Road to 2024: Anies Disambut, Anies Disambit

Anies Disambut
Anies Baswedan di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Oleh: Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)

Hajinews.id – Rasanya kehadiran Anies Baswedan di Jawa Timur seperti ustadz yang dituding radikal. Muncul spanduk penolakan dan sms blast dari Bawaslu. Kedatangan Anies ke Jawa Timur secara tak langsung ke kandang banteng dan taman hijau tetangga. Apa mau dikata, publik fans Anies tak mengindahkan itu semua. Anies sementara ini dituding oleh rival politik sebagai politik identitas. Alhasil, semua pun bersiaga dan mengamankan tempat ibadah. Padahal secara konstitusi, Anies belumlah resmi dan terdaftar di KPU sebagai Capres atau Cawapres pemilu 2024.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Tak hanya menuai kontroversi di publik Jawa Timur. Sekjend PDI-P Hasto meyindir jika kunjungan Anies ke Surabaya sepi. Tak banyak sambutan dan kehadiran publik. Sindiran itu pun dibalas partai Nasdem dan menampik tudingan yang tak berdasar. Maklum, dalam politik ini hal yang biasa sebagai bagian dari ‘psywar’ untuk meramaikan opini publik. Tujuannya untuk memenangkan dukungan dan siapa yang lebih peduli kepada urusan ini.

Jawa Timur masih menjadi barometer politik nasional. Hitungan politik di sini masih kuat. Tak heran jika Relawan Ganjar juga turut merumput di Jawa Timur. Apalagi Cak Imin pun sudah menjejakkan kaki di sini lama demi mendapat restu dari ulama. Meraih hati dan publik Jawa Timur dalam kontestasi politik 2024 adalah keniscayaan. Kondisi masyarakat yang taraf politiknya menengah ke atas. Anak mudanya pun cerdas dan cadas dalam menyampaikan pendapat. Serta pengalaman masyarakat Jawa Timur yang berkiprah di dalam dan luar negeri. Sosiologi politik inilah yang tampaknya masih menjadi hitungan politisi dan partai politik untuk meraih suara di sini.

Anies Disambut dan Disambit

Ibaratakan sebuah operasi, Anies disambit ini sabotase. Seolah ingin membungkam gelora rakyat yang menginkan kehadiran sosok pemimpin sepertinya. Hati dan suara rakyat tidak bisa dibohongi, meski kekuasaan sedemikian rupa menggerus gelora hati umat. Buktinya, kemunculan sms blast atas nama Bawaslu pun saling lempar antara Surabaya dan Jawa Timur. Seolah ingin cuci tangan tak ingin mencoreng institusi pengawas pemilu yang tupoksinya memang sudah dikerjakan.

Penolakan Anies ini seolah memaksakan Jawa Timur hanya satu warna. Kalau tidak merah ya hijau. Lantas, di mana jargon Bhineka Tunggal Ika? Serta pluralitas politik dan bebas menentukan pilihan? Terkadang lucu politisi itu. Tak ingin lahannya dimasuki lawan dan mengambil sikap garang untuk menolak. Bahkan kalau bisa diusir. Sungguh permainan politik Machiavelli dalam politik demokrasi yang basi.

Lain halnya peyambutan Anies di beberapa daerah. Bahkan Manis (Madura Anies) menggelar acara bersama ulamanya. Secara geografis Madura masih bagian dari Jawa Timur, namun memiliki ragam pilihan politik yang unik. Peran sentral ulama masih jadi penentu. Hal ini bisa dilihat pada Pilpres 2019 yang ulama Madura condong ke pasangan Prabowo-Sandi. Hasilnya pasangan itu meraih suara terbanyak di Madura.

Penyambutan Anies dengan tangan terbuka oleh elemen masyarakat Jawa Timur bisa dianalisis sebagai berikut:

Pertama, hidupnya kembali elemen yang pada pilpres 2019 berbalik arah mendukung Anies yang dianggap merepresentasikan pemimpin sosok muslim. Harus diakui identitas apapun tidak bisa dihindarkan dari kontestasi politik. Partai politik, secara sadar, memiliki identitas nasionalis, religius, dan agamis. Itu pun kerap terlontar dari ucapan pengurusnya.

Kedua, Anies secara intelektual dan pengalaman politik dianggap cukup mumpuni. Latar belakang keturunan dari seorang pahlawan kemerdekaan (Rasyid Baswedan) menjadi entry poin dari sosio-historisnya. Rakyat menganggap, kepemimpinan ke depan perlu ada pergantian. Tampaknya rakyat merasakan kegetiran yang mendalam selama dua periode kepemimpinan. Ini menjadi alasan wajar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar