Disway: Sobekan Irawan

Sobekan Irawan
banner 400x400

Oleh: Dahlan Iskan

Hajinews.id – DALAM  perjalanan ke kelenteng Gudo, Jombang, kemarin saya buka email dari Amerika. Pengirimnya teman lama: drg Irawan. Dari Los Angeles.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Dari emailnya itu terlihat Irawan lagi gatal-jari: ia menulis panjang. Soal lead. Sebagai dokter gigi lulusan Amerika ia banyak berurusan dengan lead: ia punya majalah di Amerika. Namanya:  Indonesia Media. Berbahasa Indonesia. Terbit sebulan dua kali. Tulisan saya sering muncul di majalahnya itu.

Irawan sudah menjadi warga negara Amerika. Rumahnya besar dan bagus. Saya pernah tidur di rumah itu.

Saya harus menjelaskan kepadanya: lead bukanlah judul. Lead adalah kalimat pertama, atau alinea pertama dalam sebuah tulisan. Khususnya tulisan yang bersifat jurnalistik.

Email drg Irawan itu menarik. Maka saya putuskan untuk membuatnya, seutuhnya.(Dahlan Iskan)

Tanggapan Atas “Sobekan  Lead” Dahlan Iskan

Oleh: Irawan.

MENGOMENTARI tulisan senior saya, Dahlan Iskan, yang sering saya sapa sebagai “Toa koh Yee Zhe Kan” pada salah satu artikelnya yang dimuat di DiswaySobekan Lead.

Salah satu dari kutipan alineanya, “Lead adalah kalimat pembuka dalam tulisan. Mencari kalimat pembuka, adalah salah satu bagian yang tersulit dalam menulis”. Kebetulan lead yang telah dicatatnya di secarik sobekan kertas hilang tertinggal entah ke mana.

Memang “Lead” itu adalah hal yang perlu wangsit untuk mendapatkannya. Apalagi kalau harus kita sendiri yang harus menciptakannya.

Teringat seperempat abad yang lalu di mana saya baru mulai merintis majalah Indonesia Media, harus pula jadi editornya. Membuat majalah sekolah saja belum pernah. Apalagi pernah ada catatan hitam, yaitu angka 4 di rapor Bahasa Indonesia ketika di SMP. Pasalnya saya gagal menyebutkan 26 arti kegunaan awalan “me”. Celakanya saya dituduh pula sebagai plagiator atas karangan puisi saya yang katanya kelewat sempurna buat ukuran murid SMP.

Maka tak ayal saya di vonis angka mati , “4”.

Ya Tuhan ampunilah dosa guru Bahasa Indonesia saya itu dalam perjalanannya di alam baka.

Mungkin warisan genetika masih tersalur ke sanubari saya, dari kakek saya, dr Chen Lung Kit yang selalu menulis kuplet di gerbang masuk Pancoran Glodok, Batavia, di setiap hari ulang tahun Ratu Wilhelmina. Ditambah karya mendiang ayah saya, dr Putrasatia, sebagai kolumnis kesehatan di surat kabar harian Indonesia Raya.

Mungkin gen inilah menjadikan naluri saya mempunyai inisiatif membuat majalah dwi mingguan Indonesia Media, sebuah media cetak dan online dengan www.indonesiamedia.com.

Sempat juga nama majalah itu  jadi persoalan, karena seorang sarjana linguistik jebolan UI yang tinggal di Kanada, tiba-tiba menyurati saya, dan mengatakan itu salah bahasanya. Harusnya Indonesian Media, karena mengingat kita di Amerika harus mengikuti tata cara penyusunan kata seperti itu. Saya sempat merenungi usulan itu. Namun saya teringat asal inspirasi istilah itu ternyata saya dapatkan dari salah satu majalah etnis di Los Angeles, yang bernama China Post, bukan Chinese Post. Setelah itu saya kembali tenang bisa tidur.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *