Duh! Asing Sorot Kereta Cepat Whoosh, Warisan atau Blunder Jokowi?

banner 400x400

Hajinews.co.id – Presiden Joko Widodo telah meresmikan Kereta Cepat Jakarta-Padalarang yang diberi nama Whoosh. Namun, sejumlah tanda tanya masih menggantung terkait proyek besar tersebut.

Hal ini pun turut menjadi sorotan media asing. Media asal Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), menyoroti sisi biaya yang tak sedikit dan membengkak dari proyek tersebut.

Bacaan Lainnya
banner 400x400

Mega Proyek modernisasi perkeretaapian di Indonesia itu dibangun dengan total anggaran US$ 7,2 miliar atau sekitar Rp 108 triliun.

Anggaran besar tersebut bengkak dari prediksi sebelumnya yang hanya US$ 5,13 miliar atau Rp 76 triliun. Adapun nilai pembengkakan atau cost overrun kereta cepat sendiri sudah disepakati sebesar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 18 triliunan. Jumlah itu jelas lebih besar daripada hitungan China sebelumnya.

Proyek kereta yang menghubungkan Jakarta-Bandung ini dibangun oleh PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), sebuah perusahaan patungan antara konsorsium empat perusahaan milik negara Indonesia dan China Railway

Sebagai raksasa ekonomi global, China adalah salah satu sumber investasi asing langsung terbesar di Asia Tenggara.

Warisan Jokowi
Whoosh akan menjadi sebuah kebanggaan nasional, namun utang proyek yang didukung China ini juga akan menjadi warisan Jokowi.

Peneliti Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan proyek kereta api yang didanai Beijing adalah bagian dari warisan kepresidenan Widodo, meskipun memakan biaya besar.

Kereta cepat ini menjadi beban yang harus ditanggung. Pembayaran utangnya masih harus dipenuhi, begitu pula bunga pinjamannya.

“Setiap tahun kita juga akan menyuntikkan dana APBN untuk KAI. Jadi, warisan yang dibangun Jokowi cukup mahal untuk negara,” katanya sebagaimana dikutip SCMP.

KCIC mengatakan pekan lalu bahwa pemerintah Indonesia dan China telah sepakat untuk mengalokasikan Rp 1 triliun per tahun untuk China Railway Engineering Corporation dan KAI untuk membayar biaya pemeliharaan dan operasional.

Susah Untung
Awalnya proyek diperkirakan senilai US$6,07 miliar, anggaran Whoosh menggelembung sebesar US$1,2 miliar karena permasalahan terkait pembangunan fasilitas, pengadaan tanah, dan pandemi Covid-19.

Untuk menutupi pembengkakan biaya, Indonesia mencari pinjaman dari China Development Bank dan mendapatkan suku bunga “lebih dari 2%”, kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pada Juni.

SCMP menulis pinjaman tersebut telah dikritik oleh beberapa pihak karena merupakan jumlah yang dapat dihindari, jika bukan karena Jokowi memilih China daripada Jepang untuk proyek tersebut.

Ketika Jokowi pada 2015 memilih China daripada Jepang untuk membangun jalur kereta api, ia mengatakan bahwa kas negara tidak akan dirugikan dan bahwa proyek tersebut akan menjadi kesepakatan B-to-B.

Tingkat pengembalian pinjaman sebesar 2% juga lebih tinggi dari tingkat pembayaran 0,1% yang ditawarkan oleh Jepang dalam proposalnya, sementara anggaran Jepang yang diusulkan sebesar US$6,2 miliar akan lebih rendah dari harga akhir proyek tersebut.

“Ini harus menjadi pembelajaran bagi pemerintah. Kereta cepat cukup sulit menghasilkan keuntungan. Menurut perhitungan kami, itu tidak akan menguntungkan bahkan setelah tiga presiden berikutnya,” kata Andry.

Meski begitu, Jokowi tampaknya puas dengan proyek kereta api tersebut, yang selesai empat tahun lebih lambat dari yang direncanakan.

Ia telah berulang kali mengatakan bahwa ia akan kembali memanfaatkan China untuk memperluas jalur kereta api Jakarta-Bandung hingga Surabaya.

Sementara itu, analis Christine Tjhin mengatakan pembukaan jalur kereta api Jakarta-Bandung merupakan indikasi “responsif” Indonesia terhadap teknologi dan inovasi.

Transfer teknologi dari China ke Indonesia, melalui inisiatif penelitian bersama, pelatihan pengemudi, dan interaksi antar insinyur kedua negara, suatu hari nanti dapat menghasilkan kemajuan lebih lanjut dalam sistem transportasi Indonesia, tidak hanya di pulau Jawa tetapi juga di seluruh nusantara, katanya.

“Kami cukup beruntung karena yang kami dapatkan sekarang sudah termasuk produk terbaru dari China,” kata Tjhin, yang merupakan direktur riset strategis di Gentala Institute yang berbasis di Jakarta, sebuah konsultan yang berfokus pada peningkatan hubungan antara Indonesia dan investor China.

Menurut Tjhin, proyek kereta cepat juga turut mendongkrak citra Indonesia di mata masyarakat Tiongkok.

“Ini menarik perhatian pemerintah China dan juga penduduk China. Hal ini bagus karena persepsi masyarakat China mengenai investasi di Indonesia sebagian besar dibayangi oleh sejarah masa lalu kita. Mereka semakin yakin bahwa Indonesia tidak lagi anti-China.”

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *