Ditemukan Manuskrip Kitab Tafsir Diperkirakan Tertua di Indonesia

Ditemukan Manuskrip Kitab Tafsir
Ditemukan Manuskrip Kitab Tafsir
banner 400x400

SEMARANG, Hajinews.id – Peneliti Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Dr KH Anasom M.Hum saat ini tengah meneliti beberapa Kitab Tafsir di Museum Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Jalan Gajahraya Semarang.

‘’Penelitian ini bertujuan digitalisasi pada dua museum yaitu Museum MAJT dan Museum Masjid Agung Demak,’’ kata Anasom kepada wartawan di Semarang, Jumat (9/9).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Saat mengidentifiasi Kitab Tafsir tersebut, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang itu mengaku mendapatkan temuan menarik yaitu Kitab Tafsir tahun 1.000 H atau kurang lebih tahun 1590-an masehi.

‘’Dari kolovon manuskrip kitab tafsir yang tertulis pada bagian akhir kitab,  terbaca sanah alf (tahun 1.000 H). Maka manuskrip ini merupakan manuskrip tertua dari Kitab Tafsir yang ada,’’ kata Kiai Anasom.

TELITI TAFSIR: Peneliti Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Dr KH Anasom M.Hum saat melakukan penelitian di Museum Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang.

Menurutnya, beberapa waktu lalu Ginanjar Syakban yang juga peneliti turats PBNU telah mengidentifikasi manuskrip tafsir di Keraton Cirebon berangka tahun 1.035 H.

Dengan demikian manuskrip Kitab Tafsir Masjid Agung Demak tersebut menurut Anasom diduga lebih tua dibanding temuan Tafsir di Cirebon tersebut.

Sebenarnya Kitab Tafsir yang sama juga ada di Museum MAJT Jalan Gajahraya Semarang. Namun, usia manuskrip Tafsir di Museum MAJT berasal dari abad 19. Selisih 400 tahun dari yang terdapat di Masjid Agung Demak.

‘’Lalu manuskrip Kitab Tafsir apa?’’ tanya wartawan. Anasom pmenjelaskan, dari hasil identifikasi dan perbandingan dari sisi isinya,  Kitab Tafsir itu diyakini adalah manuskrip Kitab Tafsir Jalalain. ‘’Kebetulan baik yang berada di MAJT maupun di Masjid Agung Demak, sama-sama kitab Tafsir Jalalain. Ternyata juga isi kitab itu sama yaitu juz 15 sampai juz 30,’’ kata Ketua Muallaf Center MUI Jateng itu.

Menurut Anasom, umat Islam terutama kalangan pesantren sangat paham Tafsir al-Jalalain adalah sebuah Kitab Tafsir Al-Qur’an terkenal, yang awalnya disusun oleh Syeh Jalaluddin al-Mahalli pada 1459 kemudian dilanjutkan oleh muridnya Jalaluddin as-Suyuthi pada tahun 1505.

‘’Kitab Tafsir ini umumnya dianggap sebagai kitab tafsir klasik Sunni yang banyak dijadikan rujukan, sebab dianggap mudah dipahami dan terdiri dari hanya satu jilid saja.’’ katanya.

Jalaludin al-Mahalli mengawali penulisan tafsir sejak dari awal surah Al-Kahfi sampai dengan akhir surah An-Naas, setelah itu dia menafsirkan surah Al-Fatihah sampai selesai. Al-Mahalli kemudian wafat sebelum sempat melanjutkannya. Jalaluddin as-Suyuthi kemudian melanjutkannya, dan memulai dari surah Al-Baqarah sampai dengan surah Al-Isra’. Kemudian dia meletakkan tafsir surah Al-Fatihah pada bagian akhir urutan tafsir dari Al-Mahalli yang sebelumnya.

Dakwah di Jawa

Mencermati tahun Tafsir Jalalain tersebut dikarang saat itu, Anasom berkesimpulan karya tulis tersebut sedemikian cepat telah beredar di tanah Jawa. ‘’Ini membuktikan gerakan dakwah yang sangat cepat pada abad 16 di Tanah Jawa. Tentu bisa jadi telah terjadi penyalinan karya tafsir Jalalain itu pada masa Kesultanan Demak Bintoro,’’ katanya.

Walaupun kalau dari sisi angka tahun 1.590-an, Kerajaan Islam di Jawa pada masa tersebut sudah masa Mataram awal, namun menurutnya kitab itu dalam meja display di Museum Masjid Agung Demak diberi catatan Kitab Tafsir Karangan Sunan Bonang.

‘’Mungkin dari sisi karya, jelas setelah diadakan perbandingan isi dengan kitab tafsir yang ada sekarang, kitab manuskrip tersebut adalah Tafsir Jalalain. Namun siapa penulisnya memang bisa jadi adalah Sunan Bonang, walaupun masih harus dikaji lebih mendalam,’’ tuturnya.

Beberapa karya Sunan Bonang memang sampai hari ini masih ada terutama Kitab Primbon Sunan Bonang yang manuskrip aslinya berada di Belanda.

Dari kolovon manuskrip itu menurut Anasom memang beberapa belum teridentifikasi. Artinya masih dibutuhkan kajian lebih mendalam termasuk dari aspek filologisnya. Dia masih butuh waktu untuk terus mengembangkan temuan sejarah tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *