Kultum 182: Perbedaan Perkara Bid’ah dan Mubah

Perbedaan Perkara Bid’ah dan Mubah
Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.
banner 400x400

Oleh: Dr. H. Rubadi Budi Supatma, Wakil Ketua Departemen Kelembagaan dan Hubungan Luar Negeri Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, PP IPHI.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Bacaan Lainnya
banner 400x400

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ

Pembaca yang dirahmati Allah,

Hajinews.id – Perlu kiranya ditegaskan lagi, bahwa bid’ah adalah (1) perbuatan atau cara yang tidak pernah dikatakan atau dicontohkan Rasulullah atau sahabatnya, kemudian dilakukan seolah-olah menjadi ajaran Islam; (2) pembaruan ajaran Islam tanpa berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits. Secara istilah (terminology), bid’ah adalah suatu amalan yang diada-adakan atau menambah atau mengurangi amalan dalam ritual ibadah, padahal tidak dicontohkan oleh Rasulullah.

Di dalam berbagai bahasan di negara-negara Islam selain Indonesia, bid’ah didefinisikan sebagai “penciptaan atau inovasi yang sebelumnya belum pernah ada”. Jadi semua penciptaan dan inovasi dalam ritual agama (ibadah mahdhah), yang tidak pernah ada pada zaman Rasulullah adalah bid’ah. Peru diingat, bahwa bid’ah adalah dalam urusan ibadah mahdhah.

Dengan demikian, maka bukan termasuk bid’ah jika sesuatu itu diada-adakan di luar agama (ibadah mahdhah). Jadi jika sesuatu itu merupakan hasil “ciptaan atau inovasi” untuk kemaslahatan dunia, seperti produk teknologi, transportasi, industri, atau yang lainnya, maka itu namanya ‘mubah’, dan bukan termasuk bid’ah. Lebih jelasnya, mungkin cerita ini bisa menjadi rujukan jika masih bingung tentang bid’ah dan bukan bid’ah.

Pada jaman Rasulullah masih hidup bersama para sahabat, para sahabat sedang melakukan penyerbukan atau kawin silang pada kurma. Hal ini tentu saja merupakan perkara duniawi, yakni urusan penyerbukan (bagian dari eknoogi peranian). Rasulullah belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا كَانَ شَىْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَأَنْتُمْ

أَعْلَمُ بِهِ فَإِذَا كَانَ مِنْ أَمْر دِينِكُمْ فَإِلَىَّ

Artinya:

Apabila itu adalah perkara dunia kalian, kalian tentu lebih mengetahuinya. Namun, apabila itu adalah perkara agama kalian, kembalikanlah padaku (HR. Ahmad).

Jadi, bisa dismpulkan bahwa “komputer, HP/android, pesawat, pabrik-pabrik kimia, berbagai macam kendaraan, dan teknologi informasi” yang berkembang pesat saat ini, itu semua adalah perkara dunia kita. Jadi semua itu dibolehkan dan tidak termasuk dalam bid’ah yang tercela. Hal ini penting diketahui karena pada poin inilah para pelaku bid’ah sering bingung dan beralasan bahwa urusan bid’ah tidak sesuai jaman.

Salah satu bahaya bid’ah adalah pelakunya tidak sadar bahwa dirinya telah berbuat dosa dengan perbuatan bid’ahnya, bahkan menyangka telah berbuat amal shalih. Dalam hal ini mari kita lihat firman Allah dalam surat al-Kahfi ayat 103 dan 104,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْاَخْسَرِيْنَ اَعْمَالًا ۗ

Artinya:

Katakanlah (Muhammad), Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya? (QS. Al-Kahfi, ayat 103).

اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا

وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا

Artinya:

(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya (QS. Al-Kahfi, ayat 104).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *