Menanyakan Peran dan Posisi TNI Dalam Penegakan Demokrasi dan Konstitusi

Peran dan Posisi TNI

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

Hajinews.id – Pada masa pemerintahan orde baru, TNI terlibat cukup jauh dalam politik. Tidak jarang TNI diberdayakan untuk menjaga keamanan, termasuk mengendalikan protes atau demo warga sipil, atas nama stabilitas politik dan ekonomi.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pemerintahan orde baru jatuh pada tahun 1998. Peran TNI di dalam politik kemudian dipangkas, tidak diberikan tempat sama sekali di dalam konstitusi amandemen 2002. TNI berhasil disingkirkan dari peta politik Indonesia. TNI masuk barak.

Pemerintahan Indonesia kemudian beralih menjadi pemerintahan di bawah kendali masyarakat sipil, dengan sistem demokrasi langsung, di mana pasangan presiden dan wakil presiden dipilih rakyat secara langsung. Pemerintahan sipil ini diharapkan lebih baik dari pemerintahan sebelumnya yang dianggap represif.

Sudah menjadi kepercayaan umum bahwa pemerintahan yang dipimpin masyarakat sipil bisa lebih demokratis, lebih menjamin kebebasan berpendapat, lebih adil dalam pembangunan ekonomi, lebih mampu mengendalikan korupsi, dan bisa mewujudkan kebaikan-kebaikan lainnya.

Tetapi, faktanya tidak selalu seperti yang diharapkan. Bahkan jauh dari harapan. Setelah melaksanakan empat kali pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) secara langsung, kondisi demokrasi dan politik di Indonesia sulit dikatakan membaik, malah dalam banyak hal dapat dipastikan memburuk.

Pemilu dan pilpres tidak mencerminkan free and fair. Sebaliknya, masyarakat melihat banyak terjadi pelanggaran, kecurangan dan manipulasi.

Pelanggaran terhadap peraturan dan undang-undang semakin transparan, tanpa malu, dan tanpa takut. Seakan-akan hukum tidak berlaku lagi bagi para pejabat: eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Bahkan pelanggaran konstitusi juga bukan hal yang mengkhawatirkan. Karena legislatif dan yudikatif sudah tidak berfungsi, mereka telah bersatu dan berkolaborasi dengan eksekutif.

DPR praktis tidak menjalankan fungsi dan tugas konstitusinya. Tidak menjalankan fungsi pengawasan secara memadai terhadap eksekutif, terhadap pengelolaan keuangan negara dan APBN. Sehingga (berpotensi besar) merugikan keuangan negara, antara lain terkait proyek infrastruktur, subsidi, bantuan sosial, impor-ekspor, dan lainnya.

DPR menyetujui undang-undang yang menurut masyarakat sangat tidak adil, undang-undang yang bersifat tirani, undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi, namun dilindungi oleh Mahkamah Konstitusi. Antara lain, presidential threshold 20 persen.

Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan yang sangat serius. Beberapa gelintir pengusaha, termasuk asing, menguasai kekayaan sumber daya alam dalam jumlah sangat besar. Sedangkan kehidupan masyarakat di daerah pertambangan sangat miskin. Daerah pemilik tambang juga miskin.

Semua ini bertentangan dengan Konstitusi: bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *