Lembaga Di Bawah Ketek Eksekutif Yang Tebang Pilih dan Tidak Punya Nyali

Ahli hukum tata negara, Refly Harun memberikan tanggapannya mengenai pelemahan KPK yang saat ini tengah ramai diperbincangkan.

Sebanyak 51 Guru Besar Termasuk Emil Salim Surati MK, Minta Batalkan Revisi UU KPK Yang Terbukti malah melemahkan KPK

Hal itu disampaikan Refly Harun pada unggahan di kanal YouTube pribadinya yang berjudul, “LIVE! NOVEL DKK DIBEGAL SOAL!!”.

Penyidik Senior Novel Baswedan dan 75 Pegawai Senior Dipecat KPK , Tikus-tikus Istana Gembira Nyanyikan Lagu Genjer-Genjer

“Jadi pelemahan KPK luar biasa, karena di undang-undang ada ketentuan mengenai dewan pengawas terhadap pimpinan KPK. Sehingga pimpinan KPK tidak lincah lagi dalam melakukan penggeledahan,” kata Refly Harun, seperti dikutip, Rabu (5/5/2021).

Tak hanya itu, Refly Harun juga menjelaskan sebelumnya Mahkamah Konstitusi menolak uji formil maupun uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Padahal, menurut Refly tugas KPK seharusnya menjadi lembaga extraordinary karena memberantas kasus-kasus kriminal luar biasa.

Namun, sekarang ini KPK hanyalah menjadi lembaga yang berada di bawah perintah kekuasan.

“Padahal keberadaan KPK itu menjadi lembaga yang extraordinary karena memberantas extraordinary crime. Tapi sekarang KPK menjadi lembaga yang di bawah ketiak kekuasan eksekutif, beberapa hal hanya perpanjangan tangan dari lembaga penegak hukum lainnya,” sambung Refly Harun.

20 Pertanyaan Rasis & Fasis Tes Pegawai KPK Berujung Pemecatan Novel Baswedan : Semua Orang Cina sama Saja, Hak Kaum Homo Harus Dipenuhi , FPI . HTI ???

Pertanyaan di dalam tes wawasan kebangsaan yang dijalani pegawai KPK menjadi sorotan. Sebab, sejumlah pertanyaan dinilai janggal.

Penyidik Penyidik Senior Garis Lurus KPK Yang Dihabisi Rezim Jokowi Ternyata Sedang Tangani Kasus Korupsi Kakap Termasuk Bansos Gate !!!

Penyidik senior KPK Novel Baswedan membenarkan mengenai pertanyaan itu.

Kematian Tragis KPK dan Akhir Dari Republik Indonesia

“Iya, begitulah,” ujar Novel Baswedan kepada wartawan, Selasa (4/5).

Novel bahkan mendengar kabar bahwa dirinya dan sejumlah rekannya tidak lolos tes tersebut. Kabar beredar bahwa pegawai KPK yang tidak lolos akan dipecat.

Selain Novel Baswedan, sejumlah pegawai KPK yang mengikuti tes menyoroti soal pertanyaan yang dinilai janggal. Termasuk pertanyaan mengenai “kenapa belum menikah” hingga “Islamnya, Islam apa”. Bahkan, hingga pertanyaan “salat subuhnya pake qunut?”.

20 Pertanyaan Tes Pegawai KPK: Semua Orang Cina sama Saja, Hak Kaum Homo Harus Dipenuhi

Mereka pun mengaku diminta untuk memberikan pernyataan sikap setuju atau tidak setuju atas sejumlah isu. Berikut antara lain 20 pertanyaan yang harus dijawab para pegawai KPK:

1. Saya memiliki masa depan yang suram

2. Saya hidup untuk menebus dosa-dosa masa lalu

3. Semua orang Cina sama saja

4. Semua orang Jepang kejam

5. UU ITE mengancam kebebasan berpendapat

6. Agama adalah hasil pemikiran manusia

7. Alam semesta adalah ciptaan Tuhan

8. Nurdin M. Top, Imam Samudra, Amrozi melakukan jihad

9. Budaya barat merusak moral orang Indonesia

10. Kulit berwarna tidak pantas menjadi atasan kulit putih

11. Saya mempercayai hal ghaib dan mengamalkan ajarannya tanpa bertanya-tanya lagi

12. Saya akan pindah negara jika kondisi negara kritis

13. Penista agama harus dihukum mati

14. Saya ingin pindah negara untuk kesejahteraan

15. Jika boleh memilih, saya ingin lahir di negara lain

16. Saya bangga menjadi warga negara Indonesia

17. Demokrasi dan agama harus dipisahkan

18. Hak kaum Homoseks harus tetap dipenuhi

19. Kaum Homoseks harus diberikan hukuman badan

20. Perlakuan kepada narapidana kurang keras. Harus ditambahkan hukuman badan

Selain itu, mereka juga diminta menulis essai mengenai Organisasi Papua Merdeka (OPM), PKI, HTI, FPI, Habib Rizieq, hingga terkait kebijakan pemerintah.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengaku turut mendengar perihal isi tes tersebut. Termasuk soal isi dari pertanyaan dalam tes tersebut.

“Bukan soal substansi yang ditanyakan tapi memang pertanyaannya bermasalah,” kata Feri kepada wartawan.

Tes Wawasan Kebangsaan merupakan menjadi salah satu tahapan perubahan alih status pegawai KPK menjadi ASN. Perubahan status tersebut merupakan dampak UU KPK hasil revisi.

Pegawai KPK diwajibkan menjadi ASN maksimal 2 tahun sejak UU tersebut disahkan pada 17 September 2019.

Dikutip dari situs Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, tes wawasan kebangsaan, asesmen Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam penyelenggaraannya. Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyebut asesmen TWK ini menggunakan alat ukur Tes Indeks Moderasi Bernegara (IMB-68), di mana terdapat 68 klaster yang diklasifikasi. Aspek yang diukur adalah integritas, netralitas, dan antiradikalisme.

Menurut dia, komponen syarat pertama adalah taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahannya. Kedua, tidak terlibat dalam kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan/atau putusan pengadilan. Serta ketiga, memiliki integritas dan moralitas yang baik.

Namun, Kepala Humas BKN Paryono mengaku tidak tahu isi pertanyaan dalam tes tersebut.

“Kalau itu informasi itu dari yang kemarin dites, berarti itu mungkin bener itu. Kalau saya, malah enggak tahu sama sekali. Soalnya kan tertutup, yang tahu yang ngetes sama yang dites saja,” ujar dia.

Sekjen KPK Cahya H Hareffa menegaskan hasil tes wawasan kebangsaan dalam alih status pegawai menjadi ASN belum dibuka. Hasil yang diterima dari BKN pada 27 April 2021 itu masih tersegel rapi di Gedung KPK.

Hasil tes tersebut merupakan penilaian terhadap 1.349 pegawai KPK yang telah ikuti tes asesmen.

Ia meminta kepada media dan publik untuk mengacu pada informasi resmi dari KPK terkait proses alih status tersebut.

“Kami menegaskan agar media dan publik berpegang pada informasi resmi kelembagaan KPK,” ucapnya.

Penyidik Penyidik Senior Garis Lurus KPK Yang Dihabisi Rezim Jokowi Ternyata Sedang Tangani Kasus Korupsi Kakap Termasuk Bansos Gate !!!

TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi dikabarkan akan memecat 75 pegawainya, termasuk penyidik KPK. Pemecatan ini merupakan buntut tes wawasan kebangsaan yang digelar lembaga tersebut. Tes ini merupakan bagian dari alih status pegawai KPK menjadi ASN yang diatur dalam Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK)

Penyidik Senior Garis Lurus KPK DKK Sengaja Dipecat KPK Lewat Seleksi Janggal Pegawai KPK Yang Ditanya Tentang Sikap terhadap FPI, HTI, China

Beberapa sumber mengatakan mayoritas yang dipecat adalah penyidik senior di lembaga antikorupsi tersebut. Salah satunya adalah Novel Baswedan. “Iya benar, saya mendengar info tersebut,” katanya lewat pesan teks pada Senin, 3 Mei 2021. Ia menduga tes itu sesungguhnya menjadi bagian dari upaya menyingkirkan pegawai independen, di antaranya penyidik dan penyelidik yang diangkat oleh KPK.

Sebanyak 51 Guru Besar Termasuk Emil Salim Surati MK, Minta Batalkan Revisi UU KPK Yang Terbukti malah melemahkan KPK

Tes wawasan kebangsaan para pegawai KPK itu berlangsung sejak Maret hingga 9 April lalu. Tes ini merupakan konsekuensi dari revisi Undang-Undang KPK pada 2019. Hasil revisi itu mengharuskan seluruh pegawai KPK beralih status menjadi ASN. Selain itu, KPK dimasukkan dalam rumpun eksekutif.

Seperti dikutip dari Koran Tempo edisi 4 Mei 2021, sumber lain mengatakan rata-rata penyidik yang dipecat pernah menjadi kepala satuan tugas dalam penanganan sejumlah perkara korupsi kakap di KPK.

Perkara korupsi yang mereka tangani, antara lain, adalah kasus suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan yang menyeret Harun Masiku, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang sekarang masih buron.

Lalu kasus suap bantuan sosial dalam penanganan Covid-19. Perkara ini menyeret Menteri Sosial dari PDIP Juliari Peter Batubara. Dua politikus PDIP, yakni Herman Hery dan Ihsan Yunus, juga terseret dalam kasus ini.

Bagaimana kejanggalan dari tes wawasan kebangsaan ini? dan bagaimana cerita di balik pemecatan penyidik KPK ini? Baca selengkapnya di Koran Tempo edisi Selasa, 4 Mei 2021.

Penyidik Senior Garis Lurus KPK DKK Sengaja Dipecat KPK Lewat Seleksi Janggal Pegawai KPK Yang Ditanya Tentang Sikap terhadap FPI, HTI, China

Jakarta, Hajinews.id – Beredar kabar seluruh kepala satuan tugas (kasatgas) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal dipecat. Salah satu yang dikabarkan akan didepak yakni Novel Baswedan.

Penyidik Senior Garis Lurus KPK Novel Baswedan DKK Dipecat , Tikus-tikus Istana Gembira Nyanyikan Lagu Genjer-Genjer

Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri merespons hal itu. Isu yang beredar berkaitan dengan hasil tes wawasan kebangsaan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengenai peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hasil itu diterima Lembaga Antikorupsi pada 27 April 2021.

Sebanyak 51 Guru Besar Termasuk Emil Salim Surati MK, Minta Batalkan Revisi UU KPK Yang Terbukti malah melemahkan KPK

Plt juru Bicara KPK Ali Fikri mengakui sudah menerima hasil tes tersebut dari Badan Kepegawaian Negara atau BKN. Namun dia belum bisa menjawab terkait isu pemecatan Novel Baswedan.

“KPK benar telah menerima hasil assesment wawasan kebangsaan yang diserahkan pihak BKN (Badan Kepegawaian Negara) tanggal 27 April 2021,” kata Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 4 Mei 2021.

Kendati demikian, kata dia, hasilnya sampai saat ini belum diketahui. Ali memastikan lembaganya akan menyampaikan hasil tes tersebut kepada publik dalam waktu dekat.

“Namun mengenai hasilnya, sejauh ini belum diketahui karena informasi yang kami terima data dimaksud belum diumumkan. KPK memastikan akan menyampaikan hasilnya kepada publik dalam waktu dekat dan akan kami informasikan lebih lanjut,” ucap dia.

Seperti diketahui, peralihan status pegawai KPK menjadi pegawai ASN memang imbas dari revisi Undang-Undang KPK.

Disebutkan dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebut bahwa Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.

Selain itu, dalam Pasal 69C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 disebut pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku dapat diangkat menjadi pegawai aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk mengimplementasikannya juga perlu diperlukan peraturan teknis, yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.

KPK pun bekerja sama dengan BKN menggelar asesment wawasan kebangsaan bagi seluruh pegawai tetap dan pegawai tidak tetap KPK yang menjadi salah satu rangkaian proses alih status tersebut.

Adapun materi dalam asesment wawasan kebangsaan, yaitu integritas berbangsa untuk menilai konsistensi perilaku pegawai apakah sesuai dengan nilai, norma, dan etika organisasi dalam berbangsa dan bernegara.

Selanjutnya, netralitas ASN untuk menilai ketidakberpihakan pegawai pada segala bentuk pengaruh manapun dan pihak siapapun.

Terakhir, antiradikalisme untuk menilai kesetiaan pegawai terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.

Pimpinan KPK sendiri telah berkomitmen bahwa semua pegawai KPK telah menjadi ASN pada 1 Juni 2021 bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila.

Sebanyak 51 Guru Besar Termasuk Emil Salim Surati MK, Minta Batalkan Revisi UU KPK Yang Terbukti malah melemahkan KPK

Jakarta, CNN Indonesia — Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Emil Salim menyurati Mahkamah Konstitusi (MK) agar segera membatalkan revisi UU KPK. Nama Emil tercantum bersama 50 guru besar yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Antikorupsi Indonesia.

Permainan Kasar Terakhir Rezim Jokowi Untuk Lumpuhkan KPK

Revisi yang dimaksud adalah Undang-Undang 19 Tahun 2019 hasil perubahan dari UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Seleksi Janggal Kamuflase Rezim Kardus Jokowi , Pegawai KPK Ditanya Tentang Sikap terhadap FPI, HTI, China

Revisi yang dimaksud adalah Undang-Undang 19 Tahun 2019 hasil perubahan dari UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Seleksi Janggal Kamuflase Rezim Kardus Jokowi , Pegawai KPK Ditanya Tentang Sikap terhadap FPI, HTI, China

Dalam surat tersebut para guru besar menilai banyak permasalahan muncul setelah penerbitan Revisi UU KPK. Selain itu, undang-undang tersebut juga dinilai melemahkan KPK.

“Jika ditarik sejak pembentuk undang-undang merevisi UU KPK, berturut-turut permasalahan datang menghampiri badan antikorupsi yang selama ini kita andalkan,” bunyi surat tersebut.

“Alih-alih memperkuat, eksistensi UU Nomor 19 Tahun 2019 justru memperlemah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK,” tambahnya.

Dalam surat tersebut, para guru besar berpandangan UU No. 19 Tahun 2019 secara terang benderang telah melumpuhkan lembaga antirasuah itu, baik dari sisi profesionalitas dan integritasnya.

Beberapa permasalahan yang mereka soroti di antaranya yaitu hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), sampai pada alih status kepegawaian KPK ke aparatur sipil negara.

Mereka memberikan contoh salah satu kegagalan KPK yaitu gagal memperoleh barang bukti saat melakukan penggeledahan di Kalimantan Selatan, serta penerbitan SP3 untuk perkara mega korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Selain itu, pelanggaran kode etik juga banyak ditemukan di KPK, pencurian barang bukti, dan praktek penerimaan gratifikasi serta suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani.

“Pelan tapi pasti telah merusak reputasi KPK yang sejak lama justru jadi barometer badan antikorupsi yang cukup ideal,” dikutip dalam surat tersebut.

Tidak hanya itu, mereka juga menilai proses pengesahan revisi UU KPK diwarnai dengan permasalahan serius, terutama ihwal proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Sebagaimana Bapak dan Ibu Hakim Konstitusi ketahui, Undang-Undang KPK hasil perubahan dikerjakan secara kilat (14 hari) oleh pemerintah dan DPR,” tulisnya.

Dalam waktu yang singkat itu, menurut mereka, dapat dilihat bahwa pembahasan regulasi itu juga telah mengabaikan partisipasi masyarakat karena prosesnya tertutup dan tidak akuntabel.

Mereka mengatakan jika praktik ini dinormalisasi maka bukan hanya isu tertib hukum saja yang dilanggar, namun masa depan demokrasi di Indonesia juga dipertaruhkan.

Lihat juga: Senjakala Integritas KPK Buah dari Revisi Undang-Undang
Terkait itu, mereka menilai MK harus mencabut revisi UU KPK dan mengembalikan KPK ke marwah yang lebih baik.

“Berangkat dari permasalahan yang telah disampaikan, kami menaruh harapan besar pada Mahkamah Konsititusi untuk mengembalikan kondisi pemberantasan korupsi seperti sedia kala,” tulis mereka.

Koalisi Guru Besar menilai MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum. Hal ini sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Seleksi Janggal Kamuflase Rezim Kardus Jokowi , Pegawai KPK Ditanya Tentang Sikap terhadap FPI, HTI, China

Koran Tempo : Novel Baswedan dan para penyidik andal dikabarkan tidak lolos dalam tes menjadi Aparat Sipil Negara (ASN) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uji wawasan kebangsaan ini disebut-sebut mengganjal para penyidik yang telah membongkar berbagai kasus korupsi besar itu. Beberapa pihak juga menilai pertanyaan-pertanyaan janggal dalam tes adalah kamuflase belaka.

Sebanyak 51 Guru Besar Surati MK, Minta Batalkan Revisi UU KPK Yang Terbukti malah mewlemahkan KPK

Tes dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan hasilnya sudah diserahkan ke KPK.

Pertanyaan Janggal Test Alih Pegawai KPK Bertentangan dengan UU

Sebanyak 75 pegawai dan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut-sebut tidak lolos seleksi uji menjadi aparat sipil negara (ASN).

Sejumlah sumber di lembaga antirasuah itu membeberkan, upaya menjegal karier para penyidik sudah dimulai sejak awal seleksi, yakni adanya daftar pertanyaan yang janggal.

Seorang sumber menuturkan, beberapa pertanyaan saat seleksi diduga bias agama, yang seolah-olah menempatkan semua pegawai beragama Islam. Pertanyaan juga mengandung rasisme. Sumber ini memberi contoh salah satu pertanyaan yang janggal dan rasis. “Kami diminta menyatakan sikap dalam beberapa pernyataan, misalnya, sikap tentang: semua orang Cina sama saja,” ujar sumber itu, kemarin.

Para pegawai yang ikut seleksi, kata sumber yang lain, juga diminta memberi sikap terkait dengan pandangan bahwa “penista agama harus dihukum mati”. Para pegawai diminta membuat esai mengenai pandangan tentang Partai Komunis Indonesia (PKI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), narkoba, hingga kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). “Ada yang diminta membaca dua kalimat syahadat, dan ada yang ditanya soal bagaimana kalau anaknya menikah beda agama.”

Peneliti dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan dirinya mendengar daftar pertanyaan janggal untuk menyeleksi pegawai KPK. Menurut dia, cara-cara ini merupakan upaya pemerintah dan pemimpin KPK menyingkirkan pegawai-pegawai yang berintegritas dalam pemberantasan korupsi. “Ini kamuflase saja, makanya dalam ujian muncul pertanyaan tentang PKI, Habib Rizieq, dan lainnya. Ini bertambah aneh karena seharusnya tes ASN berlangsung terbuka,” tutur Feri kepada Tempo, Senin (3/5).

Feri mendengar bahwa sejumlah nama penyidik senior, seperti Novel Baswedan dan Yudi Purnomo, dinyatakan tidak lolos seleksi. Selain mereka, terdapat nama-nama lain yang menduduki jabatan penting dan selama ini bekerja secara independen untuk memberantas korupsi. Feri menduga seleksi ini merupakan bagian dari intervensi pemimpin KPK dan pemerintah untuk menyingkirkan orang-orang yang selama ini menangani kasus-kasus korupsi.

Dari informasi yang diperoleh Feri, sejumlah nama penyidik senior juga terancam didepak dari KPK. Sebagian besar mereka adalah anggota satuan tugas yang menangani perkara korupsi jumbo. Bahkan ada anggota penyidik yang sedang menangani perkara yang menyeret pejabat negara juga tak luput dicoret dari lembaga antirasuah. Bagi Feri, ini merupakan bagian dari rencana besar pelemahan KPK yang dimulai dari revisi undang-undang, mundurnya pegawai, hingga men-screening pegawai yang kritis.

Tidak sesuai Kompetensi
Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Bivitri Susanti, tak heran dengan kabar yang menyebutkan puluhan penyidik yang bekerja di KPK tak lolos menjadi ASN. Hal itu lantaran proses seleksi tidak berdasarkan kebutuhan KPK, melainkan pada sistem perekrutan ASN. “Tes tersebut tidak sesuai dengan kompetensi KPK,” ujar Bivitri kepada Tempo, kemarin.

Dia mengatakan, sebelumnya perekrutan pegawai dan penyidik KPK dilakukan berdasarkan kompetensi dan kebutuhan. Satu di antaranya dengan merekrut penyidik dari luar institusi penegak hukum kepolisian dan Kejaksaan Agung dengan tujuan mampu menjaga independensi lembaga dalam mengungkap kasus-kasus besar. Kenyataannya, mekanisme tersebut kemudian dirombak melalui revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 19 Tahun 2019 yang mempreteli independensi lembaga antirasuah.

Para pegawai dan penyidik independen KPK kemudian diwajibkan menjadi ASN dengan menjalani proses seleksi oleh BKN. Bivitri tidak heran apabila ada pertanyaan-pertanyaan janggal dalam seleksi tersebut. Salah satunya pertanyaan yang berisi ujaran rasisme. “Pertanyaan model ini, sekalipun dikaitkan dengan Pancasila, tidak ada korelasinya,” tutur Bivitri.

Bertentangan dengan UU
Bivitri menganggap proses seleksi yang bermasalah itu berpotensi mendepak pegawai dan penyidik KPK yang selama ini memiliki integritas dalam membongkar kasus korupsi. Bagi dia, ini merupakan rangkaian pelemahan lembaga antirasuah yang dimulai dengan revisi UU KPK yang digawangi parlemen dan pemerintah. Karena itu, Bivitri tidak heran banyak pegawai yang hengkang dari KPK sebelum seleksi ini, di antaranya mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati, menyebutkan peralihan status pegawai KPK menjadi ASN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020. Masalahnya, proses seleksi yang dilakukan pemerintah justru bertentangan dengan Pasal 24 Undang-Undang KPK. “Apa syarat menjadi pegawai KPK? Dia merupakan orang yang karena keahliannya diangkat sebagai pegawai pada KPK,” tutur Asfinawati, kemarin.

Semestinya pegawai yang terbukti memiliki keahlian sesuai dengan kebutuhan KPK secara otomatis menjadi ASN tanpa perlu ujian seleksi. Asfinawati heran mendengar kabar penyidik yang terbukti mengungkap banyak kasus-kasus korupsi justru tidak diluluskan dalam proses seleksi tersebut. Terlebih dalam proses seleksi itu muncul daftar pertanyaan yang seolah-olah antikritik terhadap revisi UU KPK dan atas pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Seleksi penyingkiran
Asfinawati curiga dengan seleksi pemerintah terhadap pegawai KPK. Ia menganggap bahwa ini bagian dari upaya untuk menyeleksi orang-orang internal KPK sebagai bagian dari meruntuhkan lembaga antirasuah. Apalagi proses seleksi yang dilakukan pemerintah tidak berlangsung secara transparan dan tanpa kualifikasi atau parameter kompetensi yang jelas.

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, tak menampik ihwal kabar yang menyebutkan bahwa para pegawai senior di KPK tidak diluluskan dalam proses seleksi ASN. “Saya mendengar info tersebut. Upaya menyingkirkan orang-orang baik dan berintegritas dari KPK adalah upaya lama yang terus dilakukan,” ucap dia ketika dimintai konfirmasi.(dbs)

Ini Deret Pertanyaan Janggal Dalam Tes Alih Pegawai KPK Jadi PNS

TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengumumkan hasil Tes Wawasan Kebangsaan para pegawai KPK. Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah menyerahkan hasil tes kepada KPK pada 27 April 2021.

*Seleksi Janggal Kamuflase Rezim Kardus Jokowi , Pegawai KPK Ditanya Tentang Sikap terhadap FPI, HTI, China*

“Namun mengenai hasilnya, sejauh ini belum diketahui karena informasi yang kami terima, data dimaksud belum diumumkan,” ujar Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, saat dihubungi pada Sabtu, 1 Mei 2021.

*Pertanyaan Janggal Test Alih Pegawai KPK Bertentangan dengan UU*

Ali pun memastikan, KPK akan menyampaikan hasil TWK kepada publik dalam waktu dekat. “Dan akan kami informasikan lebih lanjut,” kata dia.

Seperti dikutip dari Koran Tempo edisi 11 Maret 2021, materi dalam tes wawancara ini sempat menjadi sorotan, karena lebih mirip screening ideologi. Tes diselenggarakan pada 9-10 Maret 2021 di Gedung II BKN, Jakarta Timur. Seorang pegawai KPK setelah menjalani tes saat itu mengatakan dalam tes yang berisi tiga modul buatan Dinas Psikologi TNI AD itu para pegawai diminta menyatakan sikap pada beberapa pertanyaan.

“Di modul ketiga, kami dikasih empat pertanyaan, disuruh memilih yang paling sesuai sama kami. Di sini ada salah satu pernyataan: Nabi adalah suci dan berbeda dengan manusia lain,” kata pegawai itu.

Soal itu berlanjut pada modul berbentuk esai yang disebut Indeks Moderasi Beragama. Dalam esai itu, mereka diminta untuk menjawab revisi UU KPK sebagai kebijakan pemerintah yang tak disetujuinya. Selain itu, menurut dia, pada bagian esai dia diminta untuk menyatakan pendapat mengenai Partai Komunis Indonesia, Front Pembela Islam, Hizbut Tahrir Indonesia, serta LGBT dan Transgender.

Seorang pegawai lainnya juga mengeluhkan soal pernyataan seperti “Penista agama harus dihukum mati” dan ada pula pernyataan “Semua Cina sama saja”. “Ini pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan tugas kami di KPK,” ujar dia.

Berdasarkan keterangan sejumlah pegawai KPK, soal yang diberikan kepada pegawai lebih mirip screening ideologi. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan assesment kebangsaan diperlukan sebagai syarat mutlak menjadi PNS. Ia optimistis bahwa pada 1 Juni pegawai akan dilantik menjadi ASN. (dbs).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *