Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, kedudukannya sebagai Utusan Allah tidak dapat digantikan oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), namun kedudukannya sebagai pemimpin atau khalifah umat Islam harus segera ada penggantinya.
Berdasarkan Pengantar Kajian Islam karya Shofiyun Nahidloh, hal. Ag., M.H.I., Abu Bakar memangku jabatan khalifah di saat sejarah Islam sedang dalam keadaan genting dan kritis. Yakni munculnya perpecahan, munculnya nabi-nabi palsu dan munculnya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam baru. Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah didasarkan atas keputusan bersama Balai Tsaqidah Bani Sa’idah.
Menurut Fachruddin dalam buku yang berjudul Pengantar Studi Islam oleh Shofiyun Nahidloh, S. Ag., M. H. I., Abu Abu Bakar terpilih untuk memimpin kaum muslimin setelah Rasulullah SAW wafat disebabkan oleh beberapa hal, yakni:
- Dekat dengan Rasulullah SAW baik dari ilmunya maupun persahabatannya.
- Sahabat yang sangat dipercaya oleh Rasulullah SAW.
- Dipercaya oleh rakyat, sehingga beliau mendapat gelar As-Siddiq atau orang yang sangat dipercaya.
- Seorang yang dermawan.
- Abu Bakar merupakan sahabat yang diperintah oleh Rasulullah SAW untuk menjadi imam sholat jamaah.
- Abu Bakar ialah seseorang yang pertama memeluk agama Islam.
Peristiwa Tsaqidah Bani Sa’idah
Abu Bakar bin Quhafah merupakan Khalifah Islam pertama setelah wafatnya Rasulullah SAW. Abu Bakar memerintah dari tahun 632 sampai 634. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, pengangkatan Abu Bakar As-Shidiq sebagai khalifah pertama Islam dilakukan dengan persiaran Umar Bin Khatab dalam sebuah pertemuan di Safiqah melalui musyawarah yang kemudian disetujui oleh tokoh-tokoh kabilah dan suku lain.
Penunjukan yang dilakukan oleh Umar bin Khatab kepada Abu Bakar terkesan mendadak sebab kondisi dan situasi yang cukup genting dan berpotensi perpecahan.
Di sela-sela ketegangan tersebut, kaum Anshor menyarankan bahwa harus ada dua kelompok untuk menjadi Khalifah. Hal tersebut berarti merupakan perpecahan kesatuan Islam, akhirnya dengan segala resiko, Abu Bakar tampil ke depan dan berkata, “Saya akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih di antara kedua orang ini.”
Suasana di Safiqah masih belum kondusif, kemudian Umar bin Khatab berbicara untuk mendukung Abu Bakar dan mengangkat setia kepadanya. Umar bin Khatab tidak memerlukan waktu yang lama untuk meyakinkan kaum Anshor dan yang lain bahwa Abu Bakar adalah orang yang tepat di Madinah untuk menjadi penerus setelah Nabi Muhammad SAW wafat.
Selanjutnya, musyawarah pun secara bulat menentukan bahwa Abu Bakar lah yang akan menjadi Khalifah dengan gelar “Amirul Mu’minin”. Pertemuan tersebut merupakan sebuah implementasi dari sebuah politik dengan semangat musyawarah.
Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
Berikut ini adalah kebijaksanaan politik yang dilakukan oleh Abu Bakar ketika beliau melakukan tugasnya menjadi Khalifah:
1. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu yang menjadi sebuah Langkah politik yang strategis dan membawa dampak yang baik bagi pemerintahan Islam.
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan yang disebabkan oleh adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW pun menjadi putus.