Kades Korupsi Rp5 Juta Tapi Proses Mengusutnya Rp100 Juta, KPK: Tidak efisien, Pecat Orang Itu, Selesai!

banner 400x400

 

Jakarta, Hajinews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan penanganan korupsi yang menjerat kepala desa kerap kali hanya membuang-buang anggaran. Penyebabnya, uang korupsi yang mereka ambil sebenarnya kecil namun biaya untuk mengusut kasus ini bisa mencapai ratusan juta.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sehingga, daripada membuang anggaran lebih baik pelakunya dipecat dan diminta untuk mengembalikan uang yang diambilnya. Penyebabnya, pemberantasan korupsi juga harus dilakukan secara efektif dan efisien.

“Dalam penanganan korupsi, kita juga harus memegang prinsip efektivitas dan efisiensi. Nyolongnya Rp5 juta, biaya memprosesnya Rp100 juta. Kan enggak mungkin juga. Suruh kembalikan, pecat orang itu, selesai,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan yang dikutip dari YouTube KPK RI, Jumat, 10 Desember.

“Ini harus diperhatikan juga, jangan sampai kita juga buang-buang duit juga dalam penanganan perkara,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Alexander tak menampik penanganan kasus kecil dengan anggaran besar ini kerap terjadi. “Banyak, untuk perkara-perkara di Papua, Maluku. Ingat pengadilan tipikor itu hanya ada di ibu kota provinsi,” ungkapnya.

Akibatnya, meski uang yang diambil oleh para kepala desa itu tidak banyak namun biaya penanganannya begitu besar karena harus mendatangkan saksi dari luar wilayah. Hal ini, sambung Alexander, membuat beban pihak kejaksaan dalam melakukan penuntutan menjadi bertambah padahal mereka tidak memiliki biaya.

Berkaca dari kejadian ini, maka aparat penegak hukum serta auditor, inspektorat BPK maupun BPKP tetap harus melakukan pekerjaan menemukan kerugian negara. Namun, para pelaku tak perlu dilakukan hukuman pidana melainkan harus mengembalikan kerugian yang mereka timbulkan.

“Bukan tidak ada sanksi buat mereka yang terbukti secara administratif itu ditemukan ada kesalahan. Ada. (Begitu juga, red) rekanan yang nakal. Blacklist. Misalnya, dua tahun enggak boleh lelang. Pejabatnya dinon-job, itu kan sanksi juga,” tegas Alexander.

“Jadi tidak semua penyimpangan itu harus berakhir di pengadilan. Itu prinsipnya. Kalau sudah kelewatan, saya bilang ya sudah,” pungkasnya.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *