Investasi Q1-2020: Setetes Antibodi Covid-19

Rizal Calvary Marimbo. (Foto: Investor Daily)
banner 400x400

Oleh: Rizal Calvary Marimbo, Komite Investasi Bid. Komunikasi dan Informasi Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia baru saja merilis realisasi investasi triwulan I-2020 (Q1). Periodenya, Januari hingga Maret. Disitu, investasi mencapai Rp 210,7 triliun. Naik 8,0 persen. Dibanding periode yang sama tahun 2019. Sebesar Rp 195,1 triliun. Tenaga kerja terserap 303.085 orang.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Kita di BKPM, sempat dag-dig-dug. Jangan sampai, data keluarkan, lantas ditafsir sebagai anomali. Istilahnya, melawan arus. Tapi fakta memang demikian adanya. Mau apa lagi. Kita sampaikan saja. Justru, salah bila tak disampaikan apa adanya. Besoknya, Kepala BKPM merilis fakta itu.

Yang menarik. Investasi dalam negeri (PMDN) terus unjuk gigi. Meningkat 29,3%. Dari Rp 87,2 triliun menjadi Rp 112,7 triliun. Investasi asing (kita sebut PMA) turun sebesar 9,2%. Artinya, kemampuan investor dalam negeri tak boleh dipandang sebelah mata. Ada potensi besar domestic. Di dalam sini. Tapi belum dibangunkan. Juga, daya rusak COVID-19 tak boleh dipandang sebelah mata. Dia bisa mengerem miliaran dolar masuk ke sistem perekonomian kita.

Namun, yang menarik lagi. Kepala BKPM di akhir pemaparannya menyampaikan. Kinerja investasi ini diharapkan dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah wabah COVID-19. Di sini, menurut saya, episentrum berita ekonominya. Teman-teman jurnalis ekonomi sangat paham ini.

Deflasi COVID-19

Begini. Saat ini, kita mengalami deflasi berita COVID-19 secara besar-besaran. Pasokan berita COVID-19 dan ketakutan yang ditimbulkannya meluas ke segala penjuru. Tak hanya di sini. Juga ke seluruh dunia.

Tahun ini, IMF memperkirakan ekonomi global akan mengalami resesi hingga -3%. Proyeksi ini jauh lebih rendah dari tahun lalu. Sebesar 2,9%. Negara-negara maju, yang selama ini kita bangga-banggakan, justru diprediksi jeblok  ke resesi ekonomi terparah. Sebesar -6.1 %. Negara-negara emerging market dan berkembang, -1%. Bahkan ASEAN-5, yang selama ini cukup kuat, sedikit mendingan. Sebesar  -0,6%.

Di sisi lain, di dalam negeri, banyak pengamat dan kelas menengah yang sibuk mendikotomikan ekonomi dan kesehatan. Ada yang bilang Kesehatan pertama, ekonomi nomer dua. Kutipan Presiden Ghana: kita tahu cara menghidupkan ekonomi. Tapi tidak menghidupkan orang mati. Disebar ke mana-mana.

Mereka lupa, kalau ekonomi mati, manusia akan mati kelaparan lebih cepat. Sebelum COVID-19 datang membunuh manusia perlahan-lahan.  Saat ini lebih dari 70 juta jiwa bekerja disektor informal. Mereka digaji mingguan. Bahkan harian. Kalau tak bekerja hari ini saja. Maka besok dia akan mati. Gara-gara kelaparan. Duit negara tak cukup menafkahi mereka ini.

Makanya belakangan ini, Kepala BKPM keluar masuk pabrik untuk menghindari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Kepala BKPM mendengar dan menyelesaikan langsung keluhan para pengusaha di pabrik-pabrik itu. Inilah juga yang membuat Presiden tak buru-buru melakukan lockdown secara total. Tak mudah memang. Apalagi mengurus negara sebesar dan sekompleks Indonesia. Krisis kesehatan tak boleh meluas menjadi krisis ekonomi, sosial, apalagi ke krisis politik.

Kita memang sedang hanyut dalam arus besar ketakutan global ini. Manusiawi, bila pesimisme menggulung pikiran dan perasaan kita. Ditambah lagi, adonan politik yang masuk ke baskom kue COVID-19. Semakin hari. Semakin kental. Situasi ini membuat mata kita sulit melihat adanya lentera di tengah kegelapan.

Kita jadi lupa. Di tengah negara sedunia yang tengah terancam tumbuh negatif. Alias resesi. Indonesia malah diprediksi masih tumbuh positif tahun ini. Selain India dan China. Sempat jeblok, Rupiah terus menunjukkan kinerjanya. Menggembirakan.

Jangan hanya lihat angka-angkanya si rupiah. Bacalah pesan di balik angka rupiah itu. Bahwa di tengah COVID-19 pun, investor tetap mencari cuan di tempat yang lebih menjanjikan. Tempat itu bukan di negara lain. Di sini. Di negara kita. Ada kepercayaan.

Usai penerbitan global bond dengan tenor 50 tahun, Moody’s Investors Service langsung mempredikati Indonesia. Predikat Stabil, Jangka Panjang. Untuk investasi. Ini jangka panjang! Artinya, krisis tak akan kekal. Expired date-nya pasti ada. Peluang juga tetap tersedia di negara ini.

Salah satunya. Di luar dugaan. Mungkin juga sebuah keajaiban. Realisasi investasi Q1-2020, justru melonjak 8,0 persen. Data ditarik dari bawah. Bisa dipertanggungjawabkan. Bukan asumsi. Apalagi opini. Bukan juga hasil survei. Atau hasil mengarang bebas.

Fakta dan data memang harus diungkap. Meski tidak singkron dengan suasana batin, teori dan opini kita. Bandingkan dengan investasi Q1-2019 sebesar Rp 195,1 triliun. Hanya naik 5,3% saat itu. Dari Q1-2018. Padahal, saat itu tak sedang ada COVID-19. Atau ancaman krisis yang separah sekarang. Ini juga artinya, tak sekadar angka-angka kenaikkan. Di baliknya, ada harapan. Ada optimisme. Ada kepemimpinan yang kuat dan taktis di lini investasi.

Akhirnya, kata orang bijak. Dari pada kita sibuk mengutuk kegelapan, jauh lebih baik kita menyalahkan lilin. Lilin optimisme dan harapan di tengah COVID-19. Itulah yang dikerjakan teman-teman di BKPM. Sekaligus, investasi Q-1 ini merupakan partisipasi BKPM dan Dinas PTSP di seluruh Tanah Air. Setetes antibodi di tubuh perekonomian yang tengah terinveksi COVID-19.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *