Pakar Biologi Molekuler: Gelombang Ke-3 Covid-19 di Indonesia Mungkin Terjadi dan Tergantung Pilihan Manusia

Gelombang Ke-3 Covid-19 di Indonesia Mungkin Terjadi
Gelombang Ke-3 Covid-19 di Indonesia Mungkin Terjadi
banner 400x400

Meskipun saat ini di Indonesia (kasus Covid) sedang turun, tetapi di negara lain masih ada sehingga tidak menutup kemungkinan “menjalar” ke Indonesia. Ini pilihan manusia. Kita belum bisa mengatakan kita bebas.

Hajinews.idMenjawab kemungkinan gelombang ke-3 Covid di Indonesia, pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo, Ph.D. menyatakan itu bisa terjadi dan tergantung pilihan manusianya.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

“Meskipun saat ini di Indonesia (kasus Covid) sedang turun, tetapi di negara lain masih ada sehingga tidak menutup kemungkinan “menjalar” ke Indonesia. Ini pilihan manusia. Kita belum bisa mengatakan kita bebas. Bersyukur iya, tetapi jangan takabur,” paparnya dalam “Kabar Petang: Awas! Gelombang Ke-3 Covid-19” di YouTube Khilafah News, Sabtu (6/11/2021).

Ia mengingatkan untuk belajar dari pengalaman. “Di Indonesia, riak-riak atau gelombang Covid-19 polanya selalu didahului oleh mobilitas massa yang serentak dan jumlahnya masif. Kita ingat dengan varian Delta yang terjadi di India sampai begitu parahnya hingga Indonesia membantu oksigen. Namun, kita tidak menyadari akan sampai ke kita dan akhirnya betul-betul terjadi di tengah kita,” ujarnya.

Menurutnya, Covid-19 ini unik. Kasusnya naik tinggi sekali di bulan Juli kemudian Agustus turun. “Yang menarik, apa yang membuatnya turun? Memang ada beberapa hal yang telah dilakukan seperti pembatasan mobilitas melalui PPKM, vaksinasi. Namun, bagaimana yang terjadi di Singapura, Malaysia, dan beberapa tetangga?” tanyanya lugas.

Pilihan Manusia

Memang, ia menerangkan, di September hingga Desember tidak ada perencanaan untuk libur-libur panjang. “Namun, yang mesti menjadi perhatian adalah di Natal dan Tahun Baru (Nataru). Ini menjadi barometer karena kalau mau merubah pola, berarti kita harus betul-betul menahan diri untuk ‘tidak bergerak’ ke tempat lain secara serentak. Itu menjadi kunci karena begitulah pola-pola yang biasa terjadi di Indonesia, yaitu mobilitas massa yang masif dan serentak. Hanya saja, ini pilihan manusia untuk terjadi atau tidak terjadi,” cetusnya.

Ia menyampaikan harus diperhatikan bagaimana berinteraksi, melakukan protokol kesehatan, menahan diri untuk tidak bereuforia. “Seperti yang terjadi di India (adalah) akibat euforia setelah lockdown. Angka Covid turun di sekitar bulan Desember kemudian mereka euforia dengan melakukan aktivitas keagamaan bersama-sama dan pilkada serentak di salah satu negara bagian. Akibatnya, lonjakan Covid sangat tinggi pada April—Mei. Ini predictable,” urainya.

Ia mengatakan Covid-19 ini penularannya melalui aktivitas manusia. “Kalau manusia dekat, berkerumun, dan berpindah di saat bersamaan, maka bisa terjadi. Harusnya kita tidak mengalaminya lagi. Harusnya kapok. Oleh karena itu, harus dijaga aktivitas kita baik pergerakan domestik, maupun memonitor pergerakan dari dan ke luar negeri,” tegasnya.

Belajar dari Singapura

Ia menjabarkan seperti yang terjadi di Singapura. “Singapura memilik standar sangat tinggi agar jangan sampai ada lonjakan kasus, sehingga kapasitas melakukan testing dan tracing tinggi sekali. Sangat ketat meskipun ada yang belum bergejala. Di sana juga sudah dilakukan vaksinasi dengan cakupan 80%,” ucapnya.

Namun, ia menyatakan, saat ini sedang terjadi lonjakan kasus. “Jadi, yang perlu dicermati adalah siapa korbannya? Mayoritas korban di Singapura yang masuk rumah sakit adalah kelompok yang belum divaksinasi. Di Indonesia, kita banyak belajar dari lonjakan kasus lalu bahwa yang mendorong lonjakan kasus adalah yang berusia muda. Uniknya, walaupun mereka turut berkontribusi, tetapi mereka tidak mengalami risiko kematian yang tinggi. Dampaknya terjadi pada yang berusia relatif tua atau > 50 tahun. Kalau belajar dari lonjakan kasus di Jakarta, yang banyak menjadi korban adalah yang belum divaksin,” paparnya.

Ia menuturkan saat ini ada dua cara pengendalian yang harus dijaga, yaitu vaksinasi dan jaga jarak. “Kalau melihat di tengah masyarakat saat ini  tidak mudah. Harus ada tepa selira. Bagi yang muda harus tetap menjaga karena di sekitarnya ada yang sudah sepuh dan bisa jadi tidak bisa divaksinasi. Risiko itu masih ada. Walaupun dari sisi virusnya belum banyak berubah, tetapi sedikit perubahan bisa membuat virus ini lebih cepat menular,” ulasnya.

Meski demikian, ia menambahkan, walaupun virus cepat menular, manusianya berdekatan atau tidak? “Kalau manusianya berjauhan, virusnya tidak bisa terbang jauh. Ini harus diperhatikan dan disikapi dengan baik. Terlebih di Jakarta sudah banyak pertemuan offline. Hati-hati ruangan tertutup dan ber-AC. Sekolah mulai dibuka, pastikan jendela terbuka lebar. Kalau aktivitas di ruang terbuka, kenakan masker dan jaga jarak. Kalau bisa mempertahankan ini, insyaallah (gelombang ketiga) tidak akan terjadi. Masalahnya bukan di virus lagi, tetapi di manusianya,” tukasnya.

Akan “Hilang”

Ia mengemukakan Covid ini insyaallah akan “hilang”, hanya saja sebelum “hilang” akan mengklaim berapa korban? “(Berita) bagusnya, itu tergantung manusianya. Kalau manusianya sabar insyaallah oke,” tuturnya.

Menurutnya, manusia tetap boleh beraktivitas, tetapi dengan betul-betul memahami biologi si virus.  “Kita sudah paham siapa yang berisiko; cara menurunkan risiko berat dengan vaksinasi; tempat berinteraksi, udaranya harus bebas mengalir; penggunaan masker harus dilakukan; asupan makanan sehat; dan berolahraga yang tetap harus dijaga prokesnya. Apabila ada gejala-gejala tertentu, riwayat positif, maka ikuti protokol di daerah masing-masing. Bagaimana kontak telusurnya, siapa yang terinfeksi, dan menghubungi puskesmas. Kalau masyarakat saling bahu membahu dan menolong tentu kita bisa beraktivitas dan bisa segera memadamkan, ketika ada tanda-tanda cluster baru,” kupasnya.

Urusan Siyasi

Ia menganalisa Covid telah mengajari banyak hal terutama dalam sistem kesehatan. “Satu hal yang unik, ini ada pencampuran antara teknis pengendalian pandemi dengan pendanaannya. Seperti, PCR yang sebelumnya mahal kemudian harganya bisa turun. Ini harus dievaluasi pemerintah, ada hal-hal yang harusnya diungkap sejak dulu. Sekarang kesannya antaranak bangsa yang diadu. Ada yang mengambil untung terlalu banyak. Walaupun kita tahu mengambil untung itu boleh, tetapi benarkah mereka penyebab utamanya?” tanyanya retoris.

Jadi, ia berpendapat, harus dilihat secara keseluruhan karena dalam mengendalikan pandemi, PCR ini penting sekali. “Urusannya bukan lagi teknis, tetapi mengurus rakyat dalam koridor siyasi (politik). Perlu framework berpikir bagaimana mengelola sebuah negara. Bukan korporasi. Di samping itu harus menumbuhkan kepercayaan dengan aturan yang konsisten. Jangan aturan dilarang berkerumun, yang ini boleh, yang itu tidak boleh. Atau bagi siapapun yang melanggar karantina, hukumannya sama. Kemudian, ditambah akses pemeriksaan yang terjangkau bagi masyarakat,” bebernya.

Integral

Ia mengungkapkan di sisi lain masyarakat juga harus memahami “ladang kita ini masih basah, sehingga kalau ada api susah menjalar”. “Ini yang sedang berusaha dibangun dan butuh kerjasama semua pihak. Islam juga mengajarkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan agar kita semua selamat,” katanya.

Selain itu, ia menyampaikan ada konektivitas di dalam negeri dan luar negeri, sehingga kerjasama yang konsisten menjadi sangat penting. “Perlu upaya integral dalam mengatasi pandemi ini, dari level paling tinggi sampai level masyarakat. Termasuk pentingnya mengintegrasi semua informasi atau pengetahuan, menerapkan semua upaya yang sistematis melibatkan semua elemen,” jelasnya.

Ia pun menekankan, dalam Islam, masalah kesehatan tidak bisa diselesaikan sendiri oleh kalangan kesehatan. “Namun, membutuhkan aspek yang lain seperti pendidikan, ekonomi, kebijakan, dan lainnya. Apalagi, Indonesia ini sangat besar, tidak bisa masalah testing diserahkan kepada individu. Harus bisa diatur mana yang urusan rakyat, urusan swasta, dan urusan pemerintah agar bisa memberikan kemaslahatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat,” tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *