Pikiran-Pikiran Sehat

Pikiran-Pikiran Sehat
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id
banner 400x400

Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Al-hikmah atau buah pikiran yang sehat, senantiasa diperlukan. Karena pikiran-pikiran yang sehat itu menyehatkan, bagi orang yang memilikinya, dan menyembuhkan bagi orang yang membaca buah karya dari pikiran-pikiran orang yang sehat.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Ayat-ayat Al-Quran Allah turunkan sebagai petunjuk, pengingat, pembeda, obat, gantungan, sandaran, tali ikatan, bagi akal manusia yang liar. “Keliaran” akal ini perlu di kendalikan, mengingat potensinya yang sangat kuat, sangat besar, yang dapat menyulitkan jiwa manusia jika tidak dikendalikan. Akal manusia itu khalifah dalam diri manusia. Dia ditugaskan memimpin jiwa (keseluruhan diri manusia), agar senantiasa bertahan dalam fitra-nya, yakni tetap dalam agama yang Allah telah ajarkan. Perintah kepada akal misalnya dikemukakan pada ayat 30 dalam surah al-Rum: “fa-ahkim wajhaka Li ad-dini hanifa “hadapkan wajahmu pada fitrah agama (Allah), sebagaimana demikian kecenderunganmu”.

Akal sebagai khalifah juga diperintahkan untuk menjaga keseimbangan (al-mizan) dan di larang merusak keseimbangan. Sebagaimana firman-Nya: “Alla, tatagaw fil Mizan“. “jangan merusak keseimbangan”. Kepada akallah, hati menyampaikan perintah dengan memantulkan pesan-pesan Ilahi yang diterimanya. Jika akal telah menerima perintah Allah melalui patulan cahaya hatinya, maka sebagaimana hanief-nya, akal akan sami’na waato’n dalam menerimanya lalu meneruskan perintah itu kepada indera (masyarakat), supaya dilaksanakan. Dalam memberi perintah kepada indera inilah akal diharuskan menjaga keseimbangan, diharuskan adil. Mana perintah yang dimesti dikerjakan bagian perasaan, pendengaran, perabaan, pengecapan, nalar positif pada otak, pada nafsu, semuanya mesti didistribusikan dengan adil.

Akal juga harus bijaksana, menerima kekurangsempurnaan indera, sehingga harus puas dengan kerja-kerja inderawi, menerima hasil kerja mereka dengan baik. Akal tidak boleh berkata, hari indera penglihatan, karena kali ini kamu gagal, besok saya tidak tugaskan lagi, tidak bisa begitu. Apapun hasil yang diperoleh inderawi dalam menjalankan perintah akal, akal mesti bersikap bijaksana.

Sebagaimana kecenderungannya yang pro kepada kebenaran, maka akal mesti menolak hal yang bertentangan dengan kebenaran. Misalnya, jika akal menerima bisikan dari hawa nafsu, akal mesti menimbang dan memutuskan halal haram-nya, benar salahnya, baik buruknya, lalu memohon pertolongan hati atas apa yang akan diputuskannya. Jika hati merestui, meridhai, dengan bersikap tenang, muthmainnah, maka akal baru mengeksekusi sebuah putusan. Jika hati bimbang, ragu, bahkan secara terang-terangan menolak ajakan hawa nafsu tadi, akal mesti taat kepada hati, dengan mengabaikan bisikan hawa nafsu. Demikianlah sehingga akal itu disebut hakim atau yang memutuskan, dan keputusannya haruslah adil dan bijaksana sehingga disebut Al-Hikmah.

Akal hanya bisa memutuskan dengan bijaksana, jika tunduk kepada hati. Tidak tunduk kepada selain hati, seperti tunduknya kepada penguasa-penguasa dunia di luar dirinya. Misalnya tunduk kepada mazhab/golongan, tunduk kepada atasan, tunduk kepada penguasa dunia, tunduk kepada hawa nafsu dan seterusnya.

Oleh karena itu, ia mesti independen dalam mengambil keputusan. Tidak terikat oleh satu Mazhab tertentu, aliran-aliran pemikiran atau ideologi tertentu.

Independensi akal sangat penting untuk dipertahankan, di jaga agar jangan sampai di kooptasi oleh Mazhab pemikiran tertentu.

Akal dikalangan para Pemimpin

Terlebih lagi independensi akal itu amat sangat penting bagi mereka yang sedang memegang amanah memimpin masyarakat dalam pengertian yang luas. Menjadi Presiden atau Kepala Negara misalnya; akal dalam diri seorang yang sedang jadi Presiden, Raja atau Penguasa itu, sangat-sangat penting dijaga independensinya. Akal seorang Presiden harus tunduk pada hatinya, pada bisikan Ilahi yang dipantulkan oleh Hatinya. Yang hadir dalam wujud yang kita sebut sebagai kata hati atau nuraninya. Hanya dengan menundukkan akal kepada nurani itulah, akal akan senantiasa memperoleh pancaran cahaya Ilahi, memperoleh energy yang tidak terbatas sebagai Rahmat Allah SWT untuk mengatasi problematika yang dihadapi.

Presiden yang senantiasa menjaga independensi akal pikirannya seperti itulah yang mampu menjalankan fungsi khalifah. Yang akan memberikan putusan-putusan yang adil, serta bijaksana. Yang akan bersikap bijaksana dalam menerima hasil kerja bawahannya, dari segi keterbatasan-keterbatasan pencapaian mereka dalam menunaikan perintah. Yang mampu memberi petunjuk, pencerahan dan bimbingan kepada bawahannya agar meningkatkan kinerjanya. Yang senantiasa merasa terawasi oleh penglihatan Allah SWT kapan pun dan dimana pun ia berada. Yang memahami hati yang dianugerahkan Allah padanya sebagai “utusan” /Rasul Allah pada dirinya.

Jika seorang Presiden memiliki akal yang sehat, maka ia akan senantiasa menemui Tuhannya, melalui Rasul yang ada dalam dirinya, bermunajat di malam hari dalam tirakat dan sujudnya, merendahkan dirinya, mengharap limpahan rahmat-Nya, kasih-sayang-Nya. Agar dengan itu semua kendala yang dipundaknya diringankan oleh Allah, wabah penyakit dijauhkan oleh Allah dari dirinya dan dari seluruh negerinya. Dibebaskan dari utang yang menggunung dan berat dipikul.

Akal yang memiliki hikmah kebijaksanaan demikian itulah yang mampu keluar dari berbagai permasalahan.

Tentu saja, hawa nafsu, iblis, ankara murka tidak akan diam, membiarkan Presiden melakukan hal demikian. Karena berbagai kepentingan mereka bisa terlempar dari meja Presiden.

Sebab itu, Presiden mesti melakukan munajat, dzikr, qiyamul lail, dan berbagai upaya pendekatan kepada Allah, tanpa perlu diketahui siapa pun kecuali Allah dan Rasul-Nya yang ada dalam dirinya.

Tidak butuh waktu lama untuk melihat perubahan pola pikir, pola sikap dan kebijakan, ke arah yang lebih baik, jika akal yang ada dalam diri Presiden itu telah memperoleh pancaran cahaya Ilahi. Dengan akal yang memperoleh pancaran cahaya Ilahi itu, insya Allah problematika kebangsaan bisa segera teratasi dengan pertolongan Allah SWT.

Pikiran-pikiran sehat, akal yang tercerahkan, yang bermandikan pancaran cahaya Ilahi ini, juga senantiasa mesti dipertahankan oleh kita semua. Jika belum merasa hal itu telah diperoleh, maka berusahalah meraihnya, karena itulah solusi atas semua permasalahan yang dihadapi tiap-tiap individu.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan-Nya kepada kita semua.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *