Kisah Abu Nawas: Ketika Abu Nawas diprotes Santrinya

Ketika Abu Nawas diprotes Santrinya
Ketika Abu Nawas diprotes Santrinya. Foto: ilustrasi
banner 400x400

Hajinews.id – ABU Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami atau disapa Abu Nawas ialah seorang pujangga Arab, sekaligus salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Tokoh sufi yang hidup di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M) ini dikenal dengan tingkah konyolnya.

Dilansir dari laman Kalam Sindonews, Abu Nawas juga dikenal sebagai sosok yang cerdas dan cerdik. Kepribadiannya itu pun tersebar ke seluruh wilayah Baghdad, sehingga santri atau muridnya pun kian bertambah.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Sayangnya tidak semua santri sepaham dengan gurunya itu. Suatu hari salah seorang santri tampak mengeluh dan menyampaikan pendapatnya secara kritis mengkritik bahwa spiritualitas Abu Nawas perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Menanggapi kritikan santrinya itu Abu Nawas hanya tertawa, dan santri yang lainnya pun ikut tertawa kencang melihat kekonyolan gurunya tersebut. Kemudian Abu Nawas tampak terdiam.

Seketika suasana menjadi hening, Abu Nawas menarik nafas dalam-dalam. Lalu dengan hati-hati ia menceritakan kisah seorang pelajar yang bertanya kepada seorang penjual buku, “Tidak ada buku anatomi yang lebih baru?”

“Buku-buku yang ada di sini sudah berumur 10 tahun atau lebih!” protes pelajar itu.

“Dengarlah, Nak. tidak ada penambahan tulang apapun dalam tubuh manusia selama 10 tahun terakhir ini. Demikian pula halnya, tidak ada penambahan apapun dalam kodrat manusia selama 10.000 tahun terakhir ini.” kata penjual buku menjawab pertanyaan pelajar itu.

Mendengar cerita Abu Nawas semua santri nampak diam, suasana pun masih hening. Kemudian hal lainnya membuat santri Abu Nawas protes, karena seringnya sang guru membuat lelucon.

Setiap kali mengajar hampir selalu ada gelak tawa dalam setiap ia bicara. Hal itu rupanya juga mengganggu sebagian santri yang sangat ingin serius tentang spiritualitas dan diri mereka.

“Guru ini seperti badut!” kata seorang santrinya.

“Oh tidak. Kamu salah tangkap. Seorang badut membuat kamu menertawainya; seorang guru membuat kamu menertawai diri sendiri,” ucap santri lainnya yang menyanggah.

Abu Nawas mendengar dialog antara santrinya dengan tersenyum, dan Abu Nawas tidak terganggu sama sekali dengan santrinya itu.

“Apakah sesuatu menjadi sungguh-sungguh benar, jika tak seorang pun menertawakannya?” kata Abu Nawas.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *