Porang Asal Pati Laris Manis di Pasar Asia dan Eropa

Sebelum dipacking untuk ekspor, porang asal Pati dilakukan penyortiran. (Foto: Alwi Alaydrus)

PATI, Hajinews – Tanaman Porang (Amorphophallus Muelleri) asal Pati (Jateng) laris manis ke pasar Asia. Bahkan, belakangan ini, pasar Eropa juga minta disuplai.

“Ekspor porang asal Pati mencapai 6 ton per bulan,” tutur ketua Asosiasi Petani Porang Pati, Slamet Riyadi (48), dilansir KrJogja, Selasa (22/6/2021).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dikatakannya, semula porang asal Pati, melalui kerjasama dengan perusahaan di Surabaya dan Bali, mengirim ke negara-negara Asia. Namun sejak awal 2021 ini, ada permintaan melalui perusahaan di Cirebon (Jabar) untuk ekspor ke Eropa dan kawasan sekitarnya.

“Harga jual untuk pasar eropa memang lebih tinggi. Yakni Rp 75 ribu per kilogram. Jadi lebih menguntungkan petani porang. Tetapi persyaratan kualitas yang lebih ketat,” kata Slamet Riyadi.

Beberapa persyaratan supaya porang bisa diekspor ke Eropa diantaranya, warna porang harus asli (Orange), bersih dari tanah. Serta jika masih ada kulit (tebal dikupas 7 milimeter kering), dan tebal daging dirajang (2 milimeter basah).

Untuk bisa menembus ekspor ke pasar Asia dan Eropa, bagi Slamet Riyadi, bukan pekerjaan yang mudah. Dia mulai merintis mengenalkan tanaman porang ke petani di kawasan lereng Gunung Muria bagian timur, sejak tahun 2019 lalu.

Selain minimnya modal, kata warga Desa Dukuhseti ini, tantangan tersebar adalah meyakinkan ke petani bahwa hasil dari tanaman akan jauh lebih menguntungkan dibandingkan ketela atau jagung.

Ketika areal percobaannya berhasil ditanami porang, barulah petani penggarap tanah borgan beralih ke porang. “Sekarang sudah ada 163 petani binaan, berada di Pati dan Jepara,” ujar Slamet Riyadi.

Bahkan untuk menampung produksi porang, organisasi petani porang yang dipimpin Slamet Riyadi, sekarang sudah punya tiga gudang. Yakni di Dukuhseti, Ngarengan dan Sumbersoneyan.

Sementara itu, Kadus Ngarengan desa Puncel, Niam mengakui warganya banyak mengalihkan usaha. Semula menanam ketela kini menjadi petani porang.

“Hasil tanam ketela hanya Rp 1300 per kilogram. Tetapi kalau porang bisa Rp 8000. Ditambah dari umbi katak Rp 150 ribu/kg. Jadi petani sangat untung,” ucap Niam.

“Apalagi, tepung porang bisa dibuat untuk aneka kue dan sop, bumbu pecel atau bakso. Jadi, menanam porang sangat bermanfaat,” pungkasnya.(dbs)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *