Menteri Pendidikan dan Menteri Agama; Dua Anak Muda yang Belum Cukup Untuk di Teladani

Menteri Pendidikan dan Menteri Agama
Menteri Pendidikan dan Menteri Agama
banner 400x400

Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Fungsi pendidikan dan pembinaan Akhlak, atau moral Bangsa di emban oleh dua kementerian, Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Baru periode ini kedua jabatan paling utama bagi pembinaan moral Bangsa itu diserahkan kepada anak belum cukup umur dari sisi spritual. Akibatnya banyak sekali statement dan kebijakan mereka dapat protes dari para ulama.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Memang urusan managemen sebuah kelembagaan itu bisa diberikan kepada siapa saja, suka-suka Presidennya mau serahkan kepada siapa saja. Tapi sebuah kelembagaan itu, tidak semata berisi “struktur-fungsi” semata. Kerangka-kerangka struktur fungsi kelembagaan itu dikonstruksi melalui pertimbangan nilai dari yang bersifat normatif seperti nilai agama, maupun amanah Konstitusi. Nilai agama karena amanah Pancasila pada sila pertama, dan norma Konstitusi karena tujuan bernegara dicantumkan pada Mukaddimah UUD 1945 yang merupakan satu kesatuan dengan batang tubuh dari Konstitusi itu. Kedua sumber norma inilah yang menjiwai Undang-Undang Pendidikan Nasional khususnya dan pemerintahan pada umumnya termasuk Departemen Agama. Lazimnya Departemen Pendidikan Nasional itu diberikan kepemimpinannya kepada seseorang dengan latar belakang dunia pendidikan yang mumpuni. Jika bukan mantan Rektor, atau Guru Besar, biasanya pejabat senior pemerintahan yang erat kaitannya dengan dunia pendidikan.

Nampaknya Jokowi tidak paham betul dengan sosio-historis itu, sehingga asal narik orang untuk memimpin lembaga yang menaungi pendidikan dan agama itu sekalipun belum punya pengalaman sama sekali dalam mengelola dunia pendidikan, serta tidak mempertimbangkan aspek kecakapan dan dimensi keteladanan. Padahal, aspek-aspek yang tidak tertulis, karena telah menjadi “common sense” itu sangat penting bagi turut sertanya aspek “nilai” dari norma yang menjadi sandaran kedua departemen tersebut.

Jokowi nampaknya hanya berpengang kepada aspek kemajuan kemoderenan teknology semata, melihat kesuksesan Nadim dalam mengelola Gojek, dan memilih Yakut sebagai Menteti agama semata demi mempecundangi para seniornya di NU. Sekarang Kiyai Said teriak-teriak agar Jokowi tidak mencampuri urusan Muktamar PBNU karena mungkin melihat gelagat Menteri agama yang membantu Kakaknya dalam menghadapi Muktamar. Terserahlah, itu urusan Jokowi-lah dengak Kiyai Said yang masih mau tiga periode memimpin PBNU padahal Jokowi yang juga mau tiga periode nampaknya sudah mentok.

Kembali kepada kementerian Pendidikan dan agama, penting sekali bagi para pejabat eselon di kementerian itu untuk mengimbangi kekurang-pahaman Menteri mereka agar kementerian tersebut jangan justru jadi faktor negatif bagi dunia pendidikan, apalagi negatif bagi revolusi moral. Sebuah istilah yang mungkin sudah tidak berani di sebut oleh Jokowi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *