Prof Din menjelaskan, Muhammadiyah memiliki tanggung jawab penting untuk memberikan arah perjalanan bangsa, di antaranya melalui politik etik. Dengan begitu akan terbangun peradaban.
Kepemimpinan di Muhammadiyah tidak sekadar sebagai leader, tetapi juga manajer untuk memajukan berbagai lini dakwah sehingga “gila” kerja dan ide. “Model Kepemimpinan di Muhammadiyah hendaknya juga luas dan memiliki keilmuan yang luas. Luwes dan bijak dalam memimpin serta tegas untuk menegakkan keadilan,” ujarnya.
Terkait dengan Islam washatiyah atau tengahan, Prof Din menjelaskan tujuh konsep. Pertama, tawassut, yaitu berada di jalur tengah. Kedua i’tidal yang bermakna berlaku adil.
“Ketiga, tasamuh. Tasamuh memiliki arti menghormati perbedaan atau toleransi. Keempat, syura alias bermusyawarah.
Islam tengahan juga punya konsep kelima, yaitu, islah. Tujuannya untuk konstruktif kebaikan bersama. Lalu keenam, ada kepeloporan dalam perjuangan. Ketujuh, muwatonah. “Yakni mengakui dan menghormati kewarganegaraan,” papar mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu.
Kajian webinar kali ini begitu mencerahkan untuk lebih menambah wawasan kepemimpinan. Meski Prof Din baru selesai operasi pasang ring jantung, tetapi mampu memberi teladan untuk tetap semangat berdakwah.
“Yang seharusnya di malam itu menuju ke Rusia ada pertemuan internasional, tetapi karena persoalan pandemi Prof Din tidak bisa menghadiri dan akhirnya memenuhi undangan kajian webinar yang diselenggarakan PDM Ngawi,” kata ketua PDM Ngawi dalam sambutannya.
Sumber: mu