Di Kairo, Kami Bertemu

Di Kairo
Kairo

Hajinews.id – Di Kairo, ibu kota Mesir, saya pertama kali bertemu dengannya, diperkenalkan oleh Musthafa Abdul Rahman, wartawan Kompas di negeri piramida itu. Ia mahasiswa di Universitas Al-Azhar, jurusan bahasa Arab.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pertemuan itu terjadi tahun 2013, ketika bau-bau Arab Spring Revolution masih sangat terasa; ketika asap revolusi di Tahrir Square yang menjadi palungannya, masih mengepul meski tipis; ketika Bumi Mesir masih panas setelah dibakar revolusi; ketika terjadi lagi huru-hara politik yang berujung dengan dijatuhkannya presiden pertama pasca-revolusi, Mohammad Morsi.

Mahasiswa Al-Azhar itu dari Pamekasan, Madura. Kadarisman, namanya. Sejak pertemuan pertama, hampir saban hari Kadarisman menemani saya blusukan di Kairo dan sekitarnya menjadi penerjemah.

Hari Sabtu lalu, saya minta tolong pada Ustadz, begitu saya memanggilnya yang sekarang tinggal di Malang, untuk menerjemahkan puisi karya Jalaluddin Rumi dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Maulana Jalaluddin Mohammad Balkhi atau Rūmī atau Jalāl al-Dīn Rūmī, juga dipanggil  Mawlānā, lahir di Balkh, Afganistan pada 30 September 1207 dan meninggal di Konya, Turki, pada 17 Desember 1273.

Tapi, kata Brad Gooch (2018), Rumi–yang diambil dari kata Roma, mengacu pada Kekaisaran Romawi Byzantium (Istanbul) atau Kekaisaran Romawi Timur yang didirikan tahun 330, dan ditaklukan Turki Ottoman 1453—dilahirkan di kota Vaksh, sekarang masuk wilayah Tajikistan.

Ustadz, ini puisi karya Rumi. Tolong ya, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tapi, Ustadz, saya tidak tahu judul asli ini. Saya hanya mendapatkan potongan teks dalam bahasa Arab, yang katanya puisi Rumi. Saya nggak paham ini.

ايها المحبوب, فى هذه الليلة أنت كالقمر, فلا تنم
وابدأ الدوران كالفلك الدوار , ولا تنم
إن صحونا سراج العالم
فاحفظ هذا السراج ليلة واحدة , ولا تنم
أيها الحبيب الذى لا حبيب مثله, لا تنم
ويا من بك تستقيم الامور , لا تنم
فى هذه الليلة ستشتعل مائة شمعة بسببك
وقد دخلنا فى أمانك , فلا تنم

Sesaat kemudian Kadarisman ngirim terjemahannya. “Pak, saya beri judul Jangan Terlelap. Rasanya, itu yang cocok,” tulis Kadarisma di WA.

Ini terjemahannya, Pak:

Duhai kekasih…
Malam ini engkau bagai rembulan, maka Jangan kau terlelap
Mari kita berputar bak cakrawala, jangan terlelap
Mari begadang, biar kita jadi lampu semesta
Mari nyalakan terus lampu ini, satu malam saja, jangan terlelap
Duhai kekasih, engkau kekasih yang tiada duanya, jangan terlelap
Duhai, yang karena-Mu semua berjalan sesuai porosnya, jangan terlelap
Malam ini, seratus lilin menyala karena-Mu
Dan kita begitu nyaman masuk dalam dekapan-Mu, maka jangan terlelap

Terima kasih banyak, Ustadz. Begitu saya tulis di WA. Banyak kali, saya minta tolong pada Ustadz Kadarisma, kalau berurusan dengan bahasa Arab. Dulu, saya selalu bertanya kalau soal bahasa Arab kepada Zuhairi Misrawi, yang kini sudah menjadi Duta Besar RI di Tunisia.

Kedua sahabat saya ini, sangat ringan tangan kalau dimintai pertolongan. Tanpa banyak bertanya pasti segera dipenuhi permintaan saya, kapan pun saya sampaikan.

foto: Istimewa

Orang mengenal Rumi sebagai seorang penyair sufi (ahli ilmu tasawwuf) yang banyak memperkenalkan ajaran-ajaran agama Islam, ketuhanan, cinta, serta pengalaman kehidupan lewat puisi-puisinya yang indah dan mampu diterima secara akal sehat.

Sebagai seorang sufi, cintanya hanya selalu tertuju kepada Allah. Maka, syair cintanya pun  sudah tentu tertuju kepada Allah, bukan kepada harta, tahta, ataupun manusia, dan apapun selain Allah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *