Kita Masih Butuhkan Indonesia

Kita Masih Butuhkan Indonesia
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id
banner 400x400

Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Memang banyak hal yang mengusik akal pikiran kita melihat situasi perkembangan kebangsaan kita. Jangankan rakyat biasa. Presiden saja sering mengeluh melihat keadaan. Menkopolhukan bahkan berulang kali melontarkan pernyataan dengan nada ketus, menyaksikan kelamnya penegakan hukum dan keadilan di tengah apa yang Beliau sebut dengan “industri hukum”. Menkeu berulang kali bicara betapa sulitnya mengelola keuangan negara, dan betapa tidak mungkinnya menghindari menambah utang demi belanja Negara. Para tokoh masyarakat, tokoh agama apalagi, setiap saat kita bisa baca anjuran, himbauan, ajakan agar kita semua memperbaiki sikap dan prilaku dalam bernegara.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Demonstrasi telah berlangsung berhari-hari, dilakukan berbagai elemen bangsa, terdorong oleh berbagai bentuk penyimpangan-penyimpangan yang tidak sewajarnya.

Polisi dan aparat hukum lainnya, yang semestinya bertugas menegakkan hukum, justru terdepan merobohkan hukum dan keadilan. Dunia pendidikan yang semestinya terus kita benahi, kian terpuruk di tangan seorang ahli star up, dan banyak lagi fenomena yang pasti akan memusingkan bagi siapapun yang mencoba memikirkannya.

Bumi yang kita pijak, adalah anugerah Allah SWT. Di dalamnya terdapat semua kebutuhan yang kita perlukan. Tidak akan kekurangan, jika kita pandai mensyukuri nikmat pemberiannya.

Tanah Air

“Tanah air”, demikian kita mewarisi istilah dalam menyebut negeri kita. Tahukah apa makna istilah itu?

Manusia itu, tercipta dari empat unsur Tanah, air, udara dan api. Tapi kenapa leluhur kita hanya menyebut dua unsur tanah dan air saja. Tidak menyebut keempat unsur pembentuk tubuh itu.

Memang ada empat unsur pembentuk tubuh. Dari keempat unsur itu pula sifat kita berasal. Ada sifat tanah yang dermawan, penyabar, tenang, dan stabil. Lalu ada sifat air yang senantiasa mengalir, menguap, lalu turun dalam bentuk hujan membawa kesuburan bagi tanah yang tandus. Lalu ada sifat udara yang senantiasa bergerak, ribut, membuat kekacauan jika dalam jumlah yang besar. Dan ada sifat api yang senantiasa angkuh, senantiasa bergerak keatas, dan membakar apa saja yang dijangkaunya.

Para Arif Billah, mengajari kita bahwa dua sifat tanah dan air jika disatukan menjadi satu kekuatan, akan mengalahkan dua sifat api dan udara. Kenapa sifat api dan udara mesti dikalahkan, karena sifat api dan udara ini adalah sumber dari nafsu ammarah dan nafsu lawwamah. Sementara sifat air dan tanah adalah sumber dari nafsu Mutmainah.

Dengan kata lain, api dan udara itu membawa sifat-sifat keburukan, sementara tanah dan air itu membawa sifat kebaikan. Keempat sifat ini bercampur dalam tubuh manusia, dan sifat mana yang dominan, maka itulah yang mewarnai perilaku manusia.

Kita tahu bahwa Jin dan Iblis itu diciptakan dari dominasi unsur api dan udara. Sebab itu makhluk tersebut tidak stabil, sangat labil dan sangat cepat bertransformasi. Sementara manusia yang diciptakan dari dominasi unsur tanah dan air jauh lebih stabil. Tidak mudah bertransformasi.

Karena itu, manusia mesti memahami dirinya, mengenali dari mana mereka diciptakan, lalu memurnikan sifat kodratinya dengan membuang atau setidaknya mengalahkan unsur api dan udara yang ada dalam dirinya, karena dari kedua unsur itulah masuknya gangguan jin dan iblis kepada manusia.

Di dalam lubuk hati manusia, ada tempat yang tersucikan. Di sebut dengan qalbu hati. Yang tinggal di dalam itu adalah Ruhul Qudus (Ruh Suci) yang ditempatkan Allah SWT pasca telah sempurnanya tubuh atau jasad manusia. Ruh Suci inilah yang akan mengendalikan seluruh aktifitas manusia. Ruh ini Allah turunkan ke bumi spritual atau jiwa manusia sebagai wakilnya dan pada tingkat tertentu sebagai Rasul-Nya bagi setiap manusia. Allah memberikan bimbingan-Nya melalui Ruh Suci ini, untuk diteruskan kepada sistem syaraf manusia, sehingga setiap manusia sesungguhnya adalah makhluk yang Berketuhanan yang Maha Esa.

Oleh karena itu, Ruh ini mesti di jaga kesuciannya, dijauhkan dari penguasaan atau gangguan sifat api dan udara, atau sifat jin dan iblis. Karena jika sifat ini menguasai lubuk hati itu, maka Ruh Suci yang ada di dalam itu, tidak akan bisa berkembang dengan baik. Ruh suci yang ada dalam lubuk hati itu, hanya menerima perintah Allah. Tidak akan bisa atau tidak mau menerima perintah selain dari Allah. Sebab itu, jika prilaku yang bertentangan dengan kehendak Allah dilakukan, Ruh Suci yang merupakan hakikat diri manusia ini akan tersiksa, gelisah, meronta, melawan dari dalam.

Sebaliknya sifat tanah dan air, memiliki hubungan secara fitrawi dengan Ruh Suci atau hakikat manusia ini.

Oleh sebab itu, sifat dari tanah air ini, bisa saling melengkapi dengan Ruh Suci tersebut. Itulah kenapa untuk bersuci bisa dilakukan dengan air atau jika tidak ada air bisa dengan tanah (dengan bertayanmum).

Singkatnya, manusia hakiki yang ada di dalam lubuk hati itu, mesti di jaga kesuciannya, dibina, dididik dengan baik, seperti seorang ibu dalam mendidik putra-putrinya. Supaya kelak, jika ibu ini sudah uzur, “putranya” yang telah dibesarkannya itu, dapat membalas budi baiknya dengan memberinya petunjuk kembali kepada Allah SWT.

Praktisnya, ruh suci yang ada di dalam qalbu itu ibarat kertas putih yang polos, bersih, belum memiliki tulisan apapun saat di tempatkan Allah ke dalam qalbu itu. Kertas putih ini kemudian akan terisi tulisan melalui apa yang dilihat, didengar, di rasakan, dilakukan oleh tubuh kasar, atau Basyar kita. Jadi kitalah yang mengisi kertas putih itu, kitalah yang melukis diatasnya, dan kemudian itulah yang menjadi Kitab diri kita.

Sebab itu, pada mulanya Ruh Suci ini harus diajari oleh berbagai indera yang melekat pada tubuh kasar kita, yang merupakan lingkungan strategisnya. Mengajarinya untuk membaca, menulis, berhitung, hingga memahamkan tentang apa yang mesti disembah atau di pertuhankan. Dalam urusan ketuhanan, tentu kita pelajari dengan membaca kitab suci yang diturunkan Allah melalui para Nabi dan Rasul-Nya, yang diajarkan melalu para ulama terdahulu, hingga sampai pada waktunya di mana ruh suci ini telah mampu mengenali asal muasalnya, yakni dari alam ketuhanan, dan telah mengingat hari-hari pertemuannya dengan Allah. Pada saat momen itu telah di capai, maka Ruh Suci ini disebutlah sebagai “orang yang beriman”. Lalu dengan keimanannya kepada Allah SWT, Ruh Suci atau diri yang hakiki ini akan mengambil alih kendali operasional “kerajaan” yakni seluruh totalitas Ruhani dan jasmani kita.

Tentu saja, proses pembelajaran yang diberikan kepada Ruh Suci itu, tidak sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka ia tidak akan mengenali Tuhannya, dan disebut sebagai Kafir atau belum beriman.

Lalu kita kembali kepada Tanah Air Indonesia lalu bertanya, bagaimana kita membangun manusia Indonesia itu? Apakah kita telah mengantar setiap manusia Indonesia itu memahami siapa hakikat dirinya?

Jika belum, masih ada waktu. Mari kita perbaiki keadaan Bangsa dan Negara’ kita, dengan memperbaiki ruh-ruh anak-anak bangsa Indonesia.

Mengapa mesti demikian, karena Tanah Air Indonesia masih kita butuhkan.

Semoga dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *