Tafsir Al-Quran Surat Al-Hajj 26-32 : Tauhid Landasan Peradaban Islam

Tafsir Al-Quran Surat Al-Hajj 26-32 : Tauhid Landasan Peradaban Islam
KH Didin Hafidhuddin
banner 400x400

Oleh KH Didin Hafidhuddin

Disarikan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ahad, 18 Juli 2021

Hajinews.id – Alhamdulillahi rabbil a’lamin. Kita berjumpa lagi secara virtual untuk melanjutkan silaturahmi, dalam rangka Pengajian Tafsir kita. Semoga kita semua mendapat manfaat dan pahala dari kegiatan ini. Pada hari ini adalah tanggal 8 Dzulhijjah 1452 bertepatan dengan tanggal 18 Juli 2021, kita membahas Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 26-32, khusus tentang Idul Adha atau Idul Qurban, dan juga tentang pilar-pilar peradaban Islam. Kita awali dengan bersama Ummul Kitab, Surat Al-Fatihah, artinya adalah, “Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud. Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh. Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.

Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah). Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (hurumat) maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan dihalalkan bagi kamu semua hewan ternak, kecuali yang diterangkan kepadamu (keharamannya), maka jauhilah olehmu (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta. (Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah, tanpa mempersekutukan-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.”

Ayat-ayat tersebut berkaitan dengan pelaksanan ibadah haji dan ibadah qurban, serta pembangunan masyarakat yang baik, atau pilar-pilar perdaban islam yang dibangun Nabi Ibrahim AS berdasarkan wahyu dan ketentuan Allah. Pilar-pilar peradaban islam itu ada empat, yaitu: Pertama, Pilar Tauhid. Keimanan dan keyakinan hanya kepada Allah SWT. Tidak ada ilah yang patut disembah, kecuali Allah SWT. Tidak ada zat yang Mahapenolong, tidak ada pentahkiman, tidak ada ajaran yang mampu mensejahterakan, kecuali semua dari Allah. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena pertolongan Allah SWT. Perhatikan Al-Quran Surat Ibrahim ayat 24-26, “Tidakkah kamu memperhatikan bagai-mana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya.

Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun”. Itu yang disebut pohon peradaban islam. Akar yang kuat dan mantap menancap sampai ke dasar. Cabang yang tinggi menjulang ke atas, menghasilkan buah dan memberikan makanan setiap waktu, kepada manusia dan makhluq Allah yang lain. Peradaban islam ini perlu kita bangun kembali. Sekali lagi, landasan yang paling kuat dalam kehidupan ini adalah kalimat tauhid. La ilaaha illallah.

Kedua, Pilar Syari’ah atau Pilar ibadah. Tauhid yang bernar diwujudkan melalui ibadah yang benar. Hendaklah mereka menyembah Tuhannya yang memiliki rumah (Baitullah) ini, yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan”. Allah yang mampi mengurangi ketakutan dan memberikan ketenangan dalam hidupmu. Dalam ibadah haji ini adalah refleksi peradaban islam tersebut. Ketiga, Pilar ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Pada ayat di atas disebutkan, “Beritahu oleh engkau agar mereka dapat melaksanakan ibadah haji, bahkan dari tempat yang jauh” Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mengantarkan kepada ketauhidan dan ibadah kepada Allah. Bukan ilmu pengetahuan yang menyesatkan atau mengurangi keimanan. Implikasinya adalah ummat oslam perlu menguasai sains, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dapat beribadah lebih baik dan melaksanakan muamalah sesuai tuntutan agama Allah. Jika hal-hal di atas telah dipenuhi, maka Allah SWT akan menurunkan keberkahannya. Keempat, pilar persaatuan dan kesatuan antar sesama. Ibadah haji untuk mengokohkan persatuan ummat, dari seluruh penjuru dunia. Masalah yang kecil pun perlu kita selesaikan dengan persatuan dan kesatuan ummah. Sebagian dari mereka membantu sebagian yang lain. Ummat islam tidak boleh menjadi single fighter, termasuk dalam menyelesaikan Pandemi Covid-19 ini, yang tidak akan selesai jika tanpa kerjasama, sinergi, bukan saling membohongi dan saling menjegal.

Hal lain yang perlu kita bahas adalah beribadah puasa sunnah dan bertakbir, mengagungkan asma Allah SWT. Pahala puasa Hari Arafah sangat besar pahalannya, mampu menghapus dosa selama 2 tahun, yaitu dosa yang dilakukan setahun yang lalu dan dosa setahun ke depan. Jika banyak dari kita yang telah melakukan puasa sejak tanggal 1 Dzulhijjah, itu lebih baik. Hari ini masih tanggal 8 Dzulhijjah, artinya masih ada kesempatan untuk berpuasa Hari Arafah, besok Senin bertepatan dengan tanggal 9 Arafah. Selain berpuasa sunnah, kita dianjurkan juga untuk bertakbir bersama-sama, yang insya allah akan mengundang keberkahan. Kita memang merencanakan akan melaksanakan takbir akbar bersama, walau lewat Zoom. Dimulai sesaat setelah shalat maghrib pada Senin malam besok. Kita lakukan di mana-mana, memperbanyak selama malam Idul Adha, sepanjang hari Idul Adha, setiap waktu sampai akhir Hari Tasyrik. Kita lantunkan takbir dengan suara baik, suara yang merdu. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar. La illaha illallahu Allahu Akbar. Allahu Akbar wa lillahil hamd. Insya Allah, Allah SWT akan memberikan kepada kita semua. Amin

Menjawab pertanyaan tentang akhlaq, selain sendi-sendi perdaban islam dari tauhid, ibadah, ilmu pengetahuan. Akhlaq yang baik adalah yang berlandaskan ketuahidan dan syariah atau ibadah kepada Allah SWT. Akhlaq yang baik dalam beribadah shalat, misalnya, adalah jika fokus dan khusyu’ beribadah dan berdaoa kepada Allah, pikiran tidak bercampur dengan pikiran-pikiran keduniaan. Siti Aisyah RA pernah ditanya oleh para sahabat tentang bagaimana akhlaq Rasulullah SAW, yang dijawabnya bahwa akhlaq Rasulullah SAW adalah Al-Quran. Semua tindakan dan tindak-tanduk Rasulullah SAW tentu berdasarkan wahyu Allah SWT. Perhatikan Surat Al-Mu’minun 1-8. “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya”.

Menjawab pertanyaan kewajiban haji yang terhalang karena pandemi, pada prinsipnya haji itu adalah wajib bagi yang mampu. Jika tidak mampu melaksanakan, termasuk karena halangan pandemi ini, ya kewajiban itu tidak ada. Jika telah menyetor atau melunasi ONH (ongkos naik haji) dan ternyata tidak dapat berangkat karena umur terlanjur udzur, keluarganya kelak dapat melakukan penggantian (badal haji) dengan ketentuan-ketentuan yang dibenarkan syara’ atau kesepakatan para ulama’. Pengganti ibadah haji di luar musim haji sebenarnya sangat banyak, dimulai dari sadaqah, datang ke masjid di awal waktu, dll. Namun demikian, beribadah haji tidak dapat dilaksanakan di luar musim haji, sebagaimana pendapat atau wacana yang pernah dibicarakan belakangan. Pendapat tentang hal tersebut atau penyelenggarakan haji di luar musim haji dari dulu sudah muncul.

Sekadar saran kepada kaum intelektual, jika akan nelakukan berijtihad pemikiran baru, mohon tidak yang aneh-aneh. Ayat Al-Quran menyatakan “Al-hajju asyhurum ma’lumat”, beribadah haji itu pada bulan yang telah ditentukan. Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dll. Misal, Anda nekad beribadah haji di luar musim haji, Anda melempar jumrah di bulan Ramadhan, nanti Anda di sana akan ditangkap oleh polisi Arab Saudi, karena Anda dianggap melecehkan agama. Di sana, penegakan hukum berbeda dengan di kita. Misalnya, walaupun ada yang melecehkan agama, tapi ternyata masih dibiarkan.

Menjawab pertanyaan tentang apakah beribadah kurban boleh diganti uang dan diberikan kepada tetangga yang miskin, pada prinsipnya berkurban itu adalah menyembelih atau mengalirkan darah hewan ternak. Jika dananya tidak jadi dibelikan hewan ternak, tapi langsung diberikan kepada mereka yang berhak, itu namanya shadaqah atau infaq biasa. Jika anak-anak satu kelas di sekolah patungan untuk membeli kambing, itu hakikatnya bukan berkurban seekor kambing, tapi bershadaqah dan membiasakan anak-anak untuk mengenali hakikat beribadah kurban. Proses penyembelihan kambingnya dapat saja dijabkan atas nama seseorang, misalnya gurunya, walaupun pahala shadaqahnya insya Allah mengalir kepada anak-anak atau orang tua murid. Sekali lagi, itu bukan beribadah qurban seperti ajaran islam.

Termasuk, beribadah kurban tidak ada kaitannya dengan sunnah ber-aqiqah waktu kecil dahulu untuk menyembelih karbin dan memakan dagingnya. Jika kebetulan sekarang kita mampu berkurban, itu bukan sebagai pengganti aqiqah waktu kecil, karena orang tua tidak mampu, misalnya. Jika mau melakukan sekarang, silakan berkurban saja, tidak harus berkecil hati karena belum diaqiqahkan, karena aqiqah itu ibadah sunnah.

Mari kita berdoa bersama kepada teman-teman dan jamaah kita yang sedang sakit, semoga Allah SWT segera mengangkat penyakitnya, sehingga beliau-beliau dapat sembuh dan sehat kembali seperti sedia kala. Mari kita tutup pengajian kita dengan doa kiffarat majelis. “Subhaanaka allahumma wa bihamdika. Asy-hadu an(l) laa ilaaha illaa anta. Astaghfiruuka wa atuubu ilaika”. Demikian catatan ringkas ini. Silakan ditambahi dan disempurnakan oleh hadirin yang sempat mengikuti Ta’lim Bakda Subuh Professor Didin Hafidhuddin tadi. Terima kasih, semoga bermanfaat. Mohon maaf jika mengganggu. Salam. Bustanul Arifin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *