Surya Paloh dan Anies Bukan Pengkhianat

Surya Paloh dan Anies Bukan Pengkhianat
Surya Paloh dan Anies

Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle

Hajinews.id – Banyak sekali pertanyaan masuk ke saya tentang Anies, benarkah dia pengkhianat? Atau melakukan pengkhianatan dalam perjuangannya? Bagaimana dia mau mengusung tema perubahan kalau dia sendiri karakternya khianat?

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Pertanyaan-pertanyaan di atas terkait dengan berbagai pemberitaan adanya kesepakatan Surya Paloh dan Muhaimin Iskandar untuk membangun aliansi memenangkan Anies Baswedan ke depan.

Kesepakatan ini, menurut Partai Demokrat (PD), melanggar kesepakatan tertulis dalam Koalisi Perubahan dan Perbaikan (KPP) tentang kriteria pendamping Anies serta kesepakatan tidak tertulis, bahwa Anies sudah menyampaikan kepada SBY dan petinggi parpol koalisi bahwa AHY adalah pendamping dia ke depan.

Apakah benar Anies pengkhianat?

Partai Demokrat tentu saja boleh marah dengan langkah politik terbaru yang dilakukan sepihak oleh Surya Paloh. Namun, sebuah kemarahan harus ditempatkan dalam “circumstance” politik yang ada, sebuah lingkungan politik bejat dan penuh ancaman. Pada konteks yang tepat, tentu sebuah langkah “sampul” dari sebuah koalisi bisa dimengerti dalam kecanggihan desain dan strategi.

Tiga hal berikut ini perlu menjadi pertimbangan agar koalisi perubahan tetap bersatu dan terus membangun soliditas. Pertama, langkah politik oposisi dalam membangun poros perubahan adalah untuk mendukung perubahan itu sendiri. Perubahan itu utamanya ada pada Anies Baswedan sebagai calon presiden. Sedangkan parpol penduduk Anies dapat bermanuver diantara isu perubahan (oposisi) dan mendukung pemerintah atau kebijakannya. Nasdem, meskipun secara terbuka mengatakan kehilangan harapan pada Jokowi, untuk membangun Indonesia yang maju dan berkeadilan, sebagaimana diutarakan Surya Paloh, di Apel Akbar Nasdem, 16/7 di GBK, tetap saja Nasdem melakukan langkah-langkah “dua kaki” terhadap Jokowi. Demokrat sendiri, ketika dihantam “istana” terkait pengambilalihan paksa partainya oleh Moeldoko, Demokrat tidak menghujat Jokowi, melainkan sekedar Moeldoko. Bahkan, saat yang sama Demokrat mendukung pemindahan ibukota IKN ke Kalimantan.

Dengan penjelasan di atas, maka dapat dipastikan, jika Nasdem dan atau parpol pendukung lainnya tetap mendukung Anies, tidak terjadi pengkhianatan atas cita-cita perubahan. Justru, jikalau parpol pendukung Anies pindah haluan mendukung capres lainnya, itu yang disebut sebagai pengkhianatan.

Kedua, dalam circumstances atau ruang politik yang kotor serta penuh kekejian, segala sesuatu memang tidak dapat diungkapkan lebih awal. Hanya beberapa jam setelah Anies diumumkan Nasdem sebagai capres, Golkar atau Airlangga misalnya, berusaha memberikan sinyal untuk berkoalisi. Begitu juga ketika apel akbar Nasdem di GBK, petinggi Golkar menghadiri acara tersebut. Terakhir waktu lalu kabar berkembang pertemuan Anies dan Airlangga secara sembunyi-sembunyi, akhirnya kita ketahui bersama Airlangga hampir digulingkan oleh kekuatan kekuatan anti perubahan yang berkuasa.

Demokrasi yang kita hadapi saat ini adalah demokrasi barbar. Kekuasaan Jokowi berusaha mengontrol arah kekuasaan ke depan, dengan alasan keberlanjutan pembangunan. Meskipun mungkin mayoritas rakyat lebih percaya cawe-cawe Jokowi lebih kepada kepentingan dirinya sendiri dan anak mantunya, faktanya Jokowi mampu memainkan peranan besar dalam mendukung arah koalisi parpol-parpol.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *