Paloh, dan Harapan Hadirnya Presiden Sebenarnya

Surya Paloh dan harapan
Ady Amar
banner 400x400

Oleh: Ady AmarKolumnis tinggal di Surabaya

Surya Paloh dan Partai NasDem seolah mengajarkan menghadirkan presiden yang sebenarnya, bukan presiden boneka yang terus dikendalikan partai pengusung. Sikap Paloh ini sikap negarawan. Tidak banyak pemimpin partai yang mengendalikan partai sepertinya. Respek.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Hajinews.id – Sikap politik yang dipilih Surya Paloh, dengan Deklarasi Capres 2024 Partai NasDem, adalah sikap politik yang berbeda dengan pilihan istana. Itulah ketegasan pilihan sikapnya. Sikap Paloh itu pastilah punya risiko tidak kecil. Pilihan sikapnya itu bisa disebut kenekatan tiada duanya.

Sikap Paloh seolah berkejaran dengan waktu. Karenanya, perlu ia mengawali deklarasi calon presiden (capres), dan itu Anies Baswedan, yang diusung Partai NasDem, partai yang diketuainya.

Muncul penilaian, bahwa Paloh sedang pasang badan buat Anies, yang tengah dibidik KPK, jika menilik laporan berita Koran Tempo pekan lalu. Firli Bahuri, Ketua KPK, tampak bernafsu mentersangkakan Anies Baswedan dalam kasus Formula E, yang sebenarnya tidak ditemukan unsur pidana. Paloh seolah mengisyaratkan, bahwa nasib Anies adalah bentuk tanggung jawab yang akan diambil NasDem.

Paloh melakukan gerakan, yang meski kalin ini bisa ditebak ke mana gerakan dilesakkan, tetap saja jadi gerakan yang mencengangkan. Meski struktur gerakan yang dipilih tidak melanggar pakem–bahwa perbedaan pandangan politik itu hal biasa di alam demokrasi–tapi tetap saja punya risiko yang mesti ditanggung. Dan itu tidak main-main.

Gerakan yang dilesakkan Paloh itu bisa dimaknai head to head berhadapan dengan istana. Paloh seperti sudah siap memutus gerbong NasDem dalam barisan koalisi bersama Presiden Jokowi.

Tidak cukup sampai di situ, pilihan NasDem yang berbeda dengan istana, pastilah mendatangkan berbagai ganjalan yang muncul tidak mengenakkan. Tidak saja buat Paloh, tapi juga bagi NasDem. Hal yang tak sulit dijelaskan. Pada hitungan hari bisa dipastikan akan muncul reshuffle menteri dari NasDem, setidaknya itu risiko yang diterima.

Paloh tentu sudah mempertimbangkan langkah politiknya. Bahkan tidak cuma reshuffle menteri, bisa juga menyasar kepala daerah yang diusung NasDem, yang tidak mustahil akan “diganggu” dengan kasus hukum yang dimunculkan. Semua risiko yang akan dihadapi Paloh dan NasDem, pastilah sudah ada dipikirkannya.

Paloh, dan tentunya Partai NasDem, seperti tak surut dengan apa yang dipilihnya. Terus maju dengan apa yang diyakininya dalam mengusung capresnya. Dan itu ditampakkan dengan “meminang” Anies Baswedan jadi capresnya.

Di NasDem Tower, pinangan pada Anies Baswedan sebagai capres NasDem, itu dihelat dengan suasana cukup mewah. Sarat narasi kebangsaan dimunculkan dari lisan Surya Paloh. Suatu harapan akan negeri yang lebih baik lagi.

“Kenapa (memilih) Anies Baswedan? Yang dijawab Paloh sendiri, “Why not the best?

Lanjutnya, “Kami memikirkan masa depan bangsa. Insya Allah jika Anies terpilih jadi Presiden, pimpinlah bangsa ini jadi bangsa yang bermartabat, yang mampu membentuk karakter daripada bangsa ini sejatinya.”

Anies pun menyambut dengan narasi kerendahan hati, bahwa ia siap menerima tantangan itu, “Ketika Bang Surya dan NasDem mengajak kami berdampingan. Mengajak bersama memperbaiki yang kurang tuntas, kami terima. Kami siap menjawab tantangan itu disertai dengan kerendahatian.”

Paloh mengajak partai politik lain untuk bersama-sama menghadirkan pemimpin Indonesia kedepan yang lebih baik. Setidaknya dua partai politik lain–Partai Demokrat dan PKS–sedianya akan berkoalisi menggandeng Anies sebagai capres definitif pada Pilpres 2024.

Deklarasi bersama yang sepertinya menunggu momen yang tepat saja. Bisa jadi sekalian dengan cawapresnya. Dalam sambutan saat itu, Paloh juga menyampaikan, bahwa Partai NasDem memberi keleluasaan pada Anies memilih sendiri cawapresnya.

Paloh membangun tradisi yang memang seharusnya. Tradisi yang tidak menghadirkan capres yang “dipaksa” atau “terpaksa” disandingkan dengan cawapres, yang belum tentu jika takdir nantinya menjadikannya presiden, bisa bekerja sama secara baik dengan wakilnya. Tradisi yang salah ini coba diluruskan seorang Surya Paloh.

Seolah itu juga menegaskan, bahwa presiden punya keleluasaan dalam menentukan, tidak saja wakil presiden, tapi tersirat juga menegaskan bahwa partai politik hanya sebagai “pengantar” saja seseorang menjadi presiden. Bukan presiden yang “dirantai” selamanya sebagai petugas partai.

Surya Paloh dan Partai NasDem seolah mengajarkan menghadirkan presiden yang sebenarnya, bukan presiden boneka yang terus dikendalikan partai pengusung. Sikap Paloh ini sikap negarawan. Tidak banyak pemimpin partai yang mengendalikan partai sepertinya. Respek.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *