Penelitian: Indonesia Negara Kaya tapi Penduduknya Miskin

Potret kemiskinan di Indonesia. (Foto Antara)
banner 400x400

JAKARTA, hajinews.id – Tingginya angka kemiskinan di Indonesia kembali menjadi sorotan. The Interpreter, situs yang dimiliki oleh Lowy Institute, lembaga penelitian independen asal Australia, menyebut Indonesia negara yang kaya tapi sejumlah besar penduduknya dalam kategori sangat miskin dan memprihatinkan.

Dalam laporannya yang dimuat The Interpreter pada Senin (3/2/2020), menyebutkan ekonomi Indonesia telah tumbuh sekitar 5-6% selama beberapa tahun. Hal ini membuat PDB Indonesia jauh di depan Australia.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Karena itu Indonesia sekarang lebih suka memberikan bantuan dari pada menerima. Bahkan Australia memangkas bantuan-bantuannya ke Indonesia.

“Berita baik tentang kesuksesan ekonomi Indonesia menutupi situasi nyata: Indonesia menjadi negara kaya, tetapi masih memiliki banyak orang yang sangat miskin, dan mereka tidak berhasil,” tulis The Interpreter seperti dikutip dari Lowyinterpreter.org, Jumat (14/2/2020).

Laporan itu menyoroti jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 20%. Bahkan penduduk di luar Jawa dan Sumatera, seperti Papua tingkat kemiskinannya tujuh kali lebih tinggi dari pada Jakarta.

Disebutkan, kekayaan baru Indonesia tidak mengalir dengan baik. Kekayaan empat miliarder terkaya di Indonesia ($ 25 miliar) setara dengan pendapatan 40% orang miskin di Indonesia (100 juta orang).

Adapun pendapatan nasional bruto per kapita Indonesia lebih rendah dari Samoa, Tonga, Fiji, dan tetangga Malaysia dan Thailand. Pendapatan pajak yang hanya 9,9% dari PDB, membuat upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi kesenjangan terasa tidak ada hasilnya.

Lembaga yang berbasis di Sydney itu juga menyebut kesehatan di Indonesia jauh di bawah negara kelas menengah bila dilihat dari tingginya rasio kematian ibu, stunting, dan berbagai penyakit lainnya.

Selain itu, mutu sistem pendidikan Indonesia juga dilaporkan sangat buruk. Di mana skor Indonesia menurut Program for International Student Assessment (PISA) jauh di bawah Singapura, Malaysia , Brunei, dan Thailand.

The Interpreter menjelaskan, sumber masalah yang menyebabkan kondisi Indonesia seperti itu adalah korupsi. Selain itu demokrasi di Indonesia juga dianggap merosot. “Singkatnya, tata pemerintahan yang buruk terkait dengan korupsi dan regresi demokratis di Indonesia sangat menghambat hasil bagi masyarakat miskin di bidang kesehatan dan pendidikan, dan mempertahankan ketimpangan yang dalam,” tulis laporan tersebut.

Lebih jauh menurut laporan itu, upaya memperbaiki kondisi Indonesia dapat ditempuh dengan perjanjian perdagangan bebas Australia dengan Indonesia yang baru-baru ini disepakati. “Lebih penting lagi, menghidupkan kembali bantuan Australia untuk kesehatan, pendidikan dapat membantu sebagian dari 72 juta penduduk miskin Indonesia,” tulisnya lebih lanjut.

Sementara itu dua pekan lalu, Bank Dunia merilis laporan bertajuk Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class, yang menjelaskan meski pemerintah telah berhasil menekan angka kemiskinan di bawah 10 persen, sebanyak 45 persen atau mencapai 115 juta populasi penduduk Indonesia masuk kategori rentan atau terancam bisa kembali masuk kategori miskin.

World Bank Acting Country Director untuk Indonesia Rolande Pryce mengungkapkan, kelompok tersebut adalah yang berhasil keluar dari garis kemiskinan, tetapi belum berhasil masuk ke dalam kelompok kelas menengah. “Masa depan Indonesia berada di kelompok calon kelas menengah atau aspiring middle class itu,” kata Pryce saat memberi keterangan di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Pryce menjelaskan terdapat sejumlah alasan mengapa kelompok kelas menengah menjadi penting untuk Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa hal, dan hal tersebut sedang ditelusuri oleh Bank Dunia. Namun, di sisi lain, terdapat peran penting kelas menengah bagi kondisi politik dan sosial yang bisa memberikan dampak pada tata kelola dan kebijakan pemerintah.

Dalam 15 tahun terakhir, lanjut Pryce, Indonesia telah meningkatkan jumlah populasi kelas menengah dari 7 persen menjadi 20 persen dari total penduduk. Angka tersebut setara dengan 52 juta orang. Selain itu, dalam setengah abad terakhir, Indonesia melakukan percepatan pertumbuhan yang turut mendorong RI masuk kategori negara berpendapatan menengah.

Lebih jauh Pryce menyebutkan pada tahun 1967 Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) hanya 657 dollar AS per kapita, menjadikannya sebagai salah satu negara termiskin di dunia. “Selama 50 tahun berikutnya, dengan pertumbuhan rata-rata 5,6 persen per tahun PDB per kapita tumbuh enam kali lipat menjadi hampir 4.000 dollar AS,” ungkapnya.

Menurut Bank Dunia, Indonesia perlu terus mengarahkan setiap kebijakan untuk mendorong kelompok yang rentan kembali miskin tersebut masuk ke kelas menengah. Dengan demikian, tak hanya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi namun hal tersebut bisa membantu dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.

Upaya tersebut bisa dilakukan dengan meningkatkan jumlah penduduk yang lulus pendidikan sekunder dan tersier sehingga mereka bisa mendapatkan ketrampilan yang dibutuhkan di dunia kerja modern.

“Ini akan menempatkan mereka untuk bisa mendapatkan akses terhadap pekerjaan yang lebih baik. Selain itu, juga sistem perlindungan sosial yang komprehensif untuk melindungi kelompok tersebut dari guncangan atau shock,” jelas Pryce. (rah/ berbagai sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *