Guru-Guru Besar Perguruan Tinggi Turun Gunung, Dukung Komnas HAM Usut Dugaan Pelanggaran HAM TWK KPK

banner 400x400

 

Jakarta, Hajinews.id – Sejumlah Guru Besar dari berbagai perguruan tinggi turun gunung guna memberikan dukungan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam mengusut dugaan pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan yang digelar KPK terhadap para pegawainya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Para Guru Besar tersebut melakukan audiensi secara daring di Kantor Komnas HAM, Jakarta pada Senin 14 Juni 2021.

Audiensi dihadiri oleh Komisioner Pemantauan & Penyelidikan Komnas HAM RI M Choirul Anam, Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM Gatot Ristanto dan Koordinator Bidang Dukungan Pemantauan & Penyelidikan Endang Sri Melani, para tim terkait.

Hadir langsung ke Kantor Komnas HAM dari perwakilan Guru-Guru Besar, Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera bersama ‎advokat dan penggiat antikorupsi Saor Siagian, dan Perwakilan ICW Kurnia.

Bivitri mengungkapkan, terdapat delapan Guru Besar yang mengikuti audiensi dengan zoom.

Beberapa nama yang tercatat adalah Profesor Azyumardi Azra,‎ Prof Supriadi Rustad, Prof Sigit Riyanto,‎ Prof Atip Latipulhayat, Prof Susi Dwi Harijanti, Prof Sukron Kamil, Prof Ruswiati Suryasaputra, Prof Hariadi

“Tadi itu mereka memberikan masukan langsung kepada Komnas HAM,” ucap Bivitri dalam konferensi pers yang disiarkan Humas Komnas HAM hari itu.

Ia menuturkan, Komnas HAM memperoleh manfaat praktis berupa panduan mendalami pemeriksaan dari aspek keilmuan berkat masukan para Guru Besar yang memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda.

Bivitri menambahkan, Guru-Guru Besar tersebut memiliki keprihatian atas persoalan TWK yang membuat sejumlah pegawai KPK dipecat.

Masalah tersebut bukan hanya terkait persoalan kepegawaian, melainkan berhubungan pula dengan urusan HAM setiap orang yang tak boleh dilanggar negara.

Ia mencontohkan, pernyataan Prof Susi Dwi Harijanti dari Unpad yang mengingatkan procedural law tak boleh diremehkan karena alasan substantive law.

“‎Dalam arti begini, yag ingin ia (Prof Susi) katakan adalah, aslinya memang TWK ini kan tidak ada di UU 19/2019 (tentang) perubahan UU KPK, tetapi diotak-atik prosedurnya sehingga seakan-akan ada dan akhirnya orang-orang dipecat karena ini,” ucap Bivitri.

Sementara itu, Saor Siagian mengapresiasi kinerja Komnas HAM yang menyelidiki kasus itu. Ia juga meminta agar nasib para pegawai yang status pekerjaan tak jelas setelah dianggap tak lolos TWK turut diperhatikan.

M Choirul Anam dari Komnas HAM mengaku berbagai masukan dari Guru Besar sangat membantu institusinya dalam menyelidiki kasus tersebut. ‎

“Itu adalah dukungan yang sangat-sangat bermakna bagi Komnas HAM,” ucapnya.

Selain diberikan masukan cara melihat kasus, Komnas memperoleh pandangan dan analisis para Guru Besar seperti soal pentingnya menyentuh soal prosedural atau bukan hanya berkutat dalam urusan substansi semata.

“Polisi nangkap (tangkap) orang, cara nangkapnya juga harus benar,” tutur Anam mencontohkan.

Seperti diketahui, Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi mengadukan pelanggaran hak asasi manusia terkait tidak lolosnya 75 pegawai KPK dalam TWK kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Senin 24 Mei 2021.

Komnas HAM pun membentuk tim Pemantauan dan penyelidikan menindaklanjuti pengaduan tersebut. ‎

Komnas menerima pengaduan dari WP KPK dan kuasa hukumnya yang berasal dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan LBH PP Muhammadiyah di kantornya, Jakarta.

,

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *