Gempadewa: Jangan Mentang-mentang Jadi Capres Lantas Ngegas di Wadas

Hajinews.id – “Kami minta pemerintah menghargai warga Wadas dan tidak hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan perampasan tanah milik warga Wadas. Jangan karena sedang mencalonkan diri sebagai presiden sehingga dianggap bisa membereskan soal tambang di Wadas yang izin penambangan lingkungannya akan habis pada 7 Juni 2023 lalu warga Gempadewa menjadi korban kesewenangan,” kata Talabuddin dari Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa).

Intinya, jangan mentang-mentang jadi capres lantas ngegas di Wadas. Sebanyak 56 orang pihak yang berhak (PYB) terdampak tambang (quarry) batu andesit untuk proyek Bendungan Bener di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah emoh teken dan musyawarah. Pada musyawarah pertama Senin (22/05) dan kedua Rabu (25/05) dengan koordinator Siswanto dan Pendamping Hukum (PH) dari LBH Yogyakarta menolak datang ke Balai Desa Wadas.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) keberatan karena musyawarah hanya menetapkan bentuk ganti rugi dan besarnya nilai kerugian pengadaan tanah untuk tambang batu andesit yang digunakan sebagai pondasi Bendungan Bener. Mereka juga telah menyerahkan surat keberatan kepada Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) bendungan yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) itu.

“Warga minta agar tuntutan kami seperti penetapan jarak aman penambangan, jaminan ekonomi, dan jaminan keselamatan juga dibicarakan dalam musyawarah itu,” ujar Talabudin dikutip dari rilis yang diperoleh Gatra.com, Kamis (25/05).

Selain itu, Gempadewa juga minta persoalan bidang-bidang tanah yang muncul setelah proses inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan 11 hingga 13 Mei lalu juga dibicarakan. “Ternyata ada tanah milik warga yang hilang seluruhnya dan ada yang sebagian hilang. Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Talabudin.

Selain itu banyak persoalan administrasi yang harus diselesaikan dahulu sebelum bicara soal bentuk dan besaran ganti rugi. Talabudin menyebutkan soal resume penilaian tanah warga banyak yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

Dari data yang diberikan, ada 21 bidang tanah yang mereka klaim bermasalah dan harus diselesaikan sebelum musyawarah penetapan bentuk dan nilai anti rugi.

Sekretaris P2T PSN Bendungab Bener, Marsono menjelaskan bahwa, musyawarah adalah bahasa hukum dalam aturan (UU) pengadaan tanah. Dalam musyawarah hanya menyepakati bentuk ganti kerugian (uang, bangunan, tanah, saham) dan penyampaian nilai apraisal tanah beserta tanaman dan bangunan di atasnya.

Namun hingga kini, banyak orang yang belum mengetahui perbedaan musyawarah dalam bahasa hukum pengadaan tanah dan musyawarah atau berunding pada umumnya.

“Jika ingin membahas hal lain, kami sudah sampaikan, dialog di luar waktu musyawarah penetapan bentuk dan nilai ganti rugi. Kalau dalam musyawarah membahas hal lain, justru melanggar aturan. Dari 159 bidang yang dimusyawarahkan pada Hari Senin (22/05) lalu, 45 setuju yang 114 tidak datang (warga Dusun Randuparang). Yang 45 bidang ini sudah proses pembayaran,” jelas Marsono yang juga menjabat Kasi Pengadaan Tanah dan Pengembangan pada BPN Kabupaten Purworejo ini di kantornya, Kamis (25/05).

Namun, menurut Marsono, pihak P2T masih akan menyampaikan undangan musyawarah ketiga. “Musyawarah ketuga kami jadwalkan Senin (29/05), di Balai Desa Wadas,” paparnya.

Mengenai berita penyerobotan tanah, Marsono menegaskan bahwa itu tidak benar. “Proses pembebasan di Wadas ini kan tidak hanya sekali. Ini sudab keempat kalinya petugas melakukan inventarisasi dan identifikasi. Yang memasang patok itu kan mereka (pemilik tanah), petugas tidakntahu menahu. Petugas tahunya datang, ingin menyambung-nyambungkan patok yang dipasang warga,” ujar Marsono.

Bahasa perampasan, penyerobotan, lanjut Marsono, tidak benar sama sekali. Saat proses inven iden, pemilik tanah datang. Namun kelompok Siswanto tidak mau datang untuk melakukan inven iden.

“Jika pemasangan patok batas menurut mereka menjorok (over lap) bisa diselesaikan di.luar proses. Pemilik tanah yang dikira menyerobot tanah milik warga juga sudah bersedia mengembalikan,” terangnya.

Untuk membahas masalah overlap batas ini, sambungnya, semua pihak harus dikumpulkan. Mereka juga harus turun ke lokasi agar batas tanah jelas dan kemudian disepakati solusinya.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *