Hubungan Dengan Allah (Khalik) dan Hubungan dengan Ciptaan Allah (Makhluk)

Hubungan Dengan Allah (Khalik) dan Hubungan dengan Ciptaan Allah
Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Oleh Hasanuddin (Ketua Umum PBHMI 2003-2005), Redaktur Pelaksana Hajinews.id

Hajinews.id – Ajaran Islam secara umum dibagi atas dua, hablumminallah wa hablumminannaas atau hubungan kepada Allah (Pencipta) dan hubungan dengan terhadap sesama makhluk (ciptaan). Biasa juga disebut hubungan vertikal (kepada Allah) dan hubungan horisontal (kepada sesama makhluk).

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dalam ajaran Islam, seluruh ciptaan atau makhluk Allah dipahami sebagai hasil dari perbuatan (af’al) atau kreatifitas Allah. Karena Allah mencipta dengan ilmu, (ilm) kuasa dan sekehendak-Nya, maka seluruh ciptaan Allah juga adalah manifestasi dari pengetahuan Allah, manifestasi dari kekuasaan Allah, dan manifestasi dari kehendak Allah. Sehingga dikatakan bahwa seluruh alam semesta adalah milik Allah. Demikianlah yang sangat banyak dapat kita temukan penjelasannya dalam Al-qur’an.

Umat Islam yang telah memiliki pemahaman demikian, tentu akan bersikap respek, hormat, sopan, santun, terhadap seluruh ciptaan Allah, karena respek, hormat bahkan takut kepada Allah yang telah meniciptakan makhluk. Baik yang nampak oleh pandangan mata maupun yang tidak nampak dari pandangan mata. Baik yang dapat diketahui oleh akal manusia, maupun yang tidak dapat diketahui oleh pandangan manusia, baik yang dapat dirasakan kehadirannya, maupun yang tidak dapat dirasakan kehadirannya, baik yang sudah meninggal/mati maupun yang masih hidup. Semua harus diperlakukan secara respek, karena melihat kepada Allah yang menciptakannya.

Ajaran Islam, yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, dan para Nabi sebelumnya bahkan melarang kepada orang yang beriman kepada Allah, untuk berprasangka buruk kepada ciptaan-Nya, karena itu berarti telah berprasangka buruk terhadap Allah.

Demikian tinggi dan mulia ajaran Islam itu, sehingga Allah menjamin bahwa tidak ada ajaran atau paham yang dapat menyaingi ajaran Islam.

Lalu, seringkali kita temukan atau melihat prilaku manusia, termasuk prilaku orang yang telah mengaku memeluk agama Islam, terdaftar di pemerintahan sebagai pemeluk agama Islam, namun berprilaku buruk terhadap sesama manusia, berprilaku buruk terhadap alam, merusak lingkungan, berprilaku aniaya terhadap orang lain, bahkan berlaku aniaya terhadap diri mereka sendiri. Prihal seperti itu, Nabi Muhammad saw bersabda: “tidaklah disebut beriman seseorang diantara kalian, sehingga dia lebih mencintai aku (Nabi Muhammad saw) dari pada mencintai dirinya sendiri, atau keluarganya” (H.R. Bukhari Muslim)

Maksud hadits ini adalah, bahwa seseorang belum dikatakan telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, jika mereka menuruti ego dirinya, hawa nafsunya atau mengikuti keluarganya, lalu mengabaikan Sunnah dari Nabi Muhammad SAW. Sebab itu, perilaku (sebagaian) umat Islam yang demikian itu tidak bisa jadi ukuran untuk menilai kemuliaan ajaran Islam.

Memang tidak dapat di pungkiri bahwa orang yang belum memahami ajaran Islam, seringkali menilai Islam bukan dengan membaca dan memahami Al-quran dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Pada umumnya mereka menilai ajaran Islam dengan memperhatikan prilaku umat Islam. Oleh sebab itu Sayyedina Umar Ibn Khattab Radhiallahu anhu, mengingatkan kepada seluruh umat Islam agar mengajak orang ke jalan Allah (menjadi muslim) walau tanpa kata-kata. Yakni dengan memperlihatkan Akhlaq yang baik di tengah masyarakat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *