Mewaspadai Bahaya Moderasi Beragama

Bahaya Moderasi Beragama
Novianti Noor, Penulis adalah Pemerhati Masalah Umat
Oleh: Novianti Noor, Penulis adalah Pemerhati Masalah Umat

Hajinews.id – Diambil dari laman Kemenag, moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Implementasi moderasi beragama sudah sejak lama diaruskan secara berkelanjutan dalam seluruh aspek kehidupan.

Komitmen mengaruskan moderasi beragama tersebut tampak dari terselenggaranya acara Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) tahun 2021 yang menelurkan beberapa rekomendasi terkait moderasi beragama. Di antaranya, keberpihakan kajian Islam untuk memperkuat dan mendorong kemajuan pendidikan tinggi sebagai pusat penelitian yang peduli pada kebijakan publik, perlunya mengembangkan Islam yang moderat dan kritis, serta mengontekstualisasikan ajaran Islam dalam kehidupan warga negara agar ajaran Islam yang komprehensif mampu digunakan dalam semua konsep kehidupan.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Mencuatnya stigma radikalisme yang bergema di seantero dunia, tidak terkecuali di tanah air ini, menjadi satu tarikan napas dengan kebijakan dan berbagai agenda untuk membendung intoleransi. Sudah mafhum rasanya ketika menyimak rentetan pemberitaan di media mainstream bahwa opini masyarakat tengah tergiring pada kondisi darurat intoleransi.

Intoleransi oleh opini global selalu dikaitkan dengan radikalisme dan tindak kekerasan yang dituduhkan pada umat Islam. Sikap intoleransi ini bak sudah dimiliki oleh tuannya yaitu umat Islam tersebut. Mereka dianggap sebagai kelompok yang paling tidak toleran dengan penganut keyakinan lainnya.

Selain itu, ajaran Islam juga diklaim sebagai agama intoleran, diskriminatif, radikal, dan ekstrem. Intoleransi adalah milik Islam. Begitulah opini publik dibentuk. Bukalah kata kunci “intoleransi” di laman media mainstream, maka yang diangkat seluruhnya adalah sudut pandang bahwa Islam sebagai tertuduh intoleran. Hanya saja, klaim intoleransi tidak pernah tersemat pada agama selain Islam dan di luar kaum muslim, walaupun pihak tersebut melakukan tindakan intoleransi sebagaimana pemaknaan istilahnya.

Bahaya Moderasi Beragama Bagi Akidah Umat Islam

Moderasi beragama menjadikan umat meragukan ajaran Islam, tidak bangga dengan agamanya, dan sinkretisme dengan pemikiran di luar Islam. Sebut saja tradisi Perayaan Hari Besar Agama Bersama yang dianggap untuk menyuburkan kerukunan umat beragama atau membangun toleransi, akan tetapi itu malah menyuburkan kemunafikan.

Demikian juga dengan kata wasathiyah yang kerap dijadikan dihubungkan dengan moderat yang sudah jelas berbeda maknanya. Tafsir Jalalain (1/149) menyebutkan bahwa makna ‘ummat[an] wasatha’ dalam QS al-Baqarah ayat 143 adalah ‘khiyar[an] wa ‘udul[an]’ (umat terbaik dan adil).

Jadi, ummat[an] wasatha bukanlah umat moderat sebagaimana pengertian Barat. Dengan demikian istilah moderasi Islam lebih pada upaya mengubah ajaran Islam ke arah liberal.

Karena itu tidaklah mengherankan, atas nama moderasi, ajaran Islam yang dipandang membahayakan sekularisme/kapitalisme/liberalisme maupun sosialisme/komunisme kemudian dihilangkan, atau diarahkan sesuai dengan pandangan idelogi kapitalisme ataupun komunisme tersebut.

Sedangkan pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Umat Islam haram mengikuti paham pluralisme, sekularisme dan liberalisme.

Moderasi Beragama Bagian dari Strategi Penjajahan Barat

Narasi bahwa ancaman terbesar bagi kemanusiaan adalah radikalisme dan intoleransi terus dilemparkan ke tengah umat. Maka satu-satunya solusi hakiki adalah menderaskan moderasi Islam. Ide ini lantas masuk dalam berbagai ide-ide sekuler liberal pluralis. Misalnya ide demokratisasi, HAM, rekontekstualisasi ajaran Islam, toleransi, dialog antaragama, kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, pluralisme, dan sejenisnya. Seakan-akan moderasi Islam adalah segala-galanya.

Pertanyaan yang kemudian terbersit di benak kita, mengapa terhadap aturan agama Islam, pemerintah saat ini begitu alergi? Seolah aturan Islam sebagai biang keladi permasalahan intoleransi di negeri ini sehingga memberikan kesan bahwa umat Islam begitu anarkis dan arogan.

Ternyata dasar perbuatan mereka adalah semata-mata ingin mengikuti langkah agenda Barat supaya dukungan terhadap kekuasaan mereka tetap terawat. Pasalnya, monsterisasi terhadap aturan agama Islam ini datang dari propaganda Barat yang digawangi oleh Amerika Serikat, yang melabeli Islam sebagai biang terorisme. Umat Islam dijauhkan dari penerapan aturan agamanya sendiri karena jika terlalu dalam mempelajari Islam dinilai akan terjebak dalam radikalisme dan merupakan bibit-bibit awal terorisme.

Pengarusan moderasi memang dilandaskan pada asumsi yang dipaksakan bahwa agama Islam yang dipahami dengan pola pikir radikal hanya akan menjadi ancaman. Masalahnya, ancaman buat siapa?
Terlebih, tidak bisa ditutupi bahwa narasi terorisme dan radikalisme adalah ciptaan Barat untuk menghalangi kebangkitan ideologi Islam. Tidak bisa menafikan pula bahwa proyek moderasi Islam adalah rekomendasi sekaligus proyek global Barat untuk menjauhkan umat dari modal kebangkitan.

Dokumen-dokumen lama RAND Corporation jelas menunjukkan, ada hubungan erat antara penyebarluasan Islam moderat di negeri muslim dengan agenda liberalisasi ekonomi. Ada kaitan pula antara pembentukan jaringan muslim moderat ini dengan kepentingan nasional Amerika di kancah politik internasional.

Oleh karena itu, alangkah naifnya jika umat Islam turut berpikir bahwa proyek moderasi Islam adalah proyek yang baik untuk mereka. Apalagi mereka turut mendukung, bahkan mau menjadi eksekutor lapang untuk menyukseskan target global pengukuhan penjajahan Amerika.

Kembalilah Kepada Islam Kaffah

Dengan demikian, berbagai upaya untuk memoderasi agama justru berpotensi besar menyimpangkan agama. Yang terbentuk dari upaya moderasi ini tidak lain adalah muslim liberal karena ciri-ciri moderat ternyata sama dengan dengan liberal.

Prof. Hamid Fahmy Zarkasyi menyimpulkan jawaban dari salah satu peneliti RAND Corporation atas pertanyaannya bahwa orang modern itu adalah orang liberal, serta orang liberal itu orang moderat. Dengan demikian, pada hakikatnya moderasi beragama itu liberalisasi beragama sehingga harus ditinggalkan dan kembali pada Islam sebagaimana ajaran dalam Al-Qur’an dan Hadis.

Ciri khas seorang mukmin adalah bertakwa dengan melaksanakan seluruh perintah Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan seluruh larangan Allah dan Rasul-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan kata lain, wajib untuk menerapkan syariat Islam kafah (menyeluruh) sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Baqarah: 208,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٢٠٨

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” Wallahu a’lam.[***]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *