Bentrok Kepentingan di Balik Gemparnya Duet Anies-Cak Imin

Hajinews.id — Partai Demokrat sebagai salah satu partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) mengatakan NasDem dan PKB sepakat kerja sama di Pilpres 2024. Kerja sama itu dibangun untuk mengusung Anies Baswedan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai capres cawapres.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengaku mendapat informasi tersebut dari Sudirman Said, yang merupakan tim 8 Anies. Menurutnya, keputusan Anies diambil secara sepihak dan atas inisiatif Ketua Parta NasDem Surya Paloh.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Padahal menurut Riefky, Anies sempat meminta Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menjadi pendampingnya dalam Pilpres 2024.

Demokrat pun merasa dikhianati usai Anies Baswedan secara mendadak meminang Cak Imin. Riefky merasa partainya dipaksa untuk menyepakati keputusan sepihak itu.

Sementara itu, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh mengatakan belum ada keputusan formal terkait duet Anies – Cak Imin dalam Pilpres 2024. Ia menyebut Koalisi Perubahan masih ada hingga saat ini. Namun, ia mengaku tidak tahu bagaimana nasib koalisi ini ke depannya.

“Pak Muhaimin Iskandar (jadi cawapres Anies)? Kemungkinan ke arah situ bisa saja terjadi, tapi saya pikir belum terformalkan sedemikian rupa sampai menit ini. Jadi, kita tunggu perkembangan satu dua hari ini,” ujar Paloh di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Kamis (31/8) malam.

Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai Koalisi Perubahan yang berisikan Partai NasDem, Demokrat, dan PKS layu sebelum berkembang karena sejak awal terjadi tarik-menarik kepentingan dalam memperebutkan posisi cawapres.

“Koalisi perubahan memang dari awal layu sebelum berkembang karena tarik menarik kepentingan yang cukup besar seperti AHY yang memaksakan menjadi cawapresnya Anies dan juga Demokrat tentu akan memaksakan hal itu,” kata Arifki saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (31/8) malam.

Meski AHY begitu kukuh menginginkan posisi cawapres, kata dia, NasDem dan Anies justru melihat peluang ada di dalam diri Cak Imin. NasDem menyadari basis pemilihnya lemah di Jawa Timur, sehingga Cak Imin dinilai sebagai sosok yang berpeluang memperkokoh suara Anies di wilayah tersebut.

Arifki menyebut tarik menarik posisi cawapres menjadi pemicu ketidakharmonisan antara NasDem dan Demokrat, sehingga merugikan Koalisi Perubahan.

“Anies melihat peluang-peluang lain yang memungkinkan dia lemah di sisi timur atau kelompok-kelompok Jawa Islam moderat. Makanya mendekati Cak Imin salah satu juga kader NU itu juga akan menguntungkan bagi Anies untuk memperlebar pemilihnya di Jawa,” ucapnya.

Arifki mengatakan kans PKB untuk berkoalisi dengan NasDem dan PKS cukup besar. Menurutnya, PKS tak mungkin melepaskan diri dari Anies karena memiliki daya tawar yang lumayan tinggi. Satu-satunya yang dirugikan dengan adanya Duet Anies – Cak Imin adalah Demokrat.

“Kemungkinan ketika Demokrat keluar, maka PKB masuk kalau misalnya Anies – Cak Imin ini berduet,” katanya.

Arifki berujar potensi yang bisa diambil oleh Demokrat adalah bergabung dengan koalisi lain. Namun, Demokrat tak lagi bisa menawarkan posisi cawapres. Posisi yang kemungkinan ditawarkan Demokrat yakni menteri yang juga akan memberikan keuntungan bagi AHY.

Arifki mengatakan kans PKB untuk berkoalisi dengan NasDem dan PKS cukup besar. Menurutnya, PKS tak mungkin melepaskan diri dari Anies karena memiliki daya tawar yang lumayan tinggi. Satu-satunya yang dirugikan dengan adanya Duet Anies – Cak Imin adalah Demokrat.

“Kemungkinan ketika Demokrat keluar, maka PKB masuk kalau misalnya Anies – Cak Imin ini berduet,” katanya.

Arifki berujar potensi yang bisa diambil oleh Demokrat adalah bergabung dengan koalisi lain. Namun, Demokrat tak lagi bisa menawarkan posisi cawapres. Posisi yang kemungkinan ditawarkan Demokrat yakni menteri yang juga akan memberikan keuntungan bagi AHY.

“Kalau kita melihat gemuruhnya koalisi Prabowo tentu peluang yang bisa diambil oleh Demokrat itu bergabung dengan PDIP,” ujar Arifki.

Sementara itu, ia mengatakan kans Demokrat untuk membuat poros baru bersama PPP dan PKS seperti yang dicita-citakan Sandiaga Uno sangat kecil. Ia melihat PKS masih berkomitmen dengan NasDem untuk mendukung Anies pada Pilpres 2024.

“Ketika tidak ada PKS, maka PPP dan Demokrat tidak bisa membangun koalisi,” tandasnya.

Arifki menilai pasangan Anies – Cak Imin akan menjadi duet yang menjanjikan pada Pilpres mendatang. Persamaan latar belakang keduanya yang berasal dari ormas Islam menjadi sebuah kolaborasi pendekatan politik yang menarik.

Anies berasal dari Muhammadiyah, sementara Cak Imim merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Selain itu, keduanya juga merupakan aktivis 98.

“Anies – Muhaimin menjanjikan karena Muhaimmin ini adalah kader NU dan basisnya wilayah Jawa Timur dan Anies lemah di sana. Artinya sisi Anies yang menyebar di luar Jawa dan Muhaimin juga akan melengkapi koalisi ini,” tutur Arifki.

Ia menyebut perolehan suara yang dihasilkan pasangan Anies – Cak Imin pun mampu bersaing dengan dua capres lainnya yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

“Bisa bersaing karena Anies sebelum ini memang lemah di Jawa Timur atau Jawa. Dengan adanya duet Anies – Cak Imin tentu bakal menguntungkan bagi Anies. Saat ini kita tunggu cawapres Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo,” katanya.

Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menyebut sinyal Anies membelot ke Cak Imin sudah terlihat sejak mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengunjungi Ibu Cak Imin di Jombang, Jawa Timur.

Ia berpandangan NasDem akan membentuk poros baru bersama PKB. Apalagi keduanya memenuhi syarat dalam hal kepemilikan kursi DPR untuk mendaftarkan capres-cawapres ke KPU jika mereka berkoalisi di Pilpres 2024.

Arifki menilai pasangan Anies – Cak Imin akan menjadi duet yang menjanjikan pada Pilpres mendatang. Persamaan latar belakang keduanya yang berasal dari ormas Islam menjadi sebuah kolaborasi pendekatan politik yang menarik.

Anies berasal dari Muhammadiyah, sementara Cak Imim merupakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Selain itu, keduanya juga merupakan aktivis 98.

“Anies – Muhaimin menjanjikan karena Muhaimmin ini adalah kader NU dan basisnya wilayah Jawa Timur dan Anies lemah di sana. Artinya sisi Anies yang menyebar di luar Jawa dan Muhaimin juga akan melengkapi koalisi ini,” tutur Arifki.

“Bisa bersaing karena Anies sebelum ini memang lemah di Jawa Timur atau Jawa. Dengan adanya duet Anies – Cak Imin tentu bakal menguntungkan bagi Anies. Saat ini kita tunggu cawapres Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo,” katanya.

 

Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menyebut sinyal Anies membelot ke Cak Imin sudah terlihat sejak mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengunjungi Ibu Cak Imin di Jombang, Jawa Timur.

Ia berpandangan NasDem akan membentuk poros baru bersama PKB. Apalagi keduanya memenuhi syarat dalam hal kepemilikan kursi DPR untuk mendaftarkan capres-cawapres ke KPU jika mereka berkoalisi di Pilpres 2024.

“Bisa jadi dengan Muhaimin karena memang dia tiba-tiba harus ke Jombang, dia ketemu sama kyai, ketemu sama orang tua Muhaimin ya itu bagian upaya untuk memuluskan rencana-rencana dari koalisi itu. Dan suaranya memungkinkan untuk bisa mengusung Anies dan Cak Imin,” kata Asrinaldi.

Menurutnya, Cak Imin tak bisa dianggap remeh karena memiliki jaringan NU yang begitu besar di Jawa Timur. Irisan pemilih Cak Imin yang berbasis di luar Jawa pun bisa memberikan warna tersendiri.

“Apakah Cak Imin bisa memberi sumbangan suara? bisa menurut saya. Tergantung bagaimana jaringan NU dan PKB bekerja di daerah-daerah,” ujarnya.

Ia mengatakan Cak Imin bisa menyumbang suara untuk Anies sekitar lima persen. Meski begitu, pasangan Anies – Cak Imin perlu usaha lebih keras untuk bisa mendulang suara pada putaran pertama.

“Untuk langsung bisa menang ya saya pikir enggak semudah itu. Peningkatan suara Anies ada lah tapi persentasenya tidak banyak. Misal Anies sekarang sekitar 20-25 persen ya paling 3 sampai 5 persen ada tambahan dari Islam tradisional,” ucapnya.

 

Biaya politik picu keretakan NasDem dan Demokrat

Asrinaldi mengatakan keretakan Koalisi Perubahan dipicu oleh pembiayaan untuk capres-cawapres yang tak disepakati antar partai. Sebab, hitungan untuk pencalonan capres-cawapres tak hanya sekadar chemistry saja, melainkan ada pembiayaan khusus.

“Saya pikir hitung-hitungan dengan pembiayaan. Anies kan bukan bohir, tidak punya uang juga. Tiket udah dibeli oleh NasDem, kan enggak mungkin NasDem biayai banyak-banyak. Mungkin ketika AHY diminta uang oke dia sepakat, tapi konteksnya bukan membiayai Anies tapi membiayai dia sebagai cawapres,” ucapnya.

Asrinaldi berpandangan Demokrat akan berkoalisi bersama PDIP usai Anies berduet dengan Cak Imin. Menurutnya, AHY bisa menjadi alternatif Sandiaga Uno sebagai cawapres Ganjar Pranowo.

“Selama ini kan PPP dengan PDIP atau Ganjar dengan Sandiaga ini tidak begitu solid, tentu alternatifnya ke AHY. Bisa jadi koalisi dengan PDIP kalau melihat dari kondisi diskusi dan tentu mereka sudah berhitung juga posisi AHY bagaimana,” ujar Asrinaldi.

“Paling untuk melengkapi mesin politiknya untuk melihat segmen tertentu misal Jawa Timur itu harus disapu. Itu bisa. Mungkin pertimbangan seperti itu yang dibutuhkan PDIP,” imbuhnya.

Sumber

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

0 Komentar